Part 14

14.6K 820 15
                                    

"Aku ingin kita cerai, Mas."

Malam ini, dengan seluruh emosi yang bergejolak didadanya, Nada memberanikan diri untuk mendatangi Rey di ruangan kerjanya yang ada di kediaman mereka.

Rey tersentak kaget kala melihat pintu ruangannya terbuka dengan begitu kerasnya dan lebih terkejut lagi saat matanya menangkap sosok istrinya yang terlihat sangat kacau.

Di bawah cahaya lampu ruangan yang terang, Rey melihat wajah cantik Nada merah padam dan juga kilat mengerikan di pupil mata wanita itu. Hal itu membuatnya menyadari bahwa istrinya siap meledakkan amarah kepadanya.

Tiba-tiba Rey merasa dadanya sesak saat menyaksikan betapa kesedihan itu membuat wanita itu berantakan. Dia mencoba setenang mungkin untuk menanggapi perkataan yang baru saja di lontarkan Nada kepadanya. Dengan perlahan dia melangkah menghampiri Nada.

"Aku tidak mau," sahut Rey dengan tenang.

Nada mendengus. "Kenapa? Apakah karena perjanjian kontrak kita belum berakhir?"

Rey diam.

"Mas pasti takut tidak mendapatkan warisan kan, makanya Mas mengulur-ngulur perceraian kita."

Sesaat lamanya Rey hanya menatap Nada sebelum menggeleng dengan perlahan. "Aku sudah mendapatkan warisan itu. Bahkan jauh sebelum aku menikah denganmu."

Nada tercengang. "A-apa maksudmu? Mas bilang waktu itu...."

"Aku berkata bohong, lagipula aku adalah anak tunggal kedua orang tuaku. Memangnya untuk siapa lagi warisan mereka jika bukan untukku?"

Meski tidak mengerti mengapa Rey membohonginya, Nada tidak mau repot-repot menanyakan hal itu. "Kalau begitu sudah tidak ada lagi alasan bagi kita untuk mempertahankan pernikahan ini."

Rey menggeleng. "Itu kan menurutmu."

"Maksud Mas?" Nada memasang wajah bingungnya.

"Aku sudah membatalkan surat kontrak itu! Itu artinya perjanjian itu sudah tidak berlaku lagi diantara kita," jawab Rey dengan santai.

Nada tertawa pahit. "Permainan apa lagi ini, Mas?"

Rey menatap Nada dengan ekspresi tak terbaca. "Aku tahu setelah ini kau mungkin akan berpikir macam-macam kepadaku, tapi yang jelas aku tidak ingin kita bercerai."

Nada melebarkan matanya, menatap pria yang sudah lima bulan menjadi suaminya dengan tatapan tidak percaya. "Kau gila! Apa Mas berniat ingin menyiksaku lebih parah lagi? Belum cukupkah selama ini Mas menyakitiku? Apa Mas masih ingin merendahkan dan menginjak-nginjak harga diriku seperti yang selama ini Mas lakukan?"

Pertanyaan-pertanyaan itu di lontarkan oleh Nada dengan penuh kemarahan. Rey tertegun sejenak, menatap Nada dengan pedih. Dia sadar selama ini dirinya kerap menyakiti wanita itu lewat ucapan dan juga sikapnya yang kasar. Jadi wajar jika niat baiknya untuk mempertahankan pernikahan mereka di curigai oleh Nada.

"Aku sangat mengerti perasaanmu, kau pasti merasa bingung saat ini. Tapi aku bersungguh-sungguh ketika mengatakan kalau aku tak ingin bercerai darimu." Rey memalingkan wajahnya sejenak lalu menarik nafas gusar.

Nada tercengang, menatap Rey tidak percaya, seolah suaminya itu sudah gila.

"Jika kau marah padaku karena aku tak menemanimu selama di rumah sakit...." Rey kembali membuka suara.

"Aku tidak peduli Mas, ada ataupun tanpa kamu itu sama saja bagiku." Kali ini Nada langsung menyambar cepat.

Rey mengatupkan rahangnya, sementara kedua tangannya terkepal di saku celana.

"Aku tidak tahu kau ingin mendengarnya atau tidak. Tapi ku pikir kau harus tahu hal ini, saat pergi kepemakaman ayahmu, aku lupa telah meninggalkan rapat penting yang akan membuat perusahaan rugi miliaran rupiah. Dan aku tidak mau perusahaan yang dengan susah payah dibangun oleh orang tua kita bangkrut karena ketidak becusan aku mengelolanya," tutur Rey "Jadi ku mohon maafkan aku," lanjutnya dengan nada pelan.

Nada terpekur. Ami memang sudah memberitahunya hal itu saat dia terbangun di rumah sakit beberapa hari yang lalu. Kondisi Anggara yang sudah sering sakit-sakitan membuat Rey kini yang harus bekerja keras dalam menangani perusahan mereka. Namun sungguh, Nada tidak ingin mendengar apapun lagi. Karena yang dia tahu saat ini dirinya sangat membenci pria kasar itu. Dia ingin segera mengakhiri hubungan mereka mengingat sekarang sudah tidak ada lagi anak di rahimnya. Terlebih ayahnya pun kini sudah tiada, jadi tidak ada lagi alasan untuknya berada disisi pria yang bahkan tidak pernah mencintainya itu.

Rey merengsek maju tapi Nada kembali memundurkan langkahnya seakan tak ingin di jangkau lagi oleh suaminya.

"Mas tidak perlu minta maaf. Lagi pula aku, anakku dan keluargaku bukanlah sesuatu yang penting untukmu." Nada membalas sinis, suaranya bergetar menahan tangis.

Rey tertegun, sekilas ia menangkap raut terluka diwajah istrinya. Namun saat berikutnya wajah itu kembali mengeras.

"Kamu pasti sekarang senang kan Mas melihat aku keguguran? Harusnya kau secepatnya mengurus perceraian kita karena sudah tidak ada lagi anak yang akan membuatmu merasa terikat dalam pernikahan ini," ujar Nada sembari mengepalkan tangannya.

Rey hanya menatap Nada dengan nanar. Tatapan terluka dan juga ucapan Nada seketika membuatnya kehilangan suaranya. Dia ingin mengatakan kejadian sesungguhnya, bagaimana dirinya bersedih saat dokter memberikan kabar bahwa Nada telah keguguran. Mungkin Nada tidak tahu kalau seharian itu Rey menungguinya dirumah sakit sebelum akhirnya memutuskan pergi atas perintah Anggara. Namun lidah Rey terlalu kelu untuk mengatakannya, bahkan Rey tidak bisa berpaling dari wajah Nada yang kini nampak amat membencinya saat ini.

"Aku sudah katakan padamu, kalau kita tidak akan bercerai," ucap Rey dengan menekankan suaranya.

"Aku tidak mengerti isi pikiran kamu, Mas? Bukankah ini yang kamu inginkan? Lagipula tidak ada cinta diantara kita, sebenarnya apa alasanmu mempertahankan pernikahan ini?" Nada menunjuk dada Rey dengan jarinya.

Ya. Tidak ada lagi yang harus dipertahankan dari pernikahannya dengan pria yang bahkan tak ada saat dia merasa kehilangan anak dan juga ayahnya. Mata Nada memanas saat mengingat kejadian menyedihkan itu. Saat membuka matanya dirumah sakit dan mengetahui ia keguguran, hatinya seketika remuk redam. Dia mencari-cari sosok Rey tapi pria itu tak ada disana. Dia membenci dirinya sendiri yang merasa kecewa oleh ketiadaan pria itu disampingnya. Bukankah dia memang tidak berarti apapun dimata Rey, jadi tidak seharusnya rasa sedih dan kecewa itu tumbuh di hatinya.

Merasa hatinya tersentak dengan kata-kata istrinya mengenai cinta, Rey akhirnya menarik lengan istrinya hingga berakhir dengan Nada yang menabrak dadanya. Saat keduanya sudah bertatap mata, Rey langsung menyergap bibir Nada, mata wanita itu membola terkejut, namun tak sempat untuk menghindar karena dengan cepat Rey telah menghujaninya dengan ciuman. Dia mencoba berontak tapi lelaki itu mendekap tubuhnya dengan erat seakan tak memberinya ruang untuk bergerak sama sekali. Sebenarnya, ciuman Rey kali ini amat lembut tak seperti ciuman ganas pada malam disaat lelaki itu mabuk. Merasa sia-sia jika terus memberontak, akhirnya Nada hanya bisa pasrah dengan memejamkan matanya, dia mencoba meresapi bahwa tak ada rasa sama sekali untuk pria itu selain kebencian yang besar. Merasakan oksigennya yang kian menipis, Rey melepas ciumannya pada wanita itu.

"Aku hanya ingin memastikan, bahwa memang tidak ada cinta dihati kita seperti yang kau katakan," kata Rey lamat-lamat.

PLAKKK

Satu tamparan mendarat di pipi Rey.

"Kamu orang paling tidak berperasaan yang aku kenal, Mas." Dia berlari meninggalkan Rey yang masih terpaku ditempatnya, pipinya masih berdenyut menyakitkan namun hal itu masih tak sebanding dengan rasa pilu hatinya saat menangkap raut kebencian diwajah Nada. Dia tidak pernah menyangka kalau dirinya akan merasa terusik saat melihat tatapan benci wanita itu.

Tbc

Semoga suka🙏

Jgn lupa voment nya ya

Thx

Fated To Marry You(Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang