Aku Menyukaimu.

22 4 0
                                    

Sejak Bima mengatakan Amei tidak boleh menghindarinya, hari-hari berikutnya Amei berusaha tenang. Ia bahkan sering melatih cara tersenyum, berjaga-jaga jika harus benar menyapa Bima secara langsung. Mereka berdua juga masih sering bertukar kabar melalui telepon genggam.

Dalam seminggu ini Amei disibukkan oleh kegiatan OSISnya. Dua hari lalu setelah melalui sulitnya tes fisik untuk rekrutmen OSIS, akhirnya ia lolos. Dua hari berikutnya ia telah resmi dilantik menjadi anggota di dalamnya.

Akhir-akhir ini Amei sangat stres memikirkan kegiatan di OSIS, akan tetapi Bima selalu memberi semangat agar tidak menyerah. Hal itu membuat hari-hari Amei lebih bahagia dan terasa nyaman untuk terus berkomunikasi dengan Bima. Oh ya, meski ada larangan menghindar, karena jadwal OSIS yang padat Amei masih tidak pernah bertemu Bima secara langsung. Hingga pada suatu hari...

"Mbak Pit, air mineralnya satu ya!" Pesan Amei pada karyawati kopsis.

"Okay! Harganya masih belum naik, seperti biasa ya hehe." Canda mbak Pipit.

"Haha. Aku malah ngarep diskon mbak, kan aku udah langganan." Balas canda Amei, sambil merogoh uang di dalam sakunya. Tiba-tiba seseorang dibelakang Amei mengulurkan tangan ke mbak Pipit, memberikan uang 10.000 rupiah.

"Ini mbak Pit. Aku bayarin air mineral dia. Aku juga ambil susu ini ya!" Seru laki-laki itu dengan senyum, sembari menunjukkan susu botol yang diambilnya.

Jantung Amei terpompa sangat cepat. Mulutnya tertutup rapat. Amei masih menghadap ke arah mbak Pipit, tak berani sedikitpun melirik ke belakang.

"Oh oke. Ini kembaliannya!" Kata mbak Pipit dengan menyodorkan uang kembalian.

"Makasih mbak Pit!" Jawabnya dengan ramah. Kemudian mbak Pipit menyapa Amei lagi.

"Mei! Amei! Hei?" Kemudian menepuk bahu Amei.

"Ah iya mbak!" Jawab Amei reflek dari tepukan di bahunya.

"Lah kok bengong sih. Itu kamu nggak makasih habis dibayarin?" Tanya mbak Pipit heran.

"Oh iya." Amei langsung membalik arah badan. Ketika ia melihat wajah laki-laki yang tengah meminum susu dari botol itu. Hatinya bergejolak, sulit dikendalikan. "Itu beneran Bima!" bicaranya dalam hati. Amei langsung menunduk, mengalihkan pandangan dari wajah itu.

"Eee thanks buat minumnya!" Bicara Amei asal, tanpa memperdulikan ekspresi wajah Bima.

"Makasih doang nih?" Balasnya.

"Iyalah. Peritungan banget. Udah aku balik dulu!" Jawab Amei, dengan wajah menunduk. Ia pun memutuskan kembali terlebih dahulu ke kelas agar wajahnya yang memerah tidak terlihat Bima.

Bima tidak membalas lagi kalimat Amei. Amei juga tak menoleh lagi ke arah Bima. Ia teramat malu, ia takut perasaannya akan terlalu kentara dihadapan Bima.

#

Aku berjalan cepat menuju kelas, setelah pertemuan singkatku dengan Bima tadi. Sesampainya di kelas, aku duduk di bangku dan menenangkan hatiku yang terus terasa aneh.

"Ah hampir gila aku rasanya! Aku bahkan tidak sempat mempraktekkan senyumku padanya. Oh tidak! Kenapa aku selalu melakukan hal bodoh!" Gerutuku, terus memaki. Aku kemudian melihat air mineral yang tadi di belikan Bima.

"Gara-gara kamu nih botol! Hampir aja aku gak bisa pura-pura gak ada perasaan sama dia!." Setelah menggerutu aku diam sejenak. Mencerna kalimatku sendiri.

"Apa aku beneran suka dia?" Masih mengamati air mineral.

"Yaa Tuhan! Seharusnya aku tidak boleh begini sekarang! Kenapa aku harus menyukainya! Gimana nanti kalau aku suka sepihak, tambah nyesek kan jadinya. Ah aku tidak boleh begini! Hwaaa gimana ini!" Gerutuku semakin menjadi. Aku menjadi sangat galau.

IsyaratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang