❝Biarkan aku mencintai kamu tanpa alasan, karena dengan begitu aku juga gak akan punya alasan buat ninggalin kamu.❞
-Jeno.
Semua dimulai saat Karina melihat mayat yang tergeletak di sebuah toilet stasiun.
#5 in nctjeno [190327]
#12 in nctfanfiction...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Maaf sebelumnya, di part ini ada bagian yang sedikit tidak pantas untuk anak dibawah umur😂 Dan untuk yang agak risih bacanya bisa di skip aja. Nanti pas mau mendekati adegan itu ada tandanya kok.
Oke
Selamat membaca~
Karina melangkahkan kakinya ragu mendekati pintu gerbang. Jeno merangkulnya dengan setia, dia seolah meyakinkan perempuan itu. Jujur saja Karina sangat merindukan kedua orang tuanya, dia hanya sedih mengingat masalah yang datang dan merusak kebahagiaan keluarga kecilnya itu.
Tangannya perlahan dan penuh keraguan menekan bel rumahnya. Dua kali ia menekan tombol itu agar orang rumah dengar jika ada tamu yang datang.
Seseorang kemudian datang dan membuka gerbang itu, munculah seorang perempuan berambut sebahu. Tentu saja itu Elina. Dengan cepat ia menarik tubuh Karina ke pelukannya.
Anak berambut pirang itu melebarkan mata, dia terkejut mendapat sebuah pelukan dari ibunya. Pelukan yang ia rindukan sekali. Air mata pun tak terbendung lagi.
"Ma... Karina kangen mama..." Desisnya.
"Iya, mama juga." Sahut Elina yang mengelus punggung putri semata wayangnya.
Perlahan pelukan itu melonggar. Elina menyeka air mata yang jatuh membasahi pipi Karina.
"Maafin mama."
"Iya ma..."
"Masuk dulu yuk." Karina mengajak putrinya masuk ke dalam rumah.
Langkahnya kemudian terhenti, ia berbalik dan memberi tanda kalau ia mempersilakan Jeno ikut masuk ke dalam.
Renjun berjalan mendekati Karina yang tengah dirangkul oleh istrinya.
"Rin..." Panggil Renjun ragu-ragu.
Renjun melangkah mendekati Karina. Anak itu sempat ingin menghindar, namun berpikir mungkin tidak ada salahnya mendengarkan penjelasan papanya lebih dulu.
"Maafin papa."
Semua orang terkejut melihat Renjun bertekuk lutut di depan putrinya hanya untuk meminta maaf.
"Maafin papa, Rin. Tolong maafin papa kamu ini."
"Njun." Desis Elina yang mencoba untuk menuntun Renjun kembali berdiri, tapi lelaki itu tidak mau.
"Maafin aku juga Elina. Aku banyak salah sama kamu, bahkan kamu lupa ingatan itu karena aku..."
