Part 1

18.9K 818 13
                                    

Nada terperangah kala memasuki sebuah rumah yang sangat asing untuknya. Rumah itu teramat besar dan mewah, sangat jauh berbeda dengan rumah sederhana yang selama ini ia tinggali bersama orang tua dan adiknya. Ini adalah rumah calon mertuanya di Jakarta. Kemarin dia dijemput oleh Anggara dan Ami yang tak lain adalah calon mertuanya untuk ikut mereka ke Jakarta menemui calon suaminya.

Kejadian dia yang memergoki Dony berselingkuh dengan sahabatnya sudah 3 bulan berlalu. Sekarang dia juga sudah menyandang gelar sarjana. Sesuai omongan ayahnya waktu itu, setelah lulus kuliah dia akan langsung dinikahkan dengan anaknya Anggara, sahabat Sang Ayah sekaligus pemilik kebun teh yang saat ini dikelola oleh ayahnya.

Sejak dulu dia memang curiga, ayahnya yang hanya sekedar mandor di perkebunan teh milik temannya tapi bisa membiayai kuliahnya hingga ia lulus dan menyandang gelar sarjana. Ternyata ini jawabannya, diam-diam Anggara ikut andil dalam membiayai kehidupan keluarganya selama ini.

'Aku berhutang budi pada keluarga ini,' pikirnya.

Itulah alasan kenapa akhirnya dia sampai menerima perjodohan ini, hingga mau dibawa ke Jakarta saat kedua calon mertuanya itu datang menjemputnya. Selain itu, dia berharap dengan segera keluar dari kota penuh kenangan itu, dirinya akan secepatnya bisa melupakan Dony. Mengingat sampai sekarang Dony masih saja mengejarnya hingga membuat Nada harus berusaha keras untuk menghindari pria itu, rasa jijik dan benci kepada mantannya itu rupanya menjadi alasan kuat baginya untuk segera meninggalkan kota kelahirannya .

Dan disinilah dia sekarang berada, berdiri dengan canggung dirumah mewah calon mertuanya.

"Kok bengong, Nad? Ayo masuk, Sayang." Teguran Ami menyadarkan Nada.

"I-Iya Tante," jawab Nada dengan gugup.

"Biiik" Ami sedikit meninggikan suaranya ketika memanggil seseorang dari dalam rumahnya.

Tak lama muncul perempuan paruh baya dengan lap yang tersampir dipundaknya menghampiri, sambil menjawab penuh hormat. "Iya Bu Nyonya."

Ami yang sudah sering mendengar panggilan itu dari sang pelayan hanya tersenyum."Ini tolong Bik, bawakan ini kekamar Non Nada ya!"

"Baik Bu Nyonya," jawab pelayan itu dengan tangan yang cekatan mengambil koper lalu menyeretnya menuju arah yang nampaknya sudah ia ketahui sebelumnya.

Setelah kepergian pelayan tadi yang ternyata bernama Bi Upik, Ami mengajak Nada duduk bersantai di ruangan tengah, dimana ada sebuah TV plasma berukuran besar menempel diatas dindingnya.

"Om Angga kemana, Tan?" tanya Nada yang keheranan karena Anggara tak terlihat sejak ia turun dari mobil.

"Oh Papamu tadi dadakan terima telepon dari sekretarisnya, katanya ada berkas yang harus ditandatangani secepatnya," jawab Ami dengan senyum yang masih tersungging di wajahnya. "Dan mulai saat ini biasakan panggil kami Mama dan Papa ya, Nad," tambahnya.

Nada terkesiap, dia menggigit bibirnya dengan gugup.

"Jangan sungkan." Ami menggenggam tangan Nada. "Lagipula sebentar lagi kan kamu akan menikah dengan putra kami."

Dengan canggung Nada tersenyum sebelum akhirnya mengangguk.

"Jadi biasakan juga untuk menganggap kami seperti orang tua sendiri."

"Iya Tan ... Eh maksud Nada, Mama." Dengan spontan Nada meletakkan jemarinya didepan bibir sembari meringis malu-malu.

Ami tersenyum hangat. "Nah gitu dong Sayang, mulai sekarang kamu harus biasakan ya dengan panggilan itu, biar nanti kalau sudah nikah sama Rey, kamu tidak akan salah-salah lagi menyebut kami." Ami menoel ujung hidung Nada yang mancung.

Fated To Marry You(Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang