Ketika kamu berdiri tepat di depanku. Aku merasa sekeliling akan mengadiliku. Apakah mereka terkejut, atau sedang menunjukkan sikap hormat. Tapi yang jelas, orang-orang akan menatap satu sama lain, setelah mereka sadar bahwa seharusnya aku tidak memilih kamu. Orang lain tidak tau. Bahwa kamu sudah menginjakkan kaki di dadaku. Bahkan jauh hari sebelum semesta menyatu.
Sesuatu akan terasa mudah, jika kamu mau mengikuti alur permainan yang aku buat. Aku hanya memintamu meninggalkan pesan di ponselku. Cuma ingin berdialog dan sesekali mendapatkan senyuman manjamu. Seperti itu saja kamu tidak bisa, kamu tidak mau. Apalagi membangun rumah bersama, dan mengecat warna-warni kemudian kita letakkan kolam renang mini di depan rumah itu.
Layangan itu semakin tinggi seiring dengan angin melawan. Aku ingin terbang setinggi dia. Meskipun ada banyak perlawanan dan penderitaan. Dengan itu, aku akan terbang, mengintari lautan hatimu, meski aku tidak cukup berani menyentuh airnya. Aku berharap bisa berenang dan mengayunkan perahu. Lautan hati mu tidak cukup asin untuk kulalui, ombak selalu mengerti tentang ketulusan dan kejujuran rasa, hingga ia membawa ku ke tengah-tengah sana.
Seandainya aku melukismu, aku memulai dari rambut terurai bergelombang itu. Aku melukis turun ke bagian wajah. Melukis senyuman yang mengembang. Aku selalu susah menggambar bibirmu, aku tidak cukup kuat memandanginya terlalu lama. Aku akan melukis tanpa harus melukai setiap bulu kulit dan bentuk tubuhmu. Saking hati-hati nya, aku berkompromi kepada waktu agar dia tidak terburu-buru.
Lihatlah, saat kamu berjalan, benda-benda mati itu menunjukkan sikap hormat kepadamu. Kamu adalah permaisuri bagi mereka. Aku hampir setiap malam mengintip. Sela-sela kamar lewat jendela. Tapi, kamu tidak pernah tau apa yang benda-benda itu lakukan. Kamu juga tidak tau bahwa kamu adalah permaisuri.
Benda-benda mati terlalu bodoh untuk aku bodohi. Aku menipu mereka. Jauh hari aku bercerita kepadanya. Mereka harus memberikan sikap hormat jika kamu berjalan jalan ketaman mini, atau sekedar membeli kue dan es krim segar. Aku berkata sambil meyakinkan, kamu adalah permaisuri di abad dua puluhan. Yang aku rawat hingga kamu tidak tau siapa nama penjaganya.
Teras Rumah, 31 Desember 2018
Oleh Mohammad Faiq