RL 15

1.1K 162 31
                                    

Di malam yang ramai oleh suara-suara knalpot mobil dan motor bersahutan. Rayyan tak peduli dengan semuanya. Dia ingin sampai di rumah dan tidur. Namun berbeda dengan Anna yang merasa bahagia.

Sampai di rumah, Anna turun dari motor dengan senyum-senyum sendiri di balik helmnya. Dia berharap, Rayyan akan membukakan helmnya seperti tadi. Namun senyuman Anna luntur ketika Rayyan melewatinya tanpa bertanya. Bahkan si blacky pun masih di kenakan Rayyan.

"Big boss!" Anna mengejar Rayyan dari belakang. Sampai di ruang tamu Anna kaget dengan apa yang baru di lihatnya. Rayyan melempar si blacky keras ke lantai. Untungnya lantai dan si blacky tidak apa-apa.

"Kenapa sih? Cari kesempatan banget centil sama cowok lain?" Tanyanya dengan nada biasa saja. Namun Anna tahu Rayyan sedang emosi. Wajahnya nampak memerah karena menahannya.

"Aku ga kecentilan. Buktinya aku ga ikut dia kan?" Bela Anna.

"Terserah." Rayyan melangkah penuh emosi menuju kamarnya. Oma melihat cucunya marah seperti itu terkejut dan memeluk Anna yang masih saja mematung di ruang tamu.

"Kenapa? Adik kok sampe marah-marah." Tanya lembut sang oma. Anna yang sudah berkaca-kaca pun akhirnya menitikan air matanya. Anna bukannya tak mau menjawab, suaranya hilang tertelan sesak yang memenuhi dadanya.

Rayyan yang dilingkupi api cemburu segera mengambil wudhu. Dia tak mau kemarahannya lebih parah lagi. Setelah berwudhu melaksanakan shalat sunah hanya dua rakaat setelahnya dia terdiam. Dadanya bergemuruh, lalu bertanya-tanya kenapa dirinya marah-marah seperti itu? Jika dipikir lebih cemerlang lagi, dirinya tak berhak marah. Toh istrinya hanya mengobrol. Tak lebih.

"Astaghfirullah..." Rayyan mengusap-ngusap wajahnya dengan kasar. Dia harus meminta maaf kepada Anna. Pasti istrinya itu sakit dan terlukai hatinya.

Dengan mengenakan kaos hitam dan snap back dengan warna senada, tak lupa celana hitam lebar andalannya. Rayyan melangkahkan keluar kamar untuk menemui Anna yang masih menangis di pelukkan sang oma. Sedikit meringis melihat wajah Anna yang sudah banjir air mata.

"Adik, nih lihat istrinya nangis kok di diemin aja." Tegur sang oma.

"Ya, maaf oma. Adik kesel aja tadi. Sekarang mah udah ga kok." Rayyan bersimpuh di hadapan istrinya. Mengusap lembut air mata yang masih menetes.

"Maaf ya, dokcan. Aku tadi kelepasan. Hanya karena dadaku terbakar jadi ya begitu." Anna cemberut. Siapa yang tak kaget.

"Dede utun, maafin daddy ya. Kamu pasti laper. Tadi pagi pengen makan nasi goreng buatan daddy kan." Rayyan memajukan wajahnya ke arah perut Anna. Membisikkan kata-kata dengan lembut. Sejenak Anna tersenyum melihat aksi suaminya itu.

"Eiyy, maafin daddy. Sebenarnya daddy juga lapar. Dari siang belum makan gara-gara nungguin kamu pulang." Anna meraih wajah suaminya. Di tatap penuh tanya.

"Belum makan?" Tanyanya dengan sedikit isakan. Rayyan menggelengkan kepalanya tanda jika dirinya belum makan.

"Ini udah malam, ish nakal. Ayo kita makan." Anna beranjak dari sofa dan berjalan menuju dapur. Sedangkan Rayyan merangkul sang oma. Dia tersenyum penuh kemenangan.

"Oma, pesona cucu oma ga kalah kan? Menurut oma adik ganteng ga? Kira-kira Anna bakalan selingkuh ga? Adik takut." Oma hanya tertawa. Pertanyaan bodoh yang bisa di tanyakan pada istrinya langsung kenapa di tanyakan pada dirinya.

"Oma yakin, Anna perempuan yang tak seperti itu. Lagi pula kalian satu sekolah dan sudah lama saling kenal kan. Jadi serahkan saja semuanya sama allah." Rayyan tersenyum lalu membantu oma untuk duduk di kursi yang sudah di sediakan Rayyan.

"Ehh, dokcan. Kamu juga duduk. Biar aku aja." Anna yang sedang menuangkan minyak zaitun ke dalam wajan pun terhenti. Dirinya di tuntun suaminya menuju kursi makan yang berdampingan dengan oma.

"Adik dari siang tadi udah belajar masak sama mbak Tami. Lihat aja nasi gorengnya sebakul udah jadi. Adik hanya perlu memanaskannya saja." Anna terkejut dengan ucapan sang oma. Tatapan matanya tertuju ke arah kicthen set, di sana suaminya tengah memasukkan nasi ke dalam wajan.

"Kamu tahu An? Saking semangatnya belajar masak sama mbak Tami, tiga jari adik tanpa sadar ke iris pisau. Cerobohnya." Anna semakin terkejut dengan ucapan nenek dari suaminya itu.

"Meski darahnya menetes, dia tak kapok belajar. Bahkan Nadine saja meringis tiap kali adik mengupas bawang. Pasti perih walaupun sudah di babat perban dan plester." Anna tak menyadarinya itu. Toh sejak menjemputnya tadi Rayyan menggunakan sarung tangan jadi tak terlihat. Sekarang pun sarung tangan yang di pakainya tak mau di lepas. Atau lebih tepatnya memilih dipakai supaya Anna tak tahu.

"Taaaraaaàaa!" Rayyan membawa dua piring porsi besar. Aroma nasi goreng sungguh nikmat dan menggugah selera. Anna menatap takjub hasil nasi goreng buatan suaminya.

"Ini banyak banget." Keluh Anna.

"Yaelah dokcan, biar romantis kita makan sepiring berdua." Anna tersenyum malu-malu terlebih oma tertawa renyah setelah mendengar ucapan sang cucu.

"Ahh harum sekali, makan-makan kok ga ngajakin" tiba-tiba Dimas dan Nadine datang dengan pakaian formalnya. Mereka berdua ada acara resmi dari kolega Dimas.

"Kalau makanan cepet banget nyambungnya." Sahut Rayyan yang kini duduk di samping Anna.

"Biar aja." Dimas duduk di samping oma. Tak lama Nadine ikut duduk setelah mengambil piring untuk suaminya.

"Biar romantis, kita makan sepiring berdua, yang. Jangan mau kalah sama pasutri jaman now." Rayyan yang akan menyuapkan nasi goreng pun terhenti. Dia mendengus ke arah papanya.

"Syirik aja pasutri jaman old." Anna terkekeh begitupun oma.

"Wihhh makan malam keluarga nih." Semua menatap ke arah ruang tamu. Di sana ada Athar dan Zia yang berjalan beriringan. Bahkan perut Zia kini terlihat sedikit membuncit dengan dress hijau toska yang di kenakannya.

"Ckckck jangan lihat. Bukan mahram." Bisik Anna di telinga suaminya.

"Udah ahh makan, laper." Rayyan menyuapkan nasi satu sendok penuh. Anna hanya tersenyum melihat tingkah suaminya yang memilih menatap nasi goreng di piring.

Athar dan Zia duduk di hadapan kedua orangtuanya. Oma melihat anak dan cucunya menikmati makan menu sederhana nasi goreng buatan Rayyan. Meski menu yang sederhana keromantisan di setiap pasangan yang berbeda usia nampak indah di pandang. Selalu akur, adem, dan bahagia. Lamunan oma terdengar ketika seruan sang jomblo sejati menggelegarkan ruang makan.

"Kalian nyebelin deh, makan-makan kok ga ngajak-ngajak." Serunya yang langsung duduk di samping oma berlawanan dengan Dimas. Tak lupa terlebih dulu mencium tangan kedua orangtuanya lalu oma.

"Siapa yang tadi siang matiin telepon hah?? Cihh sok sibuk." Rayyan bersuara setelah menelan nasi goreng yang sudah di kenyahnya terlebih dahulu.

"Tadikan emang lagi kerja. Lo telepon di waktu yang salah." Bela Athalla.

"Sudah. Ayo makan. Ini adik yang masak." Athalla mendengar hal itu langsung menatap nasi goreng di piring yang sudah di sediakan oleh Nadine.

"Kok ada petenya? Bau tahu." Keluh Athalla sembari memisahkan potongan pete dari nasi yang sudah di campur seafood.

"Banyak ngomong. Makan aja." Rayyan menyuapkan potongan pete dengan tangannya langsung. Awalnya Athalla menolak karena baunya yang tak sedap. Namun setelah di kunyah terasa enak juga.

"Diem juga lo." Athar menggoda Athalla yang sedang menikmati nasi gorengnya. Namun dalam hati Athalla tertawa miris melihat ketiga pasangan yang sedang saling menyuapi pasangannya masing-masing. Papa dan mama terlihat romantis dengan cara mereka, begitupun Athar yang di suapi oleh Zia. Dan terakhir pasangan labil yang aneh. Rayyan dan Anna saling berebut cumi yang tinggal satu potong. Keduanya nampak tak mau kalah.

"Oma, kita makan sepiring berdua aja ya. Kayanya kebanyakan kalau makan sendiri." Bisik Athalla. Oma yang mengerti akan kegundahan cucunya pun menganggukan kepalanya. Tak ingin Athalla merasa sendirian karena tak ada teman makan.

***

REAL LOVE ✓(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang