Memasuki pertengahan bulan, aku terhanyut tanpa ada perhitungan matang-matang. Oh ternyata aku sudah melewati hari-hari dengan sedemikian jauh tanpamu. Aku semakin merasa sendirian dan tidak mendapatkan perhatian apapun.
Kamu sering berdansa seenaknya saja dan masuk kedalam ingatanku. Kamu mengira bahwa aku hanya seperti ruang teater yang bisa kamu masuki dan tiba-tiba keluar tanpa apa-apa. Hingga aku tak tau apakah harus menerimamu lagi atau tetap bertahan dalam sia-sia. Kubiarkan kamu memasuki ku tanpa kukonfirmasi kepada siapapun.
Aku tau sejak awal sudah. Aku seharusnya tidak menyusuri sejauh mana kehidupanmu dan apa yang menjadi kesukaanmu. Barangkali sesuatu akan terasa lebih baik jika kamu mau mengerti mengapa aku melakukan itu. Entah kamu mengerti atau tidak, tapi aku selalu menaruh harapan kepada setiap hal yang menjadi inginku. Apakah aku bisa menterjemahkan dengan baik. Atau tidak. Aku pun tak tau.
Kadang seseorang berbisik-bisik pelan-pelan. Ia sangat mengira aku sudah semakin hari semakin gila. Katanya aku memperihatinkan. Seandainya sesuatu bisa mengobati ku seperti dukun dan dokter, pasti harus mengeluarkan biaya yang mahal untuk menyembuhkan diagnosa sepertiku. Tapi semua orang hanya mengira penyakitku ini adalah penyakit medis seperti orang yang lain.
Aku katakan tidak. Semua orang tidak jauh lebih mengerti dari pada benda mati di kamar mu. Aku tidak gila. Aku hanya terhanyut oleh waktu. Palingan, seandainya benda itu dapat berbicara kepada kalian seperti bagaimana mereka berbicara kepadaku, mereka akan presentasi seputar pilu dan rasa. Manusia sudah kehilangan kewarasannya tentang kejujuran rasa.
Aku tau apa yang sudah aku lakukan. Kadang memang kita harus peduli terhadap seseorang, walaupun dia masa bodoh terhadap kita. Ketika kita mengahadapi siapapun yang masa bodoh itu, sejatinya kita sedang belajar tentang arti kesungguhan.
Monumen Arek Lancor | Pamekasan, 13 Januari 2019
