Suasana gedung hotel milik keluarga Dimas terlihat ramai. Dua orang pengantin tengah melakukan prosesi akad nikah. Selama berbulan-bulan proses setelah lamaran akhirnya tiba juga acara yang di tunggu-tunggu. Beberapa orang termasuk Faiz sibuk dengan membantu para tamu undangan. Kebetulan trio kecebong menjadi panitia yang bisa di andalkan. Ali dan Rio keduanya sibuk mengabadikan prosesi sakral di depan sana.
Nadine tampak terharu di hadapannya kini putranya tengah mempersunting perempuan idamannya. Tak terasa waktu berlalu, putra yang selama ini di rawatnya telah dewasa. Setiap ibu pasti tidak akan bahagia jika belum bisa melihat putranya bahagia dengan pendamping masing-masing.
"Sudah jangan nangis terus." Tegur Dimas yang kini sudah berada di sampingnya. Bahkan terlihat tampan dengan jas seragaman dengan besannya itu.
"Gimana ga nangis coba? Putra kita menikah. Padahal dulu, sering di telonin, mandiin, suapin dan di gendong-gendong." Dimas merengkuh tubuh istrinya yang terbalut jilbab berwarna putih bersih.
"Ini juga sebagai tanggung jawab kita sebagai orangtua mengantarkan anak-anak kita sampai pelaminan. Setelah itu tugas kita hanya memantau dan menasehati putra kita soal rumah tangga."
"Tapi, yang. Kayanya rumah akan sepi ya. Gimana kalau kita punya anak lagi?" Sontak Nadine melebarkan kedua matanya.
"Apa? Ihh ga, aku tuh sudah berapa usianya, ga kuat kalau ngeden lagi. Di kasih abang aja alhamdulillah. Belum lagi adik terus Athalla." Dimas kininyang merenggut kecewa.
"Kan anak cewek belum." Nadine menggelengkan kepalanya. Lebih baik dia memperhatikan prosesi sakral di depannya di bandingkan meladeni suaminya yang kelebihan hormon.
Nadine beranjak dari tempat duduknya menuju sosok yang sedang tertidur di pojokan. Dia pasti kelelahan akibat menyiapkan seluruh acara sejak kemarin. Padahal sudah ada Eo yang membantu.
Nadine sedikit mengernyit ketika melihat wajah putranya menangis dalam tidurnya, bahkan terisak sesekali.
"Sayang.."
"Hei, bangun. Masa tidur." Nadine menggoyang-goyangkan bahu putranya yang lain dengan lembut sampai kedua mata yang sudah memerah itu terbuka. Seperti orang linglung, mengerjap beberapa kali dan melihat sekeliling.
"Ma.." wajahnya sudah menangis.
"Kenapa? Kamu mimpi buruk? Masih pagi udah tidur jadinya mimpi begini kan." Nadine mengusap punggung putranya yang tengah menangis sembari memeluk pinggang mamanya. Tak peduli akan keadaan sekeliling yang ramai melihat kedua mempelai yang tengah tersenyum bahagia.
"Adik..hiks..hiks.."
"sttttt..sudah jangan menangis. Ini acara special keluarga kita. Jangan nangis gitu ah, nanti para tamu berprasangka buruk." Nadine terus saja mengusap lembut punggung putranya yang masih menangis sesegukan.
"Mama bawa minum dulu ya." Nadine meninggalkan Rayyan yang masih sesegukkan.
Cukup lama akhirnya, kedua mata sipit itu terlihat bengkak bahkan memerah. Dia beberapa kali membersitkan ingusnya karena tangisan hebatnya tadi.
"Kenapa lo bro?" Faiz, Ali dan Rio datang. Mereka duduk berempat di kursi yang sudah di sediakan.
"Mimpi parah. Gila, kaya kenyataan banget." Sosok itu menerima air mineral gelas yang di berikan Ali.
"Mimpi apaan? Efeknya sampe lo nangis kejer? Ga rela lo di tikung sodara sendiri?" Goda Rio.
"Sialan lo." Rio tertawa ketika sahabatnya melempar lemper isi abon.
"Seriusan lo mimpi apaan?" Kini Ali yang bertanya.
"Hahhh.." sosok itu menarik nafas panjang sebelum melanjutkan "nikah sama dokter singa." Celetukkannya membuat Faiz tersedak. Bahkan Rio dan Ali blank seketika lalu tertawa bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
REAL LOVE ✓(End)
Teen Fiction-lanjutan World Light- Di saat kebahagiaan di rasakan dua orang yang terikat oleh syariatNya. Maka di situ pula kan di uji olehNya berbagai permasalahan. Di saat itulah kita bisa tahu jika kita saling mencintai sesungguhnya atau mencintai semu. Cove...