1. Begining of real pain

6K 409 17
                                    

Jangan lupa vote and comment.






"Code Blue.....Code Blue..... Pasien kamar 103."








Panggilan darurat yang memekakkan telinga, membuat seorang gadis yang hendak menyuap sesendok nasi harus menundanya dan segera berlari ke kamar yang dimaksud. Dia bukan binaragawan namun larinya begitu cepat seperti seorang yang akan kehilangan waktunya.

Oh ya, hanya sebagai perkenalan singkat tentang gadis itu dan lebih baik tidak banyak basa-basi. Namanya Annastasya Teresa Lee Hanteelar dan orang-orang biasa memanggilnya Anna. Bisa terlihat jelas dari namanya bukan jika gadis itu memiliki kewarganegaraan ganda.

Ibunya berasal dari Belanda dan sang ayah berdarah campuran Korea-Perancis. Usianya akan menginjak 33 tahun empat bulan lagi. Di usianya yang begitu muda gelar dokter bedah sudah menempeli namanya. Otaknya tak perlu diragukan lagi walau temperamennya begitu buruk. Cita-citanya adalah menjadi professor bedah wanita termuda walau perjalanan yang harus dia tempuh masih sangatlah panjang.

"Dokter Lee tanda vitalnya memburuk," panik seorang perawat yang menangani pasien tersebut. Jelas sekali jika dirinya gelisah.

"Lakukan CT Scan dan pemeriksaan dasar lainnya secepat mungkin kemudian siapkan OR sekarang juga. Kita akan lakukan operasi darurat dan 2 hari lebih awal dari yang diperkirakan. Mundurkan jadwal konsultasiku dengan pasien sekitar 45 menit." Tak ada raut khawatir dari wajah sang gadis. Hanya garis wajah tegas penuh tekad yang terlihat.

"Baik dokter."

"Annastasya Teresa Lee Hanteelar." Langkahnya yang tadi hendak berlari ke ruangannya, kini tercekat karena panggilan seseorang. Pria dengan wajah rupawan dan senyuman manis yang memanggilnya.

"Mau apa dokter spesialis penyakit dalam di wilayah departemen bedah umum?"

"Wow, jangan terlalu sensitif denganku! Baiklah, maaf menganggu. Sepertinya kau sibuk. Aku hanya ingin memberitahumu tentang siapa yang baru saja mendapat jabatan sebagai professor bedah digestif."

"Menurutmu aku peduli?"

"Pasti. Kau akan terkejut nanti saat tahu. Mungkin dia yang akan mengambil alih kasusmu. Cepatlah bersiap! Kau mungkin akan menemuinya di ruang operasi."

"Terimakasih untuk informasinya dokter Jeon."

"Ingat. Jangan berteriak atau mengamuk saat kau melihatnya!"

Kalimat itu masih membekas di otak Anna tadi, tapi entah mengapa dia mendadak melupakannya. Emosinya meletup hingga ke ubun-ubun hingga rasanya ingin sekali menancapkan pisau bedah pada wajah gadis di depannya.

"Aku yang akan memimpin operasi kali ini."

"Hey, jangan bercanda! Gadis tak punya otak sepertimu mana bisa memimpin operasi nona Chaekyung? Kau bahkan tidak ikut dalam rapat para dokter spesialis mengenai prosedur operasi terhadap pasien ini. Ck, dunia macam apa yang aku tinggali hingga orang bodoh sepertimu begitu mudah lulus ujian Professor hanya karena kau memiliki koneksi." 

Rumah Sakit tempat Anna bekerja memang memiliki protokol untuk melakukan rapat antara dokter spesialis apabila akan memulai tindakan operasi. Rapat dilakukan saat awal dokter berkesimpulan jika pasien butuh tindakan operasi, sehingga pada saat darurat dokter sudah siap dengan prosedural yang harus mereka pilih. 

"Jaga sopan santun pada kakakmu, Dokter Anna!"

"Aku tak pernah ingat punya hubungan darah dengan gadis idiot sepertimu."

"Kalau begitu hormati aku sebagai professor di sini!"

"Gila. Kau rayu seperti apa daddy hingga dia berani membiarkan nyawa melayang di tangan gadis tak punya otak nan idiot sepertimu, huh? Bagaimana bisa para petinggi bisa memberimu gelar itu? Kau bahkan tidak becus mengajar para mahasiswa kedokteran."

Pain || JJH  (DITERBITKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang