Rl 19

1.2K 147 54
                                    

Keadaan koma adalah kondisi dimana hilangnya kesadaran dalam waktu yang lama. Dan hal itu berlaku bagi Rayyan. Tak terasa waktu bergilir dengan cepat. Bahkan sekarang sudah berbulan-bulan Rayyan tertidur. Wajahnya yang manis sudah pias akibat kekurangan sinar matahari. Bahkan kelopak mata yang tertutup itu pun sudah sangat rapat bahkan Nadine dan Anna sering membersihkan kotoran dari kedua mata yang tertutup itu.

"An, minum susunya dulu." Aisyah, Mama kandungnya yang setiap hari menemani putrinya di rumah sakit. Pulang pergi demi putri keduanya yang sedang hamil besar. Ibu mana yang tidak sedih melihat takdir yang harus di terima putrinya.

"Iya, An. Mama ga mau cucu-cucu mama kekurangan nutrisi." Kini Nadine yang menimpali.

Di ruangan ini hanya ada tiga perempuan sholihah yang menemani sosok manis yang masih terpejam dengan tenang.

"Iya ma." Anna meneguk susu coklat khusus kehamilan. Dia memilih rasa coklat karena suaminya menyukai rasa itu.

"Oia, kata dokter Dewi kamu memilih melahirkan normal? Apa tidak apa-apa, nak? Resikonya besar kan?" Aisyah duduk di samping putrinya. Mengusap lembut perut besar Anna yang kini memasuki usia enam bulan.

"Iya ma. Anna ingin menjadi ibu seutuhnya. Rasanya rugi jika tidak melewati prosesi itu." Anna tersenyum dengan lembut. Namun gurat-gurat kelelahan masih saja terlihat di wajahnya.

"Mama yakin kamu bisa, maka dari itu jangan terlalu stress atau kelelahan. Kamu tidak sendiri. Ada mama dan mama Aisyah. Dan ada.." Nadine mencium kening putranya. "Ada adik juga. Bangun sayang, Lihatlah, Anna hamil besar. Masa kamu enak-enakan tidur. Mana tanggungjawabmu sebagai suami, dik." Selalu. Nadine berbicara dengan guyonannya. Rasanya ada yang kurang jika tak bercanda dengan putranya itu.

"Mbak, apa sudah beli perlengkapan bayinya?" Tanya Nadine yang kini memilih duduk di samping Anna satunya lagi.

"Kata Anna sudah semuanya. Iyakan An?" Anna mengangguk. Toh bukan dia yang menyiapkanya.

"Sudah ma, Anna juga tidak tahu kalau semuanya sudah di siapkan. Mulai dari popok lengkap, pakaian bayinya, bahkan sampai ke mainan-mainannya sudah siap." Anna bersuara lirih. Tatapannya lurus menghadap wajah suaminya. Manis namun tenang dengan deru nafas pelan.

"Siapa yang siapkan? Kamu beli secara online An?" Tanya Nadine kembali.

Anna menggelengkan kepalanya. "Mama ingat kemarin Rio dan madam Alice ke sini?" Kini giliran Nadine yang menganggukan kepalanya.

"Madam Alice bilang semua perlengkapan bayina sudah ada di rumah mereka. Katanya pesenan Big boss. Setiap Rio balapan di negara lain setiap itu juga Rio beli perlengakapan bayi. Katanya Big boss ga mau beli barang kw. Jadi belinya yang orisinil dari luar negeri." Nadine tersenyum sendu. Putranya memang selalu berpikiran di luar nalar.

"Dan ma, ada yang membuat Anna kaget. Kenapa semuanya terasa kebetulan? Apa Big boss sudah punya firasat akan mengalami hal ini? Setiap hari Faiz datang membawa makanan untuk Anna karena amanah dari Big boss. Lalu Ali yang sering bolak balik bawain air zam zam dan kurma untuk Anna juga amanah dari Big boss. Anna.." Aisyah memeluk putinya yang terisak. Sungguh cobaan yang di alami putrinya sungguh berat.

Nadine pun tak kuasa menahan tangis. Entah kebetulan atau putranya memang sudah mempunyai firasat akan hal terburuk yang menimpanya. Rayyan, putranya memang luar biasa. Nadine tak menyangka jika akan hal akan terjadi. Putranya mengalami koma, hidupnya diantara hidup dan mati.

"Cepat bangun, Dik. Mama kangen." Batin Nadine.

***

Rumah bercat putih ini nampak kosong. Tak ada suara apapun selain air dari kolam ikan. Sosok laki-laki tampan dengan wajah bulenya nampak sedih. Bahkan pekerjaannya di biarkan saja berantakan di atas meja.

"Kamu disini?" Suara Oma terdengar. Perempuan Jerman yang sudah tua renta itu duduk di samping cucunya.

"Iya, oma. Kenapa? Cariin Athalla?" Laki-laki berwajah bule itu adalah Athalla. Sedari tadi dia tak fokus bekerja.

"Oma kesini hanya ingin membersihkan rumah. Sejak selesai rumah ini belum di tempati Adik." Athalla mengerti. Dia merengkuh pundak oma yang kian rapuh.

"Oma, Athalla merasa rumah ini di buat hanya untuk Athalla. Sejak awal, Rayyan minta denahnya sesuai Athalla mau, dekorasi bahkan semua funiturenya. Kini Athalla baru sadari itu. Terlebih." Ucapan Athalla terhenti ketika rasa sesak di dadanya.

"Terlebih, Adik minta sesuatu sama Athalla yang tak bisa Athalla lakukan." Oma menatap wajah cucunya yang memang mirip sekali dengan Mario. Putranya yang lebih dulu berpulang.

"Adik minta apa?"

Athalla menatap kedua mata oma yang masih menginginkan penjelasan darinya.

"Menikahi Anna." Oma terhenyak, bahkan tubuhnya kini bergetar dengan air mata menetes.

"Apa? Kenapa?"

"Rayyan, tahu jika Athalla menyukai Anna sejak sekolah dulu. Tapi Athalla..bingung. Athalla harus bagaimana?" Oma tak memberi jawaban. Dia merengkuh tubuh cucunya. Entah dirinya saja atau bagaimana, perasaanya mengatakan hal buruk akan terjadi.

***

Malam selepas tahajud, Anna duduk di samping Rayyan. Menatap wajah suaminya dengan lembut, menciumi tangan dingin suaminya.

"Big boss..mau bertemu buah hati kita?" Anna menarik lembut tangan dingin Rayyan untuk menyentuh perut besarnya.

"Kamu bisa merasakanya kan? Tendangannya? Kata dokter Dewi mereka sehat. Dan akan lahir dengan kondisi baik. Insyaallah. Tiga bulan lagi mereka bisa melihat indahnya dunia. Kamu juga mau melihatnya kan?" Kembali Airmata itu menetes tanpa permisi.

"Kamu ingin menjadi ayah yang baik kan? Anak kita ingin pertama kali mendengar adzan yang di kumandangkan oleh ayahnya. Makanya bangun dong. Apa harus aku bawain rambutan supaya kamu bangun?"

"Baik, besok aku minta Faiz bawain rambutannya." Namun lagi, tak ada jawaban dari suaminya. Kedua mata sipit itu masih tertutup rapat bahkan berair.

"Kamu jahat. Sejak menikah, kita belum pergi bulan madu. Belum keluar negeri. Belum ke Seoul tempat lahir ibu kamu. Bahkan ke Jerman tempat lahir ayah kamu. Big boss, wajah rupa anak kita bagaimana ya? Aku baru sadar kalau anak kita darah campuran. Seoul, Jerman dan Bandung. Hahaha pasti lucu banget ya. Tiap hari kita bicaranya pakai tiga bahasa. Biar ga bosen."

"Oma pasti fasih bahasa Jerman, kita belajar dari Oma aja. Kalau Korea sama Om Yudhith kalau Bandung ya sama papa."

Anna mencoba tersenyum. Sembari menangis tanpa isakan. Tangan Rayyan masih mengusap-ngusap lembut perutnya yang besar.

"I love suamiku. Cepatlah bangun, aku tak mau sendirian pas lahiran nanti." Anna mengecup bibir kering suaminya. Lama dia dengan posisinya membungkuk. Tendangan-tendangan kecil terasa di bagian  perutnya.

"kalian juga kangen daddy ya." Anna mengusap-usap perut nya.

Anna masih optimis akan bangun. Pasti. Suaminya akan bangun dengan sehat kembali. Dia tak mungkin membiarkan dirinya melahirkan sendirian.

***

Maafkan jika typo bertebaran...😍😍😍😍

REAL LOVE ✓(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang