Darlene - 23. Harapan (1)

61 7 0
                                    

Aku sadar ini kepanjangan wkwkwk
Jadi aku membaginya jadi 2 part.

Happy reading
--------------------------------------------------------------

Flashback ulang tahun Elena ke 19

"Apa permohonanmu?" Tanya Alden tengah berbaring pada jembatan di taman bermain dengan satu tangan yang menopang kepalanya. Maniknya menatap Elena lekat, menanti jawaban.

Gadis yang tengah duduk di ayunan itu berpikir sejenak, lalu mendorong tanah dengan kakinya agar dapat berayun kencang.

"Kenapa kau selalu bertanya padahal sudah tahu aku takkan menjawab?" Balasnya usil tanpa melirik Alden.

"Mungkin saja ada keajaiban kau jadi tak pelit saat umurmu bertambah dan akan memberitahuku yang telah membawakan kue untukmu selama bertahun-tahun."

Gerutuan yang diucapkan Alden dalam satu nafas itu malah membuat Elena terkekeh. Apakah laki-laki itu sedang mengumbar kebaikannya sekarang? Seperti anak kecil yang meminta imbalan atas tindakan terpujinya yang tak disadari orangtuanya.

"Apa yang kau ingin tahu? Kuberi kau tiga kesempatan untuk mencari clue." Kata Elena yang tengah berbaik hati, masih tak berniat memberi tahu.

Alden menatap langit dengan kening berkerut, mencoba mencari pertanyaan terbaik yang bisa dijadikan clue dengan sangat serius.

"Apa ada aku di dalamnya?"
"Tentu." Elena menjawab kurang dari sedetik dengan santainya sembari terus berayun dengan kaki terjulur.

Laki-laki itu berpikir keras lagi sebelum melempar pertanyaan kedua, "Apa itu doa yang baik?"

Elena tergelak, kali ini dia memberhentikan ayunannya dan menatap laki-laki itu dengan pipi terangkat yang masih membekas karena tawa, "Kau bercanda menanyakan itu? Siapa juga yang akan berdoa hal buruk di ulang tahunnya?" Hujatnya, yang membuat Alden mulai berpikir kenapa otaknya sangat tak berguna.

Baik, sekarang pertanyaan terakhir. "Apakah kau mengharapkan suatu hal yang sangat luar biasa?"

Tak seperti sebelumnya, gadis itu tak langsung menjawab. Ia mematung sejenak menatap tanah dengan senyum simpul di wajahnya, entah apa yang ia pikirkan. Setelah berpikir beberapa saat, ia menatap Alden dengan senyum usil.

"Tidak, permohonanku saaaaaangaaat biasa." Balasnya dengan senyum yang mengisyaratkan 'kau takkan pernah bisa menebaknya', sebelum mengayunkan tubuhnya dengan kencang lagi.

Setelah memberi jawaban menggantung itu, Elena hanya tersenyum sembari menatap semburat oranye pada langit sore. Siapapun akan menertawakan doa yang selalu sama setiap tahunnya yang tak pernah bosan ia haturkan itu. Tapi, ia tak berbohong sedikitpun, Alden berada di dalam doanya, dan doanya sangaaaat biasa.

Oleh karena itu, ia akan menyimpannya. Hingga keajaiban datang dan membuat doanya menjadi nyata.
--------------------------------------------------------------
Raline berusaha mengangkat kepalanya yang benar-benar berat. Dalam pandangannya yang terus mengabur, seseorang datang melewati asap tebal dan berjalan ke arahnya. Gadis itu menyipitkan mata, mencoba menangkap wajah laki-laki itu. Belum sempat ia melihat wajahnya, orang itu menodongkan pistol ke kepalanya.

"Dasar perempuan jalang! Aku telah mempercayaimu daripada anakku, tapi kau mengkhianatiku. Kau telah menyakiti hatiku yang lembut ini."

Walau ia tak dapat melihatnya, Raline tahu benar suara itu. Bahkan ia dapat membayangkan wajah mengerikan dari psikopat yang hendak menembak kepalanya sekarang. Hati lembut? Hah! Lucu sekali.

Gadis itu menyeringai lemah, "Jangan berkata seperti itu, kau membuatku ingin tertawa." Ucapnya seakan tak takut pada kematian.

Respon gadis itu membuat Delvin menggertak rahangnya kesal, "Kau kira aku akan membiarkanmu tertawa? Aku akan membuatmu tak bisa tertawa lagi di sisa hidupmu."

Darlene - Bumi Dan HeloraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang