RL 8

1.3K 178 24
                                    

Tidak boleh capek dan stress adalah salah satu cara untuk mendapatkan momongan cepat. Selain berdoa tentunya. Rayyan sudah membaca berbagai artikel tentang kehamilan. Dia ingin menjadi suami yang siaga untuk istrinya bahkan untuk calon anaknya nanti.

Namun mengingat itu, dirinya harus menyiapkan rumah bagi istri dan anak-anaknya. Tak mungkin kan dirinya akan tinggal terus bersama Mama dan papanya.

"Kodok." Athalla berhenti saat dirinya di panggil.

"Apaan sih? Gue lagi banyak proyek ini."

"Bentara doang kali ah." Rayyan menarik adiknya untuk duduk.

"Gini, gue butuh jasa lo sebagi arsitek. Tolong dong buatin rumah buat gue." Athalla nampak terkejut.

"Rumah?"

"Gue kan udah berkeluarga nih. Gimana kalau gue buat rumah. Ehh lo deh yang buat. Tapi, belum ada tanah." Rayyan nampak bingung.

"Kalau denah dan bahan-bahan biar gue yang ngerjain. Lo cari tanah dulu aja." Athalla hendak berdiri.

"Dok, lo masih suka sama bini gue?" Athalla menatap kakaknya dengan kaget dan penuh tanya.

"Apa?"

"Gue tahu, lo suka kan sama Anna? Ehmm ga sengaja gue.."

"Ngaco." Athalla tak memperdulikan ucapan kakaknya. Dia berjalan cepat menuju kamarnya.

"Lo boleh kok suka sama Anna, tapi jangan harap lo miliki dia selagi gue ada." Batin Rayyan.

***

Anna merasa lelah. Seharian bekerja dan pulang larut malam. Rayyan yang malam ini tidak menjemputnya malah enak-enakkan tidur. Anna mencoba sabar. Toh dirinya tahu suaminya pasti lelah.

Setelah mandi dan makan malam, Anna kembali ke kamarnya. Rumah ini terlihat sepi, Anna bergidik ngeri.

"Kenapa lo?" Anna kaget. Suara tegas Athalla terdengar menyeramkan.

"Jangan bikin kaget bisa ga sih?" Anna melewati tubuh tinggi Athalla.

"An" Anna berbalik menatap wajah Athalla.

"Ehmm..jagain kakak gue ya. Sejak kecil dia sudah banyak bersedih. Gue harap kedepannya kakak gue bahagia." Anna tersenyum.

"Tanpa lo suruh pun, gue akan berusaha kok." Anna pergi begitu aja tanpa menengok lagi ke arah adik suaminya itu.

***

"Dari mana ?" Tanya Rayyan saat istrinya baru masuk ke dalam kamar.

"Makan. Laper banget." Anna membuka kerudungnya dan berbaring di samping suaminya.

"Jangan pergi tanpa izin." Rayyan menggenggam tangan istrinya dan mendekapnya di dada bidangnya.

"Tadikan big bos tidur. Masa harus di bangunin sih."

Rayyan tak menjawab. Dia menutup matanya dan kembali memeluk istrinya erat.

"Jangan pergi.." lirih Rayyan yang sulit di artikan oleh Anna. Dia menatap wajah suaminya yang nampak lelah.

"Capek banget ya, jangan terlalu kerja keras. Sayang badan." Hanya gumaman yang di berikan. Anna menenggelamkan wajahnya di dada sang suami. Lagi dan lagi moment sepele yang amat berkesan bagi keduanya.

"Dokcan, ibadah malam." Anna langsung mencubit pinggang Suaminya. Bisa-bisanya suaminya bercanda di saat dirinya butuh tidur.

***
Anna tersenyum melihat kemesraan Zia dan Athar di ruang makan. Athar sangat senang mengingat istrinya sudah di nyatakan posistif. Wajar, toh Zia dan Athar memang menikah duluan di banding dirinya yang baru satu bulan menikah.

"Gue pasti bisa." Batin Anna sembari mengusap-ngusap perut ratanya.

"An, mama panggil kok ga nyahut?" Anna tersenyum kaku.

"Ahh maaf ya, ma." Anna kini kembali ke dapur.

"Jangan yang itu. Anna bantu mama di halaman belakang saja." Anna menurut saja toh dirinya tak kemana-mana.

"Kita bersihin halaman ya." Anna mengangguk setuju.

Nadine mengambil perkakas di gudang kecil tempat perkakas. Anna pun ikut membersihkan. Suaminya belum bangun tidur, mungkin masih lelah.

Matahari sudah meninggi. Anna dan Nadine tak bisa berlama-lama karena matahari sudah mulai menyoroti mereka.

"An, cuci tangannya ya. Terus bangunin adik. Masa udah jam sepuluh belum bangun juga." Anna mengiyakan. Dia juga heran, kenapa suaminya tak turun-turun dari kamarnya.

Kamar yang bercat putih tulang ini nampak gelap. Tirainya masih saja menutup, seingatnya tadi sudah di buka.

"Big boss bangun dong. Kita mau jalankan hari ini." Anna menyibak tirai jendela kamar. Sontak saja sinar matahari mulai berlomba-lomba masuk ke dalam kamar.

Anna menghela nafas. Suaminya masih tenang saja terlelap di atas kasur. Dengan kasar Anna merebut selimut yang di peluk suaminya itu.

"Bangun!!!!" Teriak Anna tepat di telinga Anna. Namun suaminya masih saja terlelap. Bahkan Anna baru sadar jika suaminya tampak pucat.

"Big boss?" Anna mengusap wajah suaminya. Hawa panas terasa.

"Ray, bangun? Jangan bikin aku takut?" Anna menggoyangkan bahu suaminya namun bukannya bangun Rayyan masih saja menutup matanya.

Dengan tangan gemetar Anna mengusap hidung bangir suaminya. Mimisan lagi. Anna dengan sigap dan berusaha tidak panik langsung meminta tolong ke luar kamar. Athar yang berpas-pasan dengan Anna pun ikut berlari ke kamar adiknya.

***

Kembali, mereka di rumah sakit. Namun yang membuat mereka kaget adalah kondisi Rayyan yang tak baik-baik saja. Anna yang sebagai dokter ikut menangani langsung suaminya. Faktanya, suaminya kini koma. Tak sadarkan diri dengan waktu yang tak di tentukan. Setelah di periksa secara kesuluruhan, mereka menduga ada gumpalan di kepala Rayyan kembali namun itu bukan hasil maksimal. Harus menunggu hari esok.

Anna yang menangis dan kaget setia menemani suaminya. Di ruangan ini, ruangan yang sudah di patenkan menjadi ruangan Rayyan nampak lengang. Tidak seorang pun di perbolehkan masuk kecuali dokter dan suster.

Anna mengenggam tangan suaminya yang terbebas dari infusan. Menatap wajah suaminya yang pucat. Anna menyesal, rasanya sebagai dokter dia tak perhatian sekali dengan kondisi suaminya.

"Maaf ya, aku ga bisa jagain kamu." Anna menidurkan kepalanya di atas tangan Rayyan. Dia ingat malam itu, sebelum mereka beribadah. Rayyan mengucapkan sesuatu yang Anna tak tahu artinya.

"Semangat ya.. jangan tidur terlalu lama. Okey." Untuk menyemangati suaminya Anna mencium kening Rayyan dan menemaninya tidur. Setidaknya dirinya bisa beristirahat dengan nyaman, meski di keadaan yang tak di sangkanya.

***

Pendek ga apa2 ya😘😘😘😘😘

REAL LOVE ✓(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang