Kuajak bicara kursi yang sedang tergeletak disana, berharap dia hidup karena aku tak tau harus bercerita kepada siapa lagi. Semenjak sikapmu yang acuh aku hampir tidak bisa lagi mengendalikan emosiku untuk tidak berbicara kepada benda-benda mati.
Jika seseorang tau bahwa sesuatu yang paling indah adalah antara pertengahan senja menutup sore menuju petang, aku yakin orang itu akan menyempatkan waktunya untuk berdiri sebentar dan menyaksikannya. Bahkan, jika ia mampu, ia akan memotong senja itu dan membawanya pulang agar tidak perlu ke pantai untuk menyaksikanya lagi.
Dan kamu tau, saat ini aku hampir tidak pernah kepantai untuk melihat senja semenjak aku kenal dengan mu. Sinar dan tutur katamu aku rasakan sebagai langit pekat yang dinikmati burung-burung di waktu senja, sinar dan senyummu aku rasakan sebagai desir ombak yang menghangatkan dengan geriak-geriak lembut dan manja. Kamu melebihi senja bagiku.
Jadi aku ingin tau sebenarnya. Ada apa dengan waktu sekarang, ia tidak seperti biasanya. Waktu pelan-pelan membunuhku. Apakah ia kamu kirim untuk menyakiti ku sayang. Ayolah, aku tidak bisa lama-lama melihatmu mendiamiku. Sudah terlalu banyak benda yang aku ajak bicara namun aku tetap saja bersedih oleh mu.
Baiklah Yu, mau tidak mau, aku harus mengikuti permainanmu perlahan, bersabar atas banyak tuduhan di kepala, demi kamu yang melebihi keindahan senja. Aku akan belajar bagaimana aku bermain dalam ketidakpastian perasaan yang terbolak-balik. Tapi yang jelas, seperti apapun kamu hingga sampai kapanpun kamu, aku akan selalu menunggumu.
Kamu tau, kadang keindahan senja yang berwarna pekat memerah hingga membuat mahluk lain menjadi tidak ada artinya. Mahluk lain hanya sebuah siluet yang kecil karenanya. Tapi kadang senja itu pudar, gelap dan membuat orang takut dan risau. Senja tak selamanya bersinar indah di waktu menjelang petang. Namun, seburuk apapun senja kala itu, langit akan selalu ada. Ia akan selalu tetap ada untuk senja.
Teras Rumah 16 Desember 2018
Oleh Mohammad Faiq