Pilihan

1 2 0
                                    

Dear Kamu,

Saat jalan sudah tak beriringan...

Saat kita sama sama tidak tahu harus berbuat apa.

Di satu sisi aku merindukanmu, rindu yang ku pendam sendiri dan enggan untuk keluar. Ini menyesakkan, melihat kita yang enggan untuk mengutarakan rasa masing masing. Kebingungan yang sederhana saja membuat kita enggan untuk berkata apa yang sebenarnya di rasa.

Aku sudah jujur akan perasaanku yang merindukanmu. Kusampaikan pada angin, namun angin tak dapat berujar. Kusampaikan pada bulan, namun bulan enggan tuk membantu. Kusampaikan pada air, namun air hanya mengalir.

Di sisi lain, aku hanya melihat kita yang sama sama egois akan perasaan masing – masing. Ya aku sadar itu. Aku sadar seiring waktu kamu pasti berubah, begitupun aku. Meski kita sama sama tidak menyadari.

Kita tidak akan sadar jika tidak di ingatkan. Itulah yang membuat kita lupa, kita lupa untuk sama sama saling mengingatkan. Mengingatkan jika kita melakukan kesalahan. Bahkan untuk mengingatkan saja sudah lupa, yang kita sama sama lakukan hanya menuruti ego masing – masing.

Sejujurnya aku tidak marah kepadamu, mungkin kamu lah yang marah kepadaku. Mungkin aku tidak marah, aku hanya merasa tidak adil.

Kenapa?

Jika kamu bertanya demikian, aku hanya akan menjawab kamu tahu apa yang ku rasa sedangkan aku tidak mengetahui apa apa yang kamu rasa.

Bukankah itu tidak adil. Kamu selalu melihat tulisan tulisanku, perasaan perasaanku. tapi aku? Aku lihat apa...

Aku hanya melihat kebisuanmu, diam mu, hilangmu. Itulah yang membuatku bingung, bingung saat kamu kembali dan bertanya kalau kita ini seperti apa.

Kamu saja selama ini diam membisu. Bagaimana aku bisa menjawab satu saja pertanyaanmu itu.

Harusnya kamu tahu, kamu yang memulai kemarahan ini terlebih dahulu. Tanyakan hati kecilmu, apakah masih ada aku?

Jika kamu ragu, apakah berarti perlahan aku telah di hapuskan dari hatimu oleh waktu?

Kenapa?

Bukan aku yang memulai semua ini, tapi hatimu perlahan menghapusku. Bukan aku yang membencimu, tapi hatimu ragu untuk memilih jawabanmu sendiri. Bukan aku yang memulai pertengkaran ini, tapi hatimu perlahan tidak menginginkanku lagi.

Kamu membebankan pertanyaan itu kepadaku. Kamu menyuruhku memilih untuk kelangsungan kita. Apa maksudnya ini? Aku saja tidak tahu kenapa tiba tiba kamu membisu, aku saja tidak tahu kenapa kamu marah. Dan sekarang, kamu malah bertanya kalau kita harus seperti apa.

Jika memang semua salahku, katakanlah...

Katakan apa yang membuatmu diam membisu seperti ini, jangan tiba tiba pergi lalu kembali mengutarakan pertanyaan yang sebenarnya kamu sendiri yang tahu. Jika kamu tanya aku, hati ini masih sama. Dan jawabanku masih akan sama seperti yang sudah sudah...

Jangan bertanya...

Yang harus kita lakukan sebenarnya bukan bertanya. Melainkan harus menyampaikan apa yang sedang kita rasa masing masing. Jadi kita tahu yang akan kita lakukan berikutnya. Agar tidak ada salah paham di antara kita.

Meski nanti kita sama sama tahu jika salah satu dari kita harus memutuskan untuk pergi karena memang merasa sudah lelah. Kita sama sama tahu, kalau semuanya keputusan kita berdua. Bukan keputusan sepihak seperti ini.

From me,

Hitashi Chan

Surat suratanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang