Tepat di pertengahan malam. Pergantian tanggal. Aku pelan-pelan melihatmu. Kamu tertidur begitu cantik. Piama ungu dengan bunga-bunga kecil membuat benda-benda sekeliling mu tersenyum. Kau selalu mengikat rambut sependek bahu itu, dengan rapi dan terurai menyatu. Aku melihatmu. Tepat di pertengahan malam.
Aku hanya memastikan. Benda-benda itu akan menjagamu. Aku suruh pintu dan jendela melindungi mu. Aku suruh angin menyejukkan ruanganmu, dan aku cegat serangga-serangga untuk tidak mendekati kamarmu. Hingga esok. Hingga mentari menjemput terik. Mereka cukup mengerti tentang perasaan pilu.
Pertengahan malam. Sebuah waktu dimana aku melihatmu dengan utuh. Aku tau harimu melelahkan. Menyiapkan banyak dokumen untuk dosenmu. Menghadiri organisasi kesukaanmu. Mampir di kafe tempat kamu bersama teman-temanmu. Hari mu terlalu melelahkan untuk aku usik. Cukup melihatmu di waktu tidur. Di sisa waktu istirahatmu.
Aku akan selalu melakukan hal itu. Setiap malam. Selamanya. Menjaga tidurmu. Memastikanmu. Kamu akan bangun dengan hati tenang dan senyuman lebar. Hingga esok pagi. Hingga kamu merapikan tempat tidur dan membuka jendela. Aku masih melihatmu.
Jika suatu saat, kamu bertanya. Mengapa aku hanya menjagamu di waktu pertengahan malam. Tentu agar kamu tetap terjaga. Terlindungi. Malam sangat mengerikan untuk ukuran wanita secantik kamu. Meskipun aku tau. Kamu tidak akan bertanya soal itu. Kamu tidak akan tau. Bahwa aku menjaga malam untukmu.
Aku menjagamu sekaligus mengobati pilu. Senyumanmu, benda-benda dikamarmu dan termasuk koleksi jepit rambut mu, membuatku cukup senang. Mereka menghiburku. Mereka berbicara kepadaku. Pilu adalah suatu rasa yang hanya aku dan mereka yang tau. Kamu sengaja tidak aku beri tau.
Kamu tau. Jika kamu tau seberapa sulit aku menjaga malam agar tidak mengusikmu, kamu akan mengerti tentang arti ketulusan, ketakutan dan keikhlasan. Aku tidak akan memberitahumu. Memberitahumu hanya akan membuatmu mengasihaniku. Membuatmu menjauh dariku.
Rumah Pengetahuan Office, 25 Desember 2018
Oleh Mohammad Faiq