Tidak terasa minggu depan sudah ujian kenaikan kelas. Aku, Tsana dan Hima hari-hari ini sibuk mempersiapkan ujian. Kini Tsana sudah bisa menerima kehadiran keluarga baru ayahnya. Hima masih setia menjadi teman sebangkuku. Hubunganku dengan Firman baik tapi kita memilih untuk tidak sering berhubungan lagi demi kebaikan bersama.
Beberapa waktu lalu Bima sering mengirim pesan akan tetapi aku tidak tergiur lagi. Jujur saja aku masih menyukainya tapi aku sudah tidak mau merasakan sakit karena sifatnya yang playboy itu. Aku memilih menyibukkan diri ke OSIS dan serius menyiapkan ujian depan.
Hasil dari TPA kemarin sudah dibagikan. Aku mendapat rekomendasi masuk ke IPA. Namun entah kenapa aku begitu muak dengan Fisika dan Kimia. Kita lihat saja nanti hasil ujian kenaikan kelasku.
"Mei, tolong kamu layani pembeli disana dulu ya. Aku masih sibuk fotocopy." Pinta mbak Pipit padaku yang kini memang sedang membantunya di kopsis.
"Siap ndan." Balasku padanya.
Aku mulai menggantikan posisi mbak Pipit untuk melayani siswa yang membeli sesuatu di kopsis. Tanpa terasa bel masuk sudah berbunyi, aku pun pamit.
"Mbak udah masuk nih, aku balik dulu ya."
"Oh oke. Makasih ya Mei."
"Deh iya mbak sama-sama. Gak usah sungkan."
"Wah kalau gitu tiap hari aja kamu disini, hehe."
"Boleh, asal komisi embak di bagi. Gimana?" Godaku.
"Yee enggk deh. Harusnya kan bayarannya cukup karena kamu sering numpang tidur disini."
"Wkwk. Itu kan beda cerita lagi."
"Eh Mei, itu ada pelanggan terakhir, biar mbak aja. Kamu segera balik deh."
"Oke mbak." Aku pun membalikkan badan menuju pintu keluar kopsis. Namun betapa terkejutnya aku melihat siapa pelanggan terakhir itu. Laki-laki itu menatap ke arahku, tapi aku terus berjalan melewatinya seolah tak kenal.
"Gila! Kenapa Bima selalu muncul tiba-tiba begitu sih. Aku harus segera kabur." Batinku.
Setelah keluar dari kopsis aku pun langsung berlari menuju kelas takut bertemu Bima lagi. Anehnya ketika berlari aku juga mendengar suara kaki berlari di belakangku. Karena penasaran aku menghentikan langkah sebentar dan menoleh kebelakang.
Aku terkejut mendapati Bima juga sedang mengerem dadakan saat aku menghentikan langkah. Bima berpura-pura melihat ke arah lain saat ketahuan olehku.
"Sial. Kenapa dia melakukan hal seperti ini!" Batinku. Kemudian aku berlanjut lari segera sebelum Bima menyusulku.
Aku kini sudah duduk di bangku kelas dengan keadaan masih terengah-engah.
"Kamu kenapa sih Mei? Kok ngos-ngosan gitu?" Tanya Hima heran.
"H..h..h.. bentar Him aku mau napas dulu." Jawabku mengatur nafas kembali.
"Tadi aku lari dari Bima." Lanjutku.
"Lagi-lagi begitu." Respon Hima. Mengingat itu bukan kali pertama aku melakukannya.
"Tapi anehnya dia juga ngejar lari aku."
"Hah? Kok bisa? Emang kamu nyolong apaan dari dia?"
"Enak aja kamu nuduh aku nyolong. Aku juga nggak tau dia lagi ngapain."
"Aneh banget. Kamu kok bisa tau dia ngejar kamu?"
"Tadinya aku ketemu dia di kopsis. Abis itu aku melarikan diri. Eh ada yang ngikutin lari dibelakang. Pas aku liat, Bima udah dibelakang dengan ngerem mendadak."

KAMU SEDANG MEMBACA
Isyarat
RomanceKisah roman biasa. Kisah tentang seorang siswi SMA yang memiliki krisis percaya diri akut. Amei begitu tertutup akan tetapi ia berusaha terlihat normal seperti gadis seusianya. Apa yang terjadi ketika ia bertemu dengan seorang player kelas kakap yan...