Dear kamu,
Haruskah aku senang?
Atau haruskah aku sedih dengan semua kejadian ini?
Jujur saja, hadirmu memang masih membawa bahagia. Masih sama seperti dulu. Sikapmu kepadaku pun sedikit melunak. Harapan yang dulu sekedar angin lalu, kini kamu buat seolah semua dapat terwujud.
Tapi maaf, jika kali ini harapanku tidak akan sebesar dulu. Karena aku mengerti posisiku berada di mana. Seseorang sepertiku, apakah pantas untuk bersanding bersamamu seperti apa yang menjadi harapanku?
Aku tahu jika style mu bukanlah apa yang nampak padaku. Dan aku sadar kalau aku hanya sekedar seorang teman bagimu. Tidak apa apa, aku juga dapat menerima semua itu. Seorang teman juga tidaklah buruk, selagi itu membuatmu masih nyaman di ganggu olehku.
Kemarin, memang menyenangkan. Orang – orang seolah membuatku kembali berharap seperti dulu. Dan karena itulah aku merasa tidak nyaman. Tetapi satu sisi yang aku suka saat itu adalah melihat senyummu yang sama seperti dulu. Jika kata orang "senyummu mengalihkan duniaku." Aku tidak seperti itu. Senyummu membuatku canggung untuk melihat ke arahmu.
aku senang karena senyum itu untukku meski bukan aku yang membuatmu tersenyum seperti itu. Bukankah tak aneh jika aku mengatakan senyum itu untukku meski orang lain yang berbuat. Kenapa harus aneh, meski orang lain yang berbuat tapi kamu tersenyum mengarah kepadaku. Maaf, soal waktu itu, orang – orang jadi mengetahuinya. Tapi itu memang apa yang kamu bilang kepadaku saat itu. Waktu pertama kali aku berani berbicara jujur kepadamu. Jujur, aku tidak bisa mengerti bahasa tubuhmu yang kamu perlihatkan kemarin. Pakah itu menandakan kamu senang. Ataukah terganggu?
Kamu tahu, seseorang berkata padaku. Awalnya aku menceritakan semua yang aku rasa pada seseorang, dia bilang "ya udh, sekarang kan kamu lagi sama aku. Pasti dia panas deh." Katanya begitu.
Lalu aku jawab, "iya kalau panas, kalau engga?"
"ya kalau engga berarti ga cinta." Jawabnya simple.
Simple sih, tapi ko kata katanya seolah emang seperti itu. Hahaha ^_^ tidak, tidak. Hal itu tidak terjadi sesuai rencana. Karena hal itulah aku masih dapat tertawa tertawa sendiri karenanya. Rencana yang gagal hahaha.
Kamu masih sama seperti dulu, apa kamu tahu kalau aku masih melihatmu dari jauh?
Apa kamu tahu kalau aku masih merasa iri dengan dia, meski aku tahu dia hanya sekedar temanmu?
Apa ini yang namanya berharap lagi?
Ah tidak, tidak. Aku ingin berharap sewajarnya. Sewajarnya karena aku tahu aku bukanlah orang yang kamu cari selama ini.
Jujur aku tidak mengerti sikapmu akhir akhir ini kepadaku. Seakan kamu memberikanku ruang, namun kamu selalu menutupnya saatku mendekat.
Hadirmu memang menyenangkan. Namun aku tahu. Aku tahu jika hadirmu nyata namun semu.
Kamu memang ada, hadirmu memang nyata, sikapmu memang nyata adanya. Namun aku tahu, kalau semua itu memang kamu tunjukan untuk sekedar dapat berteman. Meski kamu terkadang sengaja menjahiliku dengan kata cinta, aku tahu kalau aku tidak harus berharap banyak terhadap sikap yang kamu tunjukan.
Karena itu, aku ingin berharap sewajarnya. Aku akan bersikap seolah aku adalah teman yang baik. Jika memang pertemanan yang kamu inginkan, aku tidak apa apa. Aku tidak akan tersinggung. Aku tahu, sejak dulu pun kamu memang menginginkan kalau kita sekedar teman.
Biarlah kenangan kenangan itu aku yang simpan, kenangan kenangan indah yang meskipun kita lalui dengan hubungan sebuah pertemanan. Maaf jika dulu aku berharap lebih, kamu tidak usah khawatir akan perasaanku. Meskipun aku memang berharap kepadamu, aku tahu di batas apa aku bisa berharap kepadamu kali ini.
Jalani saja hidupmu seperti biasa, disini aku akan mendampingimu sebagai temanmu. Tidak usah sungkan, aku senang sudah dapat berteman denganmu.
Miss you,
Hitashi Chan
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat suratan
Short Storyperasaan-perasaan yang kamu simpan, jika tidak melukai hati orang lain. tuangkan, ceritakan maka hatimu akan lega.......