Part 1 - Dia

18.7K 280 16
                                    

Chapter 1 – Dia

Kesepuluh jari-jari ramping itu bergerak lincah di atas keyboard berhuruf mengeluarkan suara 'tik' yang saling bersahutan. Siapa pun yang melihat dapat dipastikan tak berani mengganggu kesibukan sendiri gadis di salah satu sudut Cafe yang sedang cukup sepi pengunjungnya di tengah hari seperti ini.

"Ran!" Sapa seseorang diikuti dengan tepukan agak kencang di pundak Ran, yang terkaget hingga terlonjak dari tempat duduknya. Ran mendesis kesal kala melihat sahabat baiknya sedang nyengir tak berdosa karena sudah membuatnya hampir terkena serangan jantung.

"Kau terlalu serius." Sahut Alya membela dirinya sebelum diprotes kemudian duduk tepat di kursi kosong depan Ran.

"Deadline nya besok, Al!" Balas Ran dengan gemas. Kalau saja mereka sedang tidak berada di tempat umum, Ran sangat yakin Alya sudah akan meringis kesakitan karena ia cubit.

"So what? Aku saja belum mengerjakan tugas itu."

"Urusanmu jangan jadikan urusanku." Dengus Ran.

"Hey, sudahlah! Deadline paper kita masih besok jam tiga, sekarang lebih baik ikut aku."

Ran mengernyit mendengar tawaran Alya yang sepertinya lebih menggoda. Bagaimana tidak, kalau ia sudah stuck dengan laptop tercintanya sejak dua jam lalu hanya untuk mendapatkan bahan tugas menulisnya dan itu harus dalam bahasa Inggris.

Baik Ran maupun Alya sebenarnya merasa bahwa tugas mereka ini hanya merepotkan. Tugas mata kuliah umum Pancasila yang selalu menggunakan bahasa Indonesia, entah bagaimana ceritanya dosen mereka memberikan tugas untuk membuat essay mengenai pandangan mereka mengenai ideologi bangsa dalam bahasa Inggris.

"Ke basecamp. Aku kan membantu acara sosial hari Kamis depan."

"Ogah! Aku mau menyelesaikan tugas saja." Tolak Ran mentah-mentah. Enak saja semudah itu membuyarkan inspirasinya yang baru saja datang.

"Ayolah Ran.. Aku sangat tahu kalau the power of kepepet itu lebih ampuh dari pada kau menghabiskan waktu seharian di sini." Bujuk Alya tidak menyerah.

"Alya, no!"

"Ran, yes! Yes, yes yes??" Mohon Alya dengan nada yang sedikit merajuk tapi tetap mendapat penolakan dari Ran yang menggelengkan kepalanya. "Deva akan datang hari ini." Tambah Alya seperti seseorang yang sedang menambahkan penyedap pada masakannya siang ini.

"Gak ngefek, Al."

"Ah masa?"

" Gak ngefek sama sekali."

"Yah, bagaimana bisa ia menyadari kehadiranmu kalau muncul hanya saat project tertentu saja?" Sindir Alya dengan raut sedih sebagai upaya masih tetap tak ingin kalah dari perdebatan mereka.

"Al!"

"Aku hanya berkata jujur, Ran."

"Aku hanya mengaguminya, itu saja. Tidak butuh pengakuan."

"Yakin?"

Ran menghela nafas kesal. Berdebat dengan Alya jauh lebih meletihkan dari pada menyimpan perasaannya diam-diam karena ini akan membutuhkan waktu yang lama.

***

Ran's POV

Aku menatap datar Alya yang berdiri tidak jauh denganku sedang berbincang seru dengan beberapa orang lainnya, yang tidak terlalu aku kenal. Well, aku tahu nama mereka namun tidak kenal dekat. Yah, di sinilah aku. Akhirnya aku kalah dalam perdebatan yang memakan waktu setengah jam lebih dan mengikuti Alya ke basecamp ini.

The Last Goodbye (The Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang