RL 9

1.2K 166 45
                                    

Anna masih setia menemani suaminya. Alhamdulillah, kini Rayyan sudah di pindahkan ke ruangan biasanya. Tak hanya Anna, ada Nadine dan Dimas yang bergantian yang menjaga anggota keluarganya tercinta itu.

Ada gumpalan darah beku yang bersarang di otaknya. Namun bukan di tempat yang sama. Ukurannya sudah lumayan besar. Dan Rayyan tak merasakannya. Dia menganggap remeh gejala-gejala yang selalu di alaminya. Puncaknya kemarin, dia tak sadarkan diri di tempat tidur.

"Big boss.." Anna menciumi wajah suaminya yang masih nampak pucat dan bibirnya mulai kering.

"Bangun. Masih enak-enakan tidur nih." Anna kini mengusap lembut rambut hitam suaminya. Di tatap wajah manis suaminya yang tenang terlelap dengan damainya.

"Awas ya mimpiin si fera?" Nadine tersenyum mendengar pertanyaan menantunya.

"An, makan dulu yuk." Anna mengangguk. Dia tak pernah melewatkan jam makannya karena ada Nadine dan mamanya yang selalu datang mengingatkan.

Anna beranjak dari tempat
t duduknya. Namun entah karena lelah, kepalanya pusing dan jatuh pingsan.

***

Dimas dan dokter Wisnu berbincang-bincang. Kondisi putranya tak baik-baik saja. Bahkan kalau bisa Rayyan harus kembali melakukan pembedahan kembali. Namun resikonya tinggi. Terlebih ini bukan pembedahan pertama kalinya.

"Dim.." Nadine berlari ke luar. Dimas yang melihat istrinya berlari dengan wajah panik pun ikut panik.

"Kenapa?"

"Anna. pingsan." dokter Wisnu langsung berlari ke ruangan Rayyan. Di susul Dimas dan Nadine.

Dokter Wisnu langsung menggendong putrinya ke atas sofa. Di periksa dengan seksama dan tenang. Di saat seperti ini dirinya tak boleh panik.

"Gimana?"

"Ahhh, Anna baik-baik saja. Kelelahan sepertinya. Jadwal tidurnya kan berantakan sekali. Di berikan vitamin dan cairan infus pun akan kembali segar."

"Kasihan. Sejak Adik di rawat Anna selalu ada di sisinya. Maafkan anak kami ya" Dimas menepuk pundak besannya itu.

"Jangan gitu mas. Sudah kewajiban Anna ada di samping suaminya." Dokter Wisnu menepuk-nepuk lengan Dimas yang masih ada di pundaknya.

***

Malam ini kembali sunyi ada suara Anna dan Nadine mengaji. Di atas tempat tidur sana Rayyan masih terlelap dengan tenangnya.

"Ma, Anna boleh tidur sebentar?" Izin Anna.

"Iya sayang, tidur di kasur saja ya." Anna menggelengkan kepalanya. Dirinya hanya ingin tidur di samping suaminya. Nadine tak bisa memaksa. Anna tetap tidur dengan posisi duduk di samping Rayyan yang masih terbaring.

***

Anna terbangun saat ingin ke kamar mandi. Pertama kali yang di sadarinya adalah ketika dirinya sudah ada di kasur tempat tidur suaminya.

"Big boss" kepalanya menengok kesana kemari mencari sosok suaminya. Di ranjang ini hanya ada dirinya. Sedangkan Nadine masih tidur di sofa.

Pintu kamar mandi terbuka, Rayyan berdiri dengan wajah basah. Dia nampak terkejut melihat Anna yang sudah akan menangis.

"Sttt...Masih malam, ga ada singa betina yang nangis malam-malam." Anna memeluk Rayyan yang masih berdiri di depan pintu kamar mandi. Bahkan selang infusnya masih menempel.

"Puas hah..bikin orang khawatir mulu." Anna memeluk suaminya dengan erat. Begitupun sebaliknya. Rayyan bersyukur masih bisa bangun meski awalnya tubuhnya terasa kaku. Pertama kali bangun yang di lihatnya Anna tengah tertidur di sampingnya dengan posisi duduk. Sebagai suami yang baik, dia pun memindahkan tubuh Anna meski sedikit merasakan kesakitan.

"Udah ah..nanti mama bangun. Kita shalat tahajud bersama lagi ya." Anna menganggukkan kepalanya menyetujui perintah suaminya.

***

Kabar Rayyan sudah sadar membuat seluruh keluarga bahagia. Bahkan yang di jenguk malah asik nonton mottovlog. Asik sendiri dengan dunianya.

"Jangan nonton terus, dik?" Oma hendak mengambil handphone milik cucunya itu.

"Sebentar oma. Lagi seru nih."

"Kamu tuh harus banyak istirahat. Kasihan Anna kalau kamu sampai drop terus." Kini Nadine yang bersuara.

"Lo denger ga dik?"

"Hmm..sekarang kemana si dokcan?" Rayyan menaru handphonenya di atas nakas.

"Tugaslah. Ada operasi katanya." Kini Athalla yang menjawab.

"Dik..kata papa kamu harus di bedah lagi. Gimana kamu setuju ga?" Pertanyaan langsung yang di berika  Nadine.

"Bedah lagi? Ya allah, ma. Otak adik bisa rusak nih kalau begitu terus."

"Kalau ga di bedah resikonya besar. Mama ga mau kehilangan kamu."

"Adik juga ga mau kehilangan mama. Tapi kalau resikonya bakalan amnesia dan cacat adik ga mau bedah. Sekarang aja udah cacat kan. Gimana kalau nanti adik buta? Tangan adik kaya stroke ga bisa di gerakin?" Nadine merasakan kesedihan jika putranya sudah bicara sepesimis begitu.

"Di coba dulu aja, ga ada salahnya kan?"

Rayyan hanya mengangguk. Dia bukan anak kecil yang gampangnya di bodohi. Dirinya tahu resiko besar yang akan di hadapinya nanti bahkan jika kematian menghampirinya dirinya siap. Asalkan Anna bahagia.

***

Rayyan memijit pundak Anna. Mereka duduk saling membelakangi di atas ranjang pesakitan. Istrinya itu terlihat lelah. Rayyan faham dan mengerti tugasnya sebagai dokter tak bisa di sepelekan.

"Kalau udah di pijit langsung tidur." Rayyan masih memijit-mijit pundaknya pundak istrinya.

"Kamu juga, bigg boss."

"Udah ada hasil belum?" Tanya Rayyan.

"Hasil apa? Pemeriksaan kamu? Sudah. Kan tadi siang udah di terangin sama papa. Kamu harus di bedah secepatnya. Kalau ga bahaya."

"Ckckckc bukan itu." Anna membalikkan badannya. Di lihat wajah pucat suaminya dengan seksama.

"Hasil. Tespeck." Anna langsung mencubit pinggang suaminya.

"Ihhh sempet-sempetnya. Tahu aku capek malah bahas kaya gini. Tau ahhh, aku mau tidur." Anna mendorong sedikit tubuh suaminya. Seranjang berdua merupakan kebiasaan yang kini dilakukannya.

"Yaelahh sensi banget. Ehh dokcan, kalau kamu sensi gitu pasti tanda udah isi. kan orang hamil muda sensitifnya luar biasa." Rayyan menggoyangkan bahu istrinya.

"Dokcan...iyakan. Nyahut kek, jangan-jangan kamu udah isi." Anna risih, tubuhnya yang lelah terus menerus di goyangkan oleh suaminya.

"Iya udah isi. Puas hah. Udah ahh mau tidur, awas kalau gangguin."

Anna kembali membaringkan tubuhnya memeluk pinggang Rayyan yang masih duduk. Wajah bahagia Rayyan trcetak jelas di wajah pucatnya.

"Serius..ahhh akhirnya." Rayyan menciumi wajah Anna gemes.

"Hmmm isi. Isi nasi padang tadi." Jawab Anna dengan lirihan karena mengantuk. Gerakan Rayyan terhenti saat mendengar jawaban istrinya. Hahh, udah senang di hempaskan begitu saja.

****

REAL LOVE ✓(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang