17. Pertanyaan yang Harus Dijawab

3.5K 250 12
                                    

Happy reading!

------------

Daniel tidak baik-baik saja. Terlihat dari wajahnya yang lelah. Sementara sebelah tangannya memijit pelan kepala yang dipenuhi masa lalu. Dimulai dari ayah dan ibunya, lalu tentang pertemanannya bersama Jack dan Justin, diikuti Jia, serta tidak ketinggalan Danzell. Kilas balik yang buruk. Semuanya terlintas satu persatu. Padahal di atas meja saat ini ada laporan yang baru saja Carlos berikan, tapi tak sedikit pun Daniel sentuh atau berniat membukanya.

Penyesalan memang selalu datang terlambat. Daniel mengakui itu dan tak bisa tak setuju. Meski ayahnya pernah mengatakan tidak ada gunanya menyesal, namun ia bukan sang ayah. Philip tak jauh berbeda. Wizard tua itu melarangnya menyesali sesuatu yang akan ada gantinya di masa depan. Tentang kebahagiaan.

Beberapa menit kemudian pikiran Daniel lebih terganggu. Tidak menduga akan kedatangan empat orang sekaligus, termasuk Laura di antara para pria yang tak ingin ia temui.

“Apa yang membawa kalian kemari?”

Daniel menatap tajam. Sementara keempatnya memberikan balasan berbeda. Nero dengan pandangan biasa. Danzell yang tak kalah tajam. Laura yang cemas. Sedangkan Jack menatap ke arah lain, menghindari Daniel. Bahkan jaraknya dengan yang lain pun terbilang agak jauh.

“Kami ingin menanyakan sesuatu, Ayah.” Danzell buka suara. Mewakili yang lainnya.

“Pertanyaan macam apa yang membuat kalian datang bersama?” Sebenarnya Daniel bisa menebak. Hanya saja ia tak ingin terburu-buru. Tetapi mau tidak mau saat Danzell menanyakannya, ia tak memiliki alasan untuk menyembunyikannya lagi.

Satu menit berlalu. Danzell masih diam sejak melirik sang Beta yang tidak seperti biasanya. Seakan menghindari sang ayah mengingat pria itu juga tidak hadir di meja makan tadi pagi. Biasanya dalam situasi sekarang, Jack adalah orang paling gencar menanyai ini dan itu.

“Apakah ada sesuatu antara Ayah dan Laura?” Danzell akhirnya bertanya.

“Pertanyaan apa itu?” Sesuai dugaan Daniel, pertanyaan Danzell mengarah ke sana.

“Katakan saja yang sebenarnya.” Danzell mulai tidak sabar.

“Jujur saja bahwa kau adalah mate yang Nona Laura cari. Tidak perlu ditutupi lagi. Kalian bahkan sudah tepergok dua kali.” Jack yang sejak tadi menahan diri dengan tidak sabaran ikut bicara.

“Karena kalian sudah curiga, aku tidak perlu menyembunyikannya lagi.” Daniel berjalan mengitari meja. Mendekati Laura yang gugup.

Danzell yang melihat itu tak berkedip. Untuk pertama kalinya ia melihat sang ayah dengan tatapan lembut. Tak tanggung-tanggung, ayahnya bahkan menggenggam tangan Laura. Memperjelas hubungan mereka.

“Benar. Aku mate-nya,” ucap Daniel seraya menatap Danzell. “Kau tidak keberatan, bukan?”

Danzell berpikir keras. Apakah ia keberatan? Jauh di dasar lubuk hatinya ia sangat keberatan.

Selama ini Danzell dibesarkan tanpa sang ibu. Ia kesepian. Ayahnya terlalu sibuk, dan hanya Alisia yang selalu ada menggantikan ibu yang tidak pernah ia tahu, bahkan pembunuh ibunya pun ia tidak tahu sama sekali. Ayahnya dan semua orang yang mengetahui kejadian malam itu menutup mulut dengan sangat rapat. Menyembunyikan kebenaran dari yang lainnya. Danzell bahkan tidak tahu jika sang ibu pernah di penjara. Tak ada satu orang pun yang berani memberitahunya. Dan sekarang, tiba-tiba sosok perempuan lain hadir untuk menggantikan ibunya. Bagaimana bisa ia tidak keberatan?

Danzell bahkan tidak rela.

Ia masih diam dan tidak banyak bertanya hingga sekarang karena percaya bahwa suatu saat akan tiba waktunya. Ia masih mempercayai dua kata yang selalu menjadi keyakinannya.

Suatu hari.

Danzell berharap suatu hari nanti ia bisa mengetahui kenyataan tentang ibunya, meski harus menunggu lama. Ia ingin mendengar sendiri dari sang ayah tatkala bercerita tentang sang ibu padanya.

“Sepertinya kau keberatan,” tebak Laura. Ia yang sebelumnya diam saja tak tahan dengan tatapan Danzell dan matanya yang memerah.

“Apa yang bisa kulakukan? Mungkinkah aku bisa melarang hubungan kalian? Yang mana sejujurnya tidak seorang pun bisa menentang kehendak Moon Goddess.” Tatapan Danzell tampak sendu. Suaranya memberat. Ia berusaha menahan diri. Mencoba berbesar hati. “Aku ... hanya akan meminta satu hal. Jangan pernah melupakan ibuku, dan menggantikannya sepenuhnya dengan perempuan lain. Seperti yang selama ini Ayah lakukan, teruslah memikirkan ... dan merindukannya.”

Tatapan sedih Danzell terlihat jelas di mata Daniel. Karena itu Daniel menyadari bahwa putranya sudah semakin dewasa.

Lantaran tidak sanggup menjadi pria lemah di hadapan sang ayah, Danzell memilih pergi begitu saja. Ia tidak ingin banyak bicara. Ia juga tidak membutuhkan jawaban lagi. Yang tersisa di kepalanya hanyalah keinginan sederhana. Berharap ibunya tetap menjadi yang utama. Tidak peduli siapa Laura. Tidak peduli masa depan atau masa lalu. Danzell tidak ingin ibunya dilupakan. Cukup dirinya saja yang tak bisa mengenang karena memang mereka tidak pernah memiliki kenangan.

Danzell tetaplah dirinya. Meski terlihat dingin dan cuek, ia tetaplah pria lemah jika menyangkut Jia. Rindu dan cintanya bahkan lebih besar pada sang ibu dibanding apa pun. Rasa sakitnya tak terbendung. Begitu menyiksa karena tidak pernah melihat sosok Jia. Setiap hari bahkan sejak kecil hingga dewasa, Danzell hanya mampu memendamnya seorang diri.

Daniel yang mengetahui perasaan putranya saat ini tak berniat mencegah. Danzell tentu butuh waktu. Dalam sekejap mata jelas tak mudah menerima kenyataan yang tidak diharapkan. Walaupun Danzell mengatakan setuju saat ini, di kemudian hari mungkin akan menyesalinya. Dan Daniel lebih memilih putranya menolak di awal dan menerima kemudian.

“Ada lagi yang ingin kalian tanyakan?”

Daniel menatap Jack dan Nero bergantian. Meskipun Beta marah padanya, tapi tak dipungkiri jika pria itu terlihat penasaran. Berbeda dengan Nero. Daniel bisa melihat kecemburuan, ketidakrelaan. Apalagi ia masih menggenggam erat tangan Laura.

“Sudah tidak ada lagi, bukan? Sekarang bisakah kalian berdua keluar?”

Nero keluar lebih dulu tanpa sepatah kata pun, sedangkan Jack malah mendengkus sinis. Kemarahannya jelas belum hilang. Walau begitu, sebenarnya ada perasaan senang melihat sang Alpha telah bangkit dari keterpurukan selama lebih dari dua puluh tahun. Meski sesal itu masih ada, setidaknya kehadiran Laura dapat mengubah Daniel kembali.

“Aku masih kecewa padamu,” ucap Jack.

“Aku tahu. Aku juga tahu kau sedang menunggu permintaan maafku.”

“Daripada permintaan maaf, aku lebih membutuhkan penjelasan.”

“Nanti malam, temui aku di galeri.”

Jack yang tak berniat berlama-lama dan tak ada lagi yang ingin ia ucapkan segara pergi dari sana. Tidak lupa menutup pintu ruangan yang menyisakan Daniel dan Laura berdua.

“Tidak tahu apa yang Danzell pikirkan tentangku, kuharap dia tidak berpikir aku merebut ayahnya dari ibunya.” Laura berbisik lirih seperginya Jack. Ia menunduk. Lebih tepatnya menatap genggaman tangan Daniel.

“Jangan khawatir. Dia pasti akan mengerti. Jika tidak sekarang mungkin nanti. Lagi pula, kita tidak bisa menentang kehendak Moon Goddess. Kita telah ditakdirkan bersama, Laura.”

.

.

Bersambung ....

Riau, 15 Juni 2019

TERRITORY OF A WEREWOLF : Luna Reincarnation [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang