RL 13

1.1K 159 40
                                    

Tutut pedas. Rayyan sedang berkeliling menusuri jalanan kota untuk mencari tutut pedas. Anna dalam fase mengidam meskipun usia kandungannya baru beberapa hari. Sebenarnya Rayyan tak percaya istrinya mengidam secepat itu. Mana mungkin mengidam dalam hitungan hari. Rayyan percaya jika Anna hanya mengerjainya. Tapi, mendengar cerita Raka soal anaknya Denis yang ileran terus karena Denis menolak membelikan yang istrinya mau.

"Amit-amit." Rayyan mengetuk-ngetuk kepalanya yang di lapisi si blacky.

Dia meminggirkan si tomo. Mematikan mesin si tomo, lalu mengeluarkan handphone canggih miliknya. Mencari kedai tutut atau yang menjual tutut. Namun sialnya, tak ada satupun info yang di dapatnya. Dengan terpaksa dia membuka aplikasi chat grup dengan nama grup kecebongnya. Mengingat jam segini Ali dan Faiz masih on. Kecuali Rio yang masih di amerika.

Me
Ada yang tahu jualan tutut dimana?

22:30

Gendutz Faiz
Ngapain nanyai tutut? Mending nanyain gue?😍😍😍
22:31

Me
Sayangnya gue udah punya bini. Bini lagi ngidam. Tolongin gue dong dut, lo kan paling hafal kalo kuliner.😢😢
22:31

Gendutz Faiz
Ehmm...lo dimana? Biar gue aja yang nyari. Sahabat sejati nih gue. Tapi satu porsi buat gue ya.😆😆😆

Me
Ya allah ndut. Duit mah gampang tinggal transfer. Gue tunggu di tempatnya Ali aja ya. Bye.
22:32


Rayyan bisa tersenyum lega. Dengan hati senang dia menuju rumah Ali, karena sebelumnya sudah janji akan bertemu.

***

Anna melihat jam dinding yang ada di ruang keluarga. Pukul dua puluh dua lewat tiga puluh dua. Dirinya sendirian di temani oleh suara televisi. Rumah sebesar ini nampak sepi, orangtuanya sudah tidur, mungkin.

"Mau susu coklat?" Tanya Athalla tiba-tiba.

"Astaghfirullah, hobi banget ngagetin." Anna mengelus dadanya. Dengan berusaha kembali menormalkan degup jantungnya, Anna menekan tombol remote memindahkan channelnya. Athalla tak peduli, dia menuju dapur membuat kopi dan satu susu coklat untuk Anna.

"Kalian belum tidur?" Suara Dimas terdengar. Papa yang terlihat gaul itu duduk di samping menantunya.

"Athalla, sekalian ya buatin papa kopi." Seru Dimas. Athalla hanya membalas oke dengan gerakan jari jempolnya.

Dimas memperhatikan wajah Anna yang serius menonton televisi. Tontonannya soal perdebatan politik. Dimas kira Anna tidak suka dengan politik. Namun jika di lihat dari raut wajahnya Dimas yakin, Anna memang mengikuti dunia politik.

"Ini pa, dan lo, Ann." Pandangan Anna teralihkan dengan suara Athalla.

"Athalla, papa dengar proyek kamu semakin banyak ya. Wahh transferan tebel dong." Goda Dimas.

Athalla menyeruput kopi hitamnya pelan-pelan dan kembali meletakkannya di meja kaca depannya.

"Alhamdulillah, pa." Kata Athalla.

"Bagus, jangan lupa zakat dan shadaqoh baru pajak. Tapi ingat itu bukan pajak profesi ya." Nasehat Dimas.

"Iya, Adik kan suka yang pegang kalau soal zakat dan shadaqoh. Anak-anak pantinya Amih makin banyak. Jadi Athalla bantu di sana saja." Athalla memperhatikan layar televisi yang masih itu-itu aja.

REAL LOVE ✓(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang