[Part 23] Black Pepper

1.9K 303 17
                                    

like a spicy cherry pepper

that slurps filths coves

through a black tongue

and open-mawed bite

---

Delta mengamati pemetaan yang dibuat oleh Nightlord

"Jadi, ada sebuah pulau di koordinat itu?" Delta menelusuri peta dengan pandangannya yang tajam dan mempelajari koordinatnya.

"Sebaiknya kita pastikan saja," saran Lucifer. "Sekalian mencoba 'The Frog', kendaraan amfibiku sudah layak uji coba."

"Bagaimana dengan cuacanya?" tanya Delta. "Jangan sampai kita terjebak badai yang sama seperti yang membuat Errial menghilang kemarin."

"Empat hari ini cuaca akan cukup cerah, setelahnya kita harus menunggu berminggu-minggu sebelum bisa melakukan ekspansi kembali," terang Nightlord sambil menunjuk layar LED di hadapannya, terlihat prakiraan cuaca pada koordinat yang dimaksud untuk beberapa hari kedepan.

"Baiklah, persiapkan semuanya dan kita akan melakukan operasi penyelamatan secepatnya, kita tidak boleh membuang waktu lagi," perintah Delta.

---

Helen mengamati Jayden dari kejauhan. Lelaki itu bertelanjang dada berdiri di atas pasir pantai yang tenang dan sesekali mengamati terumbu karang di bawah kakinya, dengan kedalaman bening air yang mencapai setengah meter, masih memungkinkan mata lelaki itu mengawasi ikan yang bergerak diantara karang dan dengan tepat menombak ikan yang diincarnya.

Jayden begitu indah.

Walaupun fakta lelaki itu membunuh ayah kandung Helen, tidak mampu membuat Helen benar-benar membenci Jayden.

Ahh, tapi Errial Alkhantara sudah mati.

Semoga selamanya lelaki itu mati dan sekarang yang ada hanyalah Jayden Arkhant. Ironis sekali, nama yang ada di script film yang pernah dibaca Helen, nama itulah yang kini disandang lelaki itu.

Lagipula, hidup di pulau ini berasa surga, dengan keterampilan yang dimiliki Jayden, lelaki itu seolah memiliki pengalaman tangguh untuk hidup di tengah alam liar, jenis manusia yang bisa survive tanpa kehidupan modern.

Lihat, tak berapa lama Jayden sudah mengantongi beberapa ikan yang dia masukkan ke sebuah wadah anyaman yang dia belitkan di pinggangnya. Begitu seksi. Kalau Helen boleh meminta pada Tuhan, biarlah mereka hidup selamanya seperti ini, di sini saja, karena Jayden cukuplah untuk menjadi dunianya. Karena selama ini Helen hidup dalam limpahan kemewahan yang semu, bahkan dia bukan pemilik tubuhnya sendiri.

Jayden menghentikan perburuannya hari itu lalu beranjak menjauhi karang dan mendekati Helen.

"Ada tempat yang asyik kutemukan di dekat bukit sana, kita bisa membakar ikan di sana," Jayden menunjuk sebuah bukit karang di belakang Helen."

Helen mengangguk antusias. "Baiklah."

Tak lama mereka menuju jalan setapak menaiki bukit perlahan. Cuaca begitu cerah dan matahari bersinar cukup terik, sehingga di tengah perjalanan Jayden memetik beberapa buah kelapa muda baru kemudian meneruskan perjalanan.

"Wahhh...ini keren..." Helen menatap sekeliling dengan antusias. Jayden tersenyum. "Di sini juga ada beberapa pohon pepaya, kita bisa memakan buahnya, entah biji buah-buahan ini berasal dari mana, kemungkinan karena dibawa oleh burung-burung," dengan sigap Jayden melubangi buah kelapa dan memetik beberapa batang daun pepaya, memotongnya sedemikian rupa untuk membuat semacam sedotan sehingga mereka bisa meminum kelapa dengan nyaman.

US - Love and LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang