Anna kesal sendiri. Sejak pagi Rayyan mendumel seperti anak kecil. Bahkan Tingkahnya seperti anak kecil yang merengek ingin balon. Lihat saja, Rayyan sedang mood merajuk. Mogok makan dan memilih berkutat dengan laptop yang sengaja di bawakan oleh Nadine.
"Kaya bocah deh. Ayo, makan!" Anna sedikit meninggikan suaranya.
"Biarin aja kaya bocah, aku emang bocah di mata mama." Jawabnya enteng.
"Ya allah. Bener-bener ya, aku harus visit ke yang lain ini. Ayoo dong." Rayyan masih bergeming. Meneliti serius ke arah laptop.
"Yaudah, aku ke yang lain dulu. Awas aja kalau aku ke sini lagi, makanannya harus habis." Ancam Anna. Dengan sedikit hentakan, dirinya menyimpan piring berisi nasi dan omlette buatan Nadine ke atas nakas.
Blamm..
Pintu putih itu tertutup. Rayyan hanya mengulas senyum. Pandangannya masih ke arah laptop dan menemukan sesuatu yang di carinya. Tak lama, dia mengambil handphone dan menghubungi seseorang.
"Assalamualaikumm..kodokk, adikuuhh sayang. Cepetan lo ke rumah sakit. Gue mau ngomongin sesuatu. Cepet ya, ga pake lama." Tanpa menunggu jawaban dari sang adik, Rayyan menutup handphonenya.
"Ahh, laper juga." Rayyan mengambil piring berisi nasi dan omlette buatan Nadine. Menikmati setiap suapan. Hah, nikmat rasanya bisa menikmati makanan buatan mamanya sendiri.
"Coba dokcan bisa masak kaya mama?" Lirihnya sembari melahap habis sarapannya.
***
Athalla menatap kakaknya kesal. Dia dengan panik dan meninggalkan semua pekerjaannya hanya karena khawatir kakaknya kenapa-kenapa. Tapi yang di fikirkannya tak sesuai perkiraan.
"Cepetan."
"Sabar dong, dok. Gue lagi live nih sama si Rio. Ganggu aja deh."
"Gue ganggu? Heh, tadi lo yang telepon gue. Lo sadar ga sih, kerjaan gue tinggal nih demi lo doang." Athalla berdiri dari tempat duduknya.
"Ri, udahan dulu ya. Si bawel kodok nih gangguin terus. Kabari ya kalau madam Alice lahiran. Gue ga sabar pengen lihat keponakan gue. Sumpah, pasti bule banget kaya emaknya, bukannya kaya lo buleuheuk." Rio cekikikan mendengar bahasa aneh dari sahabatnya itu. Dengan melambaikan tangan layar laptop itu pun menghitam.
Rayyan menutup laptopnya. Dia bisa melihat wajah adiknya yang kesal.
"Ini, gue udah dapat tanah buat rumah gue. Luas sih, tapi harus minta izin dulu ama yang punya."
"Yaudah itu sih gampang. Tinggal ketemu ama yang punya, obrolin baik-bs,aik nego harga udah selesai." Athalla kembali duduk di sofa.
"Ini, itu tanah yang gue incer." Athalla menerima handphone milik kakaknya. Dia bisa melihat tanah luas dengan kolam renang di sampingnya.
"Familiar banget. Lo dapat tanah dari mana?" Tanya Athalla dengan menzoom layar handphone milik kakaknya.
"Coba tebak?" Athalla mendengus. Kakaknya luar biasa nyebelin hari ini walaupum setiap hari emang nyebelin.
"Ga usah kaya anak sd main abc abcan sgala."
"Ya lo perhatiin dong, masa ga ingat." Athalla menzoom dan meneliti fotonya lagi. Rayyan menatap adiknya penuh harap.
"Ini..halaman belakang ya."
"Pinter.. adikkuhh pinter banget dah, ga heran kakaknya pasti pinter." Athalla mendengus untuk kesekian kalinya.
"Yap..itu halaman belakang. Tinggal mintabizin ke papa dan lo langsung eksekusi."
"Kenapa belakang rumah? Lo cari tanah yang luasan dikit kek. Lagian ga nyaman banget kalau di halaman belakang. Ntar kalau mau keluar masuk harus lewatin rumah mama dulu." Athalla menyimpan handphone kakaknya kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
REAL LOVE ✓(End)
Teen Fiction-lanjutan World Light- Di saat kebahagiaan di rasakan dua orang yang terikat oleh syariatNya. Maka di situ pula kan di uji olehNya berbagai permasalahan. Di saat itulah kita bisa tahu jika kita saling mencintai sesungguhnya atau mencintai semu. Cove...