Amei berjalan memasuki kelas pagi itu. Ia membuka knop pintu, lalu mendapati pemandangan yang membuat langkahnya terhenti.
"Sial. Ku pikir kelasnya kosong!" Gumamnya.
Dua pasangan yang sedang berpelukan itu membuat Amei berpikir keras untuk masuk atau tidak.
Amei ingin mengurungkan niatnya untuk masuk.
"Tunggu dulu! Kenapa aku harus menghindar? Apa aku masih cemburu? Tidak. Aku tidak perlu menghindar."
"Ceklek." Suara pintu terbuka. Bima dan Je yang berada di dalam kelas spontan melihat pintu. Amei dengan santai berjalan menuju bangkunya tanpa memperdulikan mereka.
"...iya kamu tenang saja." Suara percakapan di belakang terdengar oleh Amei.
"Tapi aku takut."
"Gakpapa Sayang ada aku. Kamu pasti bisa melewatinya. Ya?". Tutur laki-laki itu pada kekasihnya.
Mendengar itu membuat Amei sedikit muak. Namun ia berusaha terlihat biasa senatural mungkin.
"Ish. Pagi-pagi sudah mesum! Sudah berobral kata manis. Huh. Tenang Mei, kamu tidak cemburu. Kamu milik Mandala, ingat kamu milik Mandala." Sugesti Amei dalam pikkrannya.
Beberapa menit kemudian kelas itu mulai ramai di penuhi siswa yang berdatangan. Siap untuk mengikuti pembelajaran hari ini.
***
Aku tidak menceritakannya pada siapapun kecuali guru-guru yang sudah tahu dari mulut orang lain. Aku ingin berbagi dengan Tsana namun akhir-akhir ini Tsana masih sibuk dengan praktiknya di jurusan IPA. Aku tidak ingin mengganggu. Selain Tsana aku belum siap menceritakannya pada siapapun.
Pikiranku sangat kacau, dalam dadaku berkecamuk ketika mengingat pertengkaran bapak dan ibuku. Apalagi dengan perceraian ini. Aku masih lari dari semua ini.
"Dek Amei. Ada tamu." Tiba-tiba suara pengurus yang sekarang berada di depan pintu membangunkanku.
"Oh iya mbak." Jawabku cepat.
"Tamu? Siapa yang mengunjungiku sedang keluargaku tengah kacau begini?" Pikirku. Aku berjalan menuruni anak tangga menuju ruang khusus tamu asrama putri.
Sesampainya di ruang tamu aku melihat adikku Bian yang sedang terduduk diam. Aku sempat terkejut adikku yang masih duduk di kelas satu SMP itu mengunjungiku sendirian.
"Bi.." Panggilku. Kemudian ia mendongakkan kepala melihat ke arahku.
"Kamu sendirian?" Tanyaku.
"Iya mbak." Jawabnya. Kalau di ingat-ingat aku belum pernah menjumpainya sejak pertengkaran bapak dan ibuku waktu itu. Aku hanya bertemu Sian adikku yang masih TK di rumah ketika menjenguk ibu.
"Ada apa?" Tanyaku pelan padanya. Kemudian aku duduk disampingnya.
"Gimana mbak Alis disini?" Tanyanya.
"Mbak Alis baik kok. Kamu gimana? Beberapa waktu lalu mbak sempat pulang tapi tidak ketemu kamu."
"Aku baik mbak. Tapi.." Ia ragu-ragu melanjutkan. Aku seperti mengerti ada yang ingin ia bicarakan. Sebenarnya aku juga mulai khawatir dengan keadaan Bian karena pertengkaran itu tapi ia masih belum memiliki ponsel untuk bisa ku hubungi.
"Bi kamu baik-baik aja kan?" Tanyaku memastikan lagi.
Ia membalasku menggangguk kemudian menundukkan kepalanya. Namun aku melihat bulir-bulir air matanya menetes membasahi tangannya yang saling menggenggam. Aku yang menyadari itu tak kuasa juga menahan air mata. Aku memeluknya. Kemudian melepaskan tangisnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Isyarat
RomanceKisah roman biasa. Kisah tentang seorang siswi SMA yang memiliki krisis percaya diri akut. Amei begitu tertutup akan tetapi ia berusaha terlihat normal seperti gadis seusianya. Apa yang terjadi ketika ia bertemu dengan seorang player kelas kakap yan...