Athar sudah siap dengan seragam kantornya, di lantai dua ini dia merasa aneh karena di lantai tiga khsusus kamar adiknya terdengar ramai sekali. Dengan di antar rasa penasaran, Arthar melangkahkan kakinya menuju lantai tiga. Sedikit demi sedikit telinganya menempel di pintu kamar yang kini bercat putih bersih.
"Gara-gara kamu nih, sakit tau." Itu suara Rayyan.
"Kok nyalahin aku sih, kamu tuh. Main kasar semalam. Jadi rasain akibatnya." Kini suara Anna.
"Aduh, kok di pukul."
"Bisa diem ga sih, mau barang kamu yang istimewa ini rusak."
Athar membulatkan matanya. Ketika mendengar kata-kata yang fulgar menurutnya.
"Om adik, hahahha merah kasihan" kini suara Tsabit.
Klek..
Pintu kamar terbuka, Anna yang membuka pintu terdiam melihat posisi Athar yang kini jadi abangnya tengah membungkuk dengan telinga mendekat ke arah pintu.
"Ohh" Athar yang sadar dengan posisinya kini tersenyum kikuk.
"Kenapa? Adik baik-baik aja kan?" Tanyanya supaya pengalihan bicara.
"Iya, bang. Baik kok. Tapi?" Athar menaikan kedua alisnya menunggu jawaban dari Anna.
"Itu..Si blacky rusak. Gara-gara jatuh semalam. Adik abang jadi serem." Athar tersenyum lebar. Fikirannya sudah yang iya-iya saja terlebih ada Tsabit yang semalam memaksa tidur bersama adiknya.
"Abang ada perlu?" Athar menggelengkan kepalanya.
"Sarapan dulu. Kayanya mama sama Zia sudah selesai masak." Anna membulatkan matanya.
"Ihhh ketinggalan lagi deh. Gara-gara big boss nih." Gerutu Anna yang langsung berlari ke arah dapur.
Athar melihat tingkah Anna hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Tingkahnya tidak berubah sejak dulu. Hyperaktif sekali.
Tanpa permisi Athar masuk ke dalam kamar adiknya. Tanpa di sadari Athar tertawa kecil melihat ekspresi adiknya yang sedikit bete. Jemberut khasnya memang lucu. Jadi tak heran jika orang-orang yang melihatnya akan gemas sendiri.
"Kenapa si blacky?" Athar berjongkok di depan Rayyan yang sedang duduk selonjoran dengan si blacky di pangkuannya.
"Itu om abang, Si blacky jatoh sama tante dokter." Tsabit yang jawab. Bocah itu masih asyik di atas tempat tidur bergelung selimut.
"Di lempar, bukan jatoh." Kesal Rayyan.
"Kok bisa rusak?, ini ori kan? Kalau barang ori ga akan mudah rusak dong, dik." Rayyan menatap abangnya tajam. Kedua mata sipitnya semakin sipit.
"Ori nih. Ya, kalau di banting dokcan rusak juga, bang. Abang ga lihat gimana dokcan dengan garangnya melempar si blacky. Marah-marah ga jelas lagi."
"Nanti di betulinnya. Lebih baik makan dulu, semuanya sudah menunggu." Athar berdiri. Membangunkan Tsabit sembari menggendongnya keluar.
"Ayo."
"Duluan aja." Rayyan masih mengutak-atik si blacky yang kaca depannya terlepas semua. Bahkan ada retakan di bagian sampingnya.
"Untung cinta. Kalau ga.."
Tes..
Rayyan melihat setitik, dua titik namun semakin deras saja aliran darah yang keluar dari hidungnya mengenai telapak tangannya. Dengan cepat Rayyan pergi ke kamar mandi.
Rayyan menunduk di atas westafel putih. Cairan merah itu tak mau berhenti. Bahkan semakin deras saja. Rayyan memejamkan matanya. Rasa pening mulai menyerang, telinganya pun ikut berdenging. Kedua tangan Rayyan menggenggam erat kedua sisi wastafel.
KAMU SEDANG MEMBACA
REAL LOVE ✓(End)
Teen Fiction-lanjutan World Light- Di saat kebahagiaan di rasakan dua orang yang terikat oleh syariatNya. Maka di situ pula kan di uji olehNya berbagai permasalahan. Di saat itulah kita bisa tahu jika kita saling mencintai sesungguhnya atau mencintai semu. Cove...