Dear kamu,
Terima kasih atas segala yang pernah kita lalui bersama. Dulu memang terasa menyenangkan, bahkan saking menyenangkannya aku tak rela untuk merasakan sakit yang sekarang aku terima karenamu. Sungguh aku tak menyangka akhirnya akan seperti ini.
Sudahku bilang, aku tidak akan sesakit ini jika kamu memilih wanita lain karena memang kamu mencintainya dengan sungguh. Tapi rasa sakit ini, rasa benci ini, rasa kecewa ini bukanlah karena kamu lebih memilih dia ketimbang aku. Aku sudah biasa menjadi pilihan ke dua atau ke sekian dari beberapa orang.
Kita bicara pelan – pelan… Aku juga tahu kamu butuh penjelasan.. maaf tidak menyatakannya secara langsung waktu itu, karena hatiku terlalu hancur dan pikiranku ingin sekali menjauh darimu.
Awal pertemuan kita, tiba – tiba kamu mengatakan kalau aku harus menamparmu. Untuk apa? Aku yang bahkan tidak tahu ada apa, kamu bilang harus menamparmu begitu saja tanpa alasan yang jelas. Alasanku tidak menamparmu dari awal hingga akhir pertemuan kita karena aku bukanlah wanita yang melampiaskan kekesalanku lewat tangan. Aku merasa hatiku yang sakit, kenapa harus tanganku yang bertindak.
Setelah mengatakan itu, kamu bertanya lagi apa yang aku mau tahu. Tidakkah aneh pertanyaanmu ini? Kamu mengetahui dengan sangat apa yang harus kamu katakan kepadaku, karena aku lah di sini yang tidak mengerti apa apa permasalahannya.
Kita paparkan kesalahanku dulu versi kamu, baru aku akan memberikan pembelaan untukku.
Pertama kamu mempermasalahkan tentang sesuatu yang ku gunakan, karena kamu tidak suka barang itu adalah pemberian orang lain.
Kedua hahhhhhh rasanya aku lupa, perhatianku saat itu hanya tertuju kepada kesalahanku memakai barang itu dan kesalahanmu dengannya. Rasanya itu saja bisa membuatku kalang kabut dan tak mendengarkan penjelasanmu.
Sudah jangan bahas yang itu, karena semua itu tidak akan pernah terbahas lagi. Sini, dengarkan apa yang selama ini kamu tidak pernah lihat di belakang layar.
Ya, semua ini pembelaanku.
Awal mula kamu bicara kalau kita sudahi sampai di sini. Awal mula kamu post foto cewe itu. Awal mula kamu berubah. Aku masih tidak percaya. Kenapa? Karena kita pernah dalam fase seperti itu. Sangat sering seperti itu.
Sudah ku bilang, aku ikhlas kan kalau kamu lebih memilih cewe lain. Karena dari dulu pun aku yang membuatmu tidak berputar padaku. Tapi dengan alasanmu seperti itu, alasanmu karena telah mempermainkan dia. Dan kamu bilang semua itu karena diriku. AKU TIDAK TERIMA!!
Aku tidak menerima kamu menyalahkanku karena kelakuan kurang ajar kamu terhadap dia.
sayang, semua itu hawa nafsumu. Meski kamu bicara kepada mereka kalau semua itu adalah kebutuhan, semua itu juga aku sanggah. Aku tahu kalau seperti itu memanglah suatu yang sudah biasa, namun kamu juga sudah tahu waktu yang benar untuk kamu bisa melakukan semua itu.
Aku mengerti rasanya menjadi wanita itu, aku tahu rasanya menanggung malu, menanggung beban, menanggung jika harga diri ini telah sedikit ternoda.
AKU SANGAT TAHU RASANYA!!!
Tapi entahlah, pergaulan wanita itu dan pergaulanku mungkin saja berbeda. Mungkin dia berfikir sama sepertimu kalau semua itu adalah suatu keharusan atau kebutuhan. Tapi tidak bagiku, kini aku lebih memilih menjaga semuanya karena semua itu bukanlah sesuatu yang biasa.
sayang apa kamu tahu. Dibalik diam mu, aku tidaklah berdiam sepertimu pula. Disini aku meyakinkan mereka, melunakkan hati mereka, mengubah persepsi mereka tentang hubungan kita. Kamu tidak tahu kan betapa sulitnya aku untuk mengubah semua itu, karena kamu tidaklah ada di posisi ini.
Kamu bilang sama temenku kalau kamu bukanlah di kasta yang sama denganku. Hahhhhh kamu telah merusak semuanya. Keyakinanku, kerja kerasku, perjuanganku, harga diriku.
Kamu tahu, kalau selama ini aku memandang materi seperti apa yang kamu bilang, kamu dan aku tidaklah akan bersama sampai selama ini. Disini, kamu sendiri yang berfikir rendah. Disini kamu lah yang tidak ingin bersusah payah mendapatkan seseorang sepertiku. Disini kamu lah yang hanya diam saatku tengah berjuang di medan perang.
Mengapa kamu mengingkari kata katamu? Dulu kamu bilang padaku, “jika suatu saat ada yang dekat denganmu, tolong beritahu aku dulu. Begitu juga denganku, aku akan memberitahumu.”
Mengapa kamu mengingkari kata katamu sendiri? Bisa kamu menanggung ingkarmu sendiri? sudahlah, Aku biarkan urusan itu biar kamu dan tuhan yang menyelesaikannya.
Semoga suatu saat nanti, kamu tidak mudah mengucapkan sebuah janji.
Satu hal lagi yang sulit ku terima karena kata katamu itu. Jika memang kita berada di kasta yang berbeda, bagaimana mungkin aku bertahan menemanimu dari titik nol sekarang kamu sudah menjadi orang berkecukupan.
Untuk apa selama ini aku menerima kamu yang sederhana. Bukankah sudah ku katakan kalau aku mencintai pria sederhana dalam kutipanku? bahkan kamu pun membacanya.
Bukankah harusnya kamu mengerti aku tidaklah berjuang dengan main main. Ah sudahlah, bagaimanapun kamu akan tetap memilihnya dan bahagia bersamanya.
Aku hanya bisa mengikhlaskanmu. Ikhlas bukan berarti aku rela melepasmu. Tapi dengan mengikhlaskanmu untuk membuatmu bahagia meski dengannya.
Terima kasih telah mengajarkanku caranya berjuang, terima kasih telah melalui kenangan yang menyenangkan namun kini hanya tersisa luka yang ku rasakan, terima kasih untuk mengajarkanku caranya ikhlas menerima penghianatan.
I don’t want to miss you again,
Hitashi Chan
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat suratan
Short Storyperasaan-perasaan yang kamu simpan, jika tidak melukai hati orang lain. tuangkan, ceritakan maka hatimu akan lega.......