"ANJIRR.. DIRA AKHIRNYA LO SEKOLAH JUGA." teriak Irene menggelegar.
"Bacot lo nyet, di kecilin." kesal Bara yang baru saja masuk kedalam kelas yang diikuti Arka dibelakangnya.
Irene mendelik, tak terima dikatai monyet oleh Bara. Gadis itu berdecak lalu memusatkan perhatiannya ke Dira lagi.
Dira tersenyum, rasa rindu menguap begitu saja saat melihat sahabat-sahabatnya yang begitu perhatian dan khawatir padanya.
Dua hari lalu mereka berkunjung kerumah Dira sekedar ingin memastikan apakah Dira baik-baik saja. Namun, bi Ida mengatakan Dira tak ingin diganggu, dan dengan berat hati mereka berlima pulang tanpa tau keadaan Dira.
"Lo kemana aja sih? Kita samperin kata bi Ida lo gak mau ketemu siapa-siapa dulu. Lo kenapa Dir? Cerita sama kita." tanya Naya yang terlihat begitu khawatir.
"Maaf ya. Gue udah buat kalian khawatir, soal kemarin gue gak mau ketemu kalian, gue minta maaf. Gue masih butuh sendiri buat nenangin pikiran gue. Sekali lagi gue bener-bener minta maaf sama kalian." ucap Dira merasa bersalah. Frida mengangguk, gadis itu berjalan kearah Dira lalu memeluk tubuh mungil Dira erat."Gue kangen tau gak sama lo. Jangan ngilang-ngilang lagi ya. Kasian noh si Bara sama Arka." ucap Frida jail sambil mengerlingkan matanya kearah Arka dan Bara yang salah tingkah.
"Apasih lo. Sotoy." elak Bara malu.
Frida mendengus, jijik melihat muka merah padam yang Bara coba sembunyikan. Dan hal itu malah mengundang gelak tawa mereka berenam.
•••
"Gue denger, bakal ada anak baru dikelas 12 IPA3." celetuk seorang siswi dari arah berlawanan. Arka tak tertarik. Pemuda itu terus berjalan dengan tangan yang dimasukkan kedalam saku celana nya.
"Katanya pindahan dari Amrik. Dan gue denger dia anak dari keluarga Mahendra. Pengusaha besar itu loh." ucap siswi satunya.
Langkah Arka langsung terhenti saat mendengar nama keluarga mahendra disebut dalam obrolan kedua siswi itu. Tangannya mengepal. Menahan amarah yang bergejolak dalam dirinya, baru saja pemuda itu ingin pergi. Tiba-tiba sebuah tubuh menabrak dada bidangnya membuat langkah Arka memundur beberapa langkah.
"Sorry-sorry gue gak sengaja. Lo gak pap_" gadis itu langsung menghentikan ucapannya. Kaget melihat siapa yang sudah ia tabrak.
"Arka." ucapnya lirih. Mata itu langsung berkaca-kaca saat melihat Arka ada di depannya.
Arka tak merespon. Pemuda berlalu begitu saja tanpa menghiraukan keterkejutan gadis itu.
"Arka tunggu." panggil gadis itu mencoba mencegah Arka pergi. Ia menggenggam tangan besar milik Arka, merasakan hangat genggaman pemuda yang pernah mengisi hatinya itu.
Dengan sentakan kasar, Arka langsung melepas genggaman itu. Napasnya naik turun seakan menahan amarah saat dengan beraninya gadis itu menggengam tangannya.
"Jangan. Pernah. Lo. Sentuh. Gue." ucap Arka penuh penekanan.
"Ar, aku bisa jelasin. Please dengerin dulu penjelasan dari aku." mohon gadis itu, berharap Arka mau mendengarkan penjelasannya.
Arka tersenyum sinis. Wajah tampannya langsung mengeras saat menatap kearah gadis yang sialnya pernah ada dalam kehidupannya. Dengan tatapan tajam bak membunuh. Arka mendekatkan wajahnya tepat kearah wajah gadis itu.
"Dengerin gue Flora. Gue gak butuh penjelasan lo, dan gak mau liat lo ada di hadapan gue lagi. Jadi, mending lo jauh-jauh dari hidup gue. Atau_" Arka langsung menghentikan ucapannya. Dan semakin mendekatkan wajahnya hingga gadis bernama Flora itu menahan nafas saat wajahnya dan Arka begitu dekat. "Gue bakal buat hidup lo gak tenang seperti lo buat hidup gue hancur." lanjut Arka sinis.
Pemuda itu langsung menjauhkan wajahnya dari Flora. Ia merasa muak saat menatap wajah itu lagi.
"Ar, aku masih sayang sama kamu. Please maafin aku." ucap Flora tak menghiraukan ancaman Arka.
Arka terkekeh. Menertawakan kebodohan Flora yang begitu membuat Arka geli. Pemuda itu menatap tajam manik mata Flora. Mempertegas bahwa ia tak ingin melihat gadis itu lagi.
"Lo bilang sayang sama gue. Cih, bullshit." decih Arka sarkas.
Mata Flora berkaca-kaca. Gadis itu begitu terluka akan perubahan Arka. Arka yang dulu ia kenal tak sedingin sekarang. Arka yang ia kenal begitu hangat, manis dan perhatian. Dan sekarang ia tak melihat itu lagi dimata Arka. Hanya ada kebencian dan kebencian disana. Membuat hati Flora sakit saat menerima tatapan tajam dari Arka.
Arka tak perduli, ia mencoba mengabaikan Flora yang mulai terisak karna ucapannya yang terbilang menyakitkan. Banyak pasang mata yang menatap kearahnya, namun ia tak perduli. Ia hanya acuh tak acuh dengan tatapan penasaran dari berbagai orang. Hingga akhirnya matanya melihat kearah gadis yang juga melihat kearahnya. Mata mereka bertemu, namun dengan segera gadis itu memutusnya dan pergi dari rumunan orang-orang yang penasaran akan perdebatannya juga Flora.
'Dira.' batin Arka saat melihat Dira yang pergi begitu saja
•••
"Ren, Dira mana?." tanya Arka yang baru saja masuk kedalam kelas setelah perdebatannya dengan Flora tadi.
"Lah. Bukannya tadi dia mau nyari lo katanya. Kok malah lo yang nyariin." bingung Irene pada Arka.
Arka menggeram, ia lalu langsung pergi meninggalkan Irene begitu saja.
"Kenapa sih." tuturnya masih bingung.
Arka berdecak. Pemuda itu sudah mencari Dira sedari tadi, di mulai kantin, perpus, taman, hingga lapangan. Namun tetap saja ia tak menumakan gadis itu. Dalam hati sumpah serapah tak pernah henti-hentinya Arka ucapakan untuk Flora. Gadis sialan itu yang menyebabkan hidupnya hancur dan berantakan.
"Dir. Lo dimana sih? Kenapa tatapan lo kaya gitu tadi?" lirih Arka pada dirinya sendiri. Ia masih saja mancari keberadaan Dira.
Dan dapat. Gadis itu sedang duduk dibawah pohon, dihadapannya terdapat danau yang memang berada di sekolah itu.
Arka menghela napasnya, lalu berjalan mendekati Dira yang sedang melempar batu kecil kedalam danau.
"Gue cariin juga. Malah disini." ucap Arka saat sampai disamping Dira. Ia lalu duduk disebelah Dira.
Dira mendongak, menatap pemuda yang saat ini tengah menatap dirinya dalam. Gadis itu langsung mengalihkan tatapannya, dan kembali melempar batu kecil kedalam danau.
"Marah?" tanya Arka yang tak mendapat jawaban.
Dira menatap Arka lagi. Gadis itu berdecak, lalu bangkit dari duduknya. Siap untuk meninggalkan Arka yang masih diam.
"Lo cemburu?" telak. Dira langsung diam saat Arka mengucapkan kata itu. Tubuhnya serasa kaku dan jantung nya berdetak kencang saat Arka mulai bangkit dan berdiri dihadapannya saat ini.
"Lo cemburu liat gue sama Flora?" tanya Arka lagi.
Dira tetap bungkam, ia tak berani menatap mata hitam milik Arka yang malah menghanyutkan nya.
"Jangan cemburu, dia cuman masa lalu gue" ucap Arka sambil mengelus puncak kepala Dira.
Dira mendongak, menatap pemuda dihadapannya itu. Senyuman terbit disudut bibir Arka, dan Dira pun tersenyum saat Arka menarik tangannya dan menubrukkan tubuh mungil Dira ketubuh Arka.
"Gue sayang sama lo." bisik Arka pelan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak FRIENDSZONE
Fiksyen RemajaApa jadinya jika sebuah persahabatan berubah menjadi sebuah perasaan? Apa kalian ingin mengungkapkan? Atau hanya diam dalam cinta dan kesakitan yang mendalam?