Bimbang

59 2 0
                                    

"Pertemanan bukanlah hal mudah. Bersikap seolah sejalan padahal memiliki ego masing-masing"

........🍁

AKU tak pernah membayangkan, jika aku dan Fahri bisa bekerja sama dengan baik selama sebulan ini. Kegiatan amal yang dilaksanankan, berjalan dengan lancar dan sesuai rencana. Karena terbukti dalam evaluasi kemarin, tercatat hanya sedikit kekurangan kami.

Aku juga tidak pernah membayangkan, jika kerja sama antara aku dan Fahri membuahkan sebuah pertemanan. Setelah pulang bersama Fahri sore itu, kami menjadi lebih dekat seolah kami pernah saling mengenal. Pembicaraan kami tentang kegiatan amal, selalu berakhir dengan pembahasan diri sendiri.

Aku dan Fahri saling membicarakan pengalaman-pengalaman pribadi kami. Banyak yang baru kuketahui tentang Fahri. Di antaranya, tentang ia yang ternyata kuliah di luar negri dan akhirnya ia bisa menjadi dokter dengan cepat.

Aku juga baru tahu, jika di balik sikap formalnya, sebenarnya ia menyimpan sejuta sikap yang tak tersangka.

"Bangunin saya ya kalo jam makan siang habis. Saya harus ke rumah sakit." kini kami berdua tengah makan di kantin perusahaan ayahnya Fahri. Kegiatan amal memang telah berlalu sekitar satu minggu yang lalu. Namun entah kenapa, Fahri jadi lebih sering berkunjung. Padahal sebelumnya jarang, bahkan tidak pernah.

Fahri melipatkan kedua tangannya di atas meja, kemudian menenggelamkan kepalanya di antara lipatan tersebut, dan nampaknya sekarang ia sudah terlelap.

Inilah salah satu sikap tak tersangkanya. Tukang tidur😂. Satu kali pertemuan saja dengannya tak akan pernah terbayang jika Fahri orang yang seperti ini. Wajahnya yang cukup tampan dan sifatnya yang terbilang dingin pada orang-orang itu menipu. Membuatku sedikit muak saat ia bersikap sok cool.

Yang paling aku tidak suka dari Fahri adalah ini. Ia selalu saja membuatku menunggunya yang sedang tertidur. Dan entah mengapa aku menurut begitu saja setiap kali ia seperti ini. Kantung matanya selalu terlihat lelah, dan karena itu aku tidak memiliki alasan untuk mencegahnya tertidur.

Di tengah kejenuhanku menunggu Fahri dan menunggu jam istirahat berakhir, ekor mataku menangkap sosok yang tak aneh di pupil mataku. Ini tidak mungkin. Pasti itu orang lain. Aku hanya salah lihat mungkin.

Memangnya untuk apa Ayah di sini? Apalagi tadi kulihat, orang yang sempat kupikir adalah Ayah sedang mengobrol dengan Pak Ishaq. Dari mana memangnya ayah bisa mengenal Pak Ishaq?

Namun semakin mereka mendekat, lekukan wajah yang orang itu miliki memang sama persis dengan Ayah. Hingga saat ia duduk tak jauh dari kursiku dan Fahri, baru bisa kusimpulkan bahwa orang itu betul-betul Ayah.

"Ayah?" tidak sengaja aku bergumam. Namun sepertinya gumamanku cukup keras untuk membuat Fahri terbangun dari tidurnya.

"Ada apa, Dhir?" tanyanya langsung dengan suara parau khas orang bangun tidur.

"Pak Ishaq kenal ya, sama Ayah?" tanyaku pada Fahri, padahal aku yakin Fahri tidak memiliki jawaban atas pertanyaan tersebut.

"Ayah?" Fahri malah menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan juga.

"Ayahku," aku menjawabnya sembari menunjuk ke arah dua orang pria paruh baya yang duduk di kursi tak jauh dari meja kami dengan dagu.

"Saya gak tahu," jawabannya tak membantu apapun. Ia tak memberi informasi sedikit pun. "Saya pergi dulu ya, ini udah mau masuk shift kerja saya. Assalamualaikum," Fahri pamit meninggalkanku yang masih dirundung banyak pertanyaan. Aku berpikir sebaiknya aku menanyakan pada ayah nanti saja di rumah.

[SB I] Terperangkap Dalam Tanya [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang