Part 21 - First Date

4.5K 171 27
                                    

Part 21 – First Date

Deva tidak menginterupsi cerita Ran sama sekali sampai selesai. Ia menyimak dengan seksama dan mencerna semua dengan sikap hati yang tenang. Walau sebenarnya ada keinginan untuk menghajar orang-orang brengsek itu muncul di hatinya, tapi Deva menahan semuanya dengan baik. Jika ia berada di masa lalu Ran, sudah pasti para bocah brengsek itu akan ia hajar habis-habisan termasuk Rio.

Bukan hanya karena Ran menjadi gadis yang ia sukai saat ini, tapi tindakan bocah SMA sejauh itu sangatlah keterlaluan. Mereka perlu diberikan pengajaran khusus dan dididik apa artinya itu pria sejati. Yah, anggap saja dalam urusan satu ini Deva masih bisa dianggap sebagai seorang pria sejati. Lepas dari tindakannya yang berani meniduri Ran berkali-kali tanpa ikatan.

Ran tertunduk dalam sepanjang cerita. Gadis itu tidak berani mengangkat wajahnya hanya untuk sekedar menatap Deva sekilas. Memang tidak ada air mata tapi Deva melihat kedua tangan Ran yang bergetar dan saling bertaut resah di pangkuannya sendiri, terutama saat menceritakan kenangan pahit malam itu.

Ran sudah diam setelah menyelesaikan ceritanya sampai apa yang terjadi beberapa hari lalu, pertengkarannya dengan Alya dan Mario. Deva mengambil waktu sejenak mengamati gadis di hadapannya. Tangannya terulur menyentuh pipi Ran lalu mengangkat wajah itu agar bisa dilihatnya dengan jelas.

"Kenapa kau yang harus malu, Ran? Seharusnya para bocah ingusan brengsek itu yang malu atas tindakan mereka."

"Aku terlalu bodoh tidak bisa menguasai diriku."

Deva menggeleng tidak setuju, "kau terjebak."

"Semua mengatakan seperti itu. Tapi dari semua hal, aku masih belum bisa memaafkan kebodohanku malam itu."

"Aku tahu rasa sakitnya." Deva berkata tanpa mengurai tatapannya dari Ran membuat gadis itu mengerti arah pembicaraan. Tentu mengenai malam ia mendatangi Deva dan berani melemparkan diri untuk ditiduri pria itu pertama kalinya. Ia lagi-lagi kehilangan kepercayaan dirinya untuk menjawab. Kenangan akan obat laknat itu memang ikut memicu tindakan gilanya namun ada satu faktor lain yang membuatnya buta dan mengesampingkan akal sehat. Cemburu.

"Maaf." Ran tertunduk lagi namun dicegah oleh Deva. Pria itu terdiam sebentar sebelum mengeluarkan senyum tipis.

"Aku tidak berniat menyinggung kejadian malam itu, tapi kau melakukannya bukan untuk menjebakku kan?"

Pertanyaan sama yang pernah dilontarkan Deva sewaktu salah paham dulu, hanya bedanya kali ini pria itu bertanya dengan nada usilnya membuat Ran juga memberikan reaksi yang berbeda. Entah sudah berapa kali Deva membuatnya cemberut pagi ini.

"Sudah kubilang jangan menggodaku dengan bibirmu yang begitu!" Peringatnya sok galak. Tahu Ran bisa benar ngambek setelah ini maka ia memutuskan kembali serius. "Sekarang traumamu sembuh?" Deva mengingat hari di mana mereka pergi ke waterpark dan tidak menyadari adanya kejanggalan pada sikap Ran bertemu kolam renang.

"Sangat jauh lebih baik tapi masih proses. Asal bukan kolam renang berbentuk segi empat atau memanjang seperti di tempatmu, aku masih berani walau sendiri. Hingga sekarang, sebenarnya aku tidak terlalu suka berada di keramaian atau bertemu orang-orang yang tidak kenal dekat. Alya selalu ada di sisiku sejak awal dan kehadirannya yang menenangkanku, I feel secure with her. Alya selalu menjadi kunci untuk membuatku tenang."

Deva kini teringat akan kejadian dulu saat Ran tertimpa ratusan goodie bag dan nama Alya yang disebut Ran pertama kali. Dulu ia tidak berpikir sejauh ini, tapi ternyata Ran memiliki alasan sendiri meminta Alya untuk datang.

Ia mengulum senyum tipis. "Aku bangga padamu. Kau berani mengatasi ketakutanmu dan melangkah maju."

Ran mengangguk setuju untuk hal satu ini. Sesekali ikut memuji diri sendiri tidak masalah kan? "Aku tidak pernah mau membuat orang tuaku malu. Setiap ingin menyerah, dalam hal apapun, aku selalu mengingat mereka."

The Last Goodbye (The Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang