Chapter 9: The Wedding part 2

50.4K 2.4K 7
                                    

“Mendingan lo jauhin Julian.” Suara perempuan itu terdengar familiar. Dia bukannya yang tadi siang bersama Julian?

 

Aku tidak menghiraukannya. Kenapa semua perempuan di acara ini menghujamku terus-terusan. padahal bukan salahku semua laki-laki itu mendekatiku. Aku bahkan sudah berusaha menjauhi mereka. Lagipula kenapa perempuan-perempuan ini sepertinya tidak punya harga diri sama sekali. Mereka mencari masalah hanya karena seorang lelaki. Aku merasakan air dingin yang mengguyur seluruh badanku. Aku meliat perempuan itu menyiramku dengan soft drink yang ada di meja. Aku menatapnya dengan tatapan tidak percaya.

 

“Kesombongan lo bikin gue kesel.” Katanya sambil tersenyum licik.

 

“Lo yang harusnya berenti sombong.” Aku melihat Valencia yang menyiram fanta merah kepada perempuan itu.

 

Aku merasakan jas seseorang yang dilingkarkan di badanku. Aku melihat Julian datang di sampingku dan merangkulku. Kemana saja dia dari tadi? Kenapa dia selalu muncul di saat-saat seperti ini? Dia menjentikkan jarinya. Saat itu juga pihak keamanan datang dan menyeret perempuan itu keluar dari ballroom.

 

“Maafin temen gue ya. Gue bener-bener malu punya temen kayak dia.” Kata Valencia. Dia kelihatan merasa bersalah.

 

“Ngga papa kok Val. Gue suruh Sella yang lanjutin shooting videonya ya.” Kataku segera menekan tombol walkie talkie-ku. Setelah itu aku melepaskan jas milik Julian dan jalan menjauh. Tiba-tiba saja, tanganku ditarik oleh Julian.

 

“Ikut gue.” Laki-laki itu berbicara dengan serius. Aku benar-benar tidak berani melawannya saat dia memberika ekspresi itu. Dia berjalan ke arah lift VIP. Kami berdua berdiri di depan lift untuk menunggu lift itu sampai di lantai tempat kami berada. Begitu pintu lift terbuka, dia lagi-lagi menyeretku masuk ke dalam dan memencet tombol lantai paling atas yang ada di lift itu. Dia menggesek kartunya dan lift berjalan ke atas. Jangan bilang kalau dia akan membawaku ke sebuah kamar. Dia tidak akan berbuat macam-macam kan? Begitu  lift terbuka, aku melihat ruangan yang benar-benar luas. Daripada hotel, ruangan ini terlihat lebih mirip dengan penthouse. Bahkan ada dapur dan ruang tamu sendiri. Aku melihat jendela yang pemandangannya menuju ke arah pantai. Jangan-jangan ruangan ini ada persis di bawah kolam renang. Julian menggeretku lagi-lagi ke dalam kamar mandi.

 

“Mandi dulu gih. Lo pasti ngerasa lengket kan?” Katanya.

 

“Ngga usah. Gue mau pulang aja.” Kataku menolak. Dia menahan tanganku yang ingin keluar dari dalam kamar mandi.

 

“Lo mau naik apa? Bukanya semua anak buah lo lagi sibuk di bawah?” Katanya.

 

“Kan bisa naik taksi.” Kataku.

 

“Malem-malem gini? Dengan penampilan kayak gini? Ntar kalo lo diculik sama supir taksinya trus diperkosa gimana?” Katanya menakut-nakuti. Aku jadi merinding. Memang aku tidak suka naik taksi kecuali jika terpaksa. Kata-katanya ada benarnya juga. Taksi di Jakarta banyak yang berbahaya.

Possessive LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang