Move on?

17 3 0
                                    

Sejak pagi tadi kepalaku terasa pusing. Aku berusaha mendapatkan fokus ketika guru sedang menerangkan di depan. Penglihatanku kadang kabur namun beberapa menit kemudian menjadi terkendali lagi. Ketika jam istirahat aku hanya terduduk di bangku. Seperti tak memiliki tenaga untuk melakukan apapun.

"Mei kamu gakpapa?" Tegur Hima.

"Gakpapa Him." Jawabku singkat sembari sedikit meringis padanya. Tapi kali ini nafasku mulai terasa berat.

"Wajah kamu pucet."

"Aku kayaknya lagi kurang enak badan aja Him."

"Loh kenapa tadi masuk sekolah?"

"Tapi gak parah kok. Cuma kecapek an aja." Kemudian Hima meletakkan tangannya di keningku. Memeriksa suhu tubuhku.

"Ya ampun. Ini panas banget Mei! Nggak bisa nih, kamu pulang aja ke asrama!" Seru Hima.

"Aku beneran masih tahan kok Him. Gakpapa aku mau istirahat di kelas aja ya."

"Tapi.."

"Pleasee." Potongku dengan wajah memelas.

"Oke deh. Aku beliin kamu minum di kopsis bentar ya." Aku mengangguk mendengar kalimat Hima. Aku sudah tidak memiliki banyak tenaga. Lalu Hima meninggalkanku untuk pergi ke kopsis.

Sekarang kelas sangat sepi. Tak satupun ada orang, mereka semua keluar di jam istirahat. Aku mulai menundukkan kepalaku di atas bangku, kemudian suara pintu terbuka. Bukan pintu utama kelasku. Tapi pintu penghubung kelasku dan x2.

"Ceklek." Aku mendongakkan kepalaku lagi. Melihat pintu itu sudah terbuka. Tidak ada orang di balik pintu itu. Hanya saja..

Hanya saja tembok yang terlihat ketika pintu terbuka menunjukkan sebuah tulisan. Tulisan itu terukir cukup dalam.

"Hani ❤ Bima." Terukir sangat jelas, hingga cukup membuatku merasakan sakit. Padahal beberapa hari ini aku sudah berusaha melupkannya. Dalam hati aku bertanya.

"Siapa lagi Hani?"

"Apa selama ini aku tidak hanya di duakan?"

"Dan kenapa dia menunjukkannya padaku?"

"Kenapa dia terus menerus membuatku begini?!"

Aku sangat lelah. Aku berusaha menekannya di hatiku. Aku ingin tidur saja.

***

Aku sakit hari ini. Sejak pusing yang ku alami kemarin hingga kini bertambah parah. Akhirnya aku memutuskan tidak masuk sekolah. Aku menitipkan surat ijin pada Hima tadi pagi. Aku hanya sendiri di kamar sekarang.

"Dunia disini terasa sunyi sekarang.
Apa kabar?
Bagaimana angin berhembus di luar sana?
Bagaimana daun-daun yang berguguran?
Bagaimana senyum itu hari ini?
Begitu ramai.
Namun ku sadari aku hanyalah seorang diri.
Beradu bersama bayangan."

Aku mulai menulis di dalam kesendirian ini. Berharap satu persatu asa dapat terluapkan. Setidaknya ini cara agar aku berhenti menangis. Menangisi hal yang tak perlu. Hal yang tak pernah menginginkanku. Aku harus kuat.

Aku menggulung diriku dengan selimut lagi. Berusaha merebahkan kepalaku yang masih berat.

"Tok! Tok! Tok!" Suara ketukan pintu di luar kamar.

"Mei ini Tsana!" Suara samar dari balik pintu terdengar. Ternyata Tsana datang.

"Masuk Tsan." Jawabku pelan. Kemudian pintu terbuka. Tsana bergegas menghampiriku.

"Astaga Amei! Kamu sakit kok nggak ngasih kabar?!" Bentaknya padaku.

"Namanya juga sakit. Kalau bisa kasih kabar setiap waktu itu tandanya aku sehat." Jawabku sinis.

IsyaratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang