Rayyan memutuskan untuk tidak di bedah sebelum anaknya lahir. Keputusan gila dan seenak jidatnya. Anna sempat marah namun alasan Rayyan membuatnya bungkam. Hari ini Rayyan di perbolehkan pulang asal rutin melakukan pemeriksaan . Minum obat secara teratur dan selalu berfikir optimis. Bahkan Rayyan menggundulkan kepalanya hanya untuk mempermudahkan pengobatan alami. Setelah di sarankan Ali, dia mau mencoba bekam secara rutin.
"Aduh, Tam tam ngapain nangis sih." Rayyan risih dengan kelakuan mbaknya yang terlalu over menurutnya.
"Ihh adik, Mbak seneng ini."
"Udah, adik di sini kok Tam tam, ga kemana mana." Nadine dan Dimas hanya tersenyum melihat tingkah putra bungsunya. Jangankan mbak Tami, Nadine saja rasanya ingin menangis. Namun dia tahu putranya tak suka jika dirinya menangis.
"An, ajak adik istirahat di kamar ya." Perintah Dimas.
Anna dan Rayyan berpamitan kepada seluruh anggota keluarganya. Di wajah semua terlihat jika mereka menaruh harapan jika anggota keluarga manis mereka sehat afiat.
Athalla yang merasa akan menangis pun beranjak dari tempat duduknya. Dia mengecek pembangunan rumah idaman yang Rayyan sebut. Luas halaman belakang tak sama dengan bangunan rumah mamanya. Hanya setengahnya. Maka dari itu, Athalla membuatnya denah sesederhana mungkin dan senyaman mungkin. Hanya ada dua kamar, Satu kamar mandi, ruang tamu, dapur yang multifungsi sebagai ruang makan, teras depan belakang, mushola, dan perpustakaan kecil. Sudah sangat sederhana. Itupun di dua lantaikan, jika satu lantai tidak akan terlihat nyaman.
Athalla menghela nafas. Dia menghampiri bangunan yang sudah setengahnya. Beberapa pegawai yang di percaya masih terus bekerja tanpa risih.
Sedangkan di lantai tiga sana, Rayyan berdiri menghadap jendela. Menghirup udara yang berbeda. Aroma rumah yang amat di rindukannya. Berbeda dengan rumah sakit yang baunya hanya obat-obatnya yang membuatnya mual.
"Big boss, mau tiduran dulu?" Anna memeluk tubuh suaminya dari belakang. Rayyan menggelengkan kepalanya.
"Bosen, di rumah sakit tiduran terus. Masa di rumah juga tiduran lagi. Kebas nih pantat." Anna mencubit pinggang suaminya.
"Bahasanya dong tolong di jaga. Istri kamu nih."
Rayyan merubah posisinya. Berhadap-hadapan saling menatap penuh rasa cinta. Rayyan melihat kedua mata istrinya nampak berkaca-kaca. Rayyan tahu perasaan istrinya.
"Aku janji, akan bertanggung jawab dan membahagiakan kamu dan buah hati kita. Tapi, suatu saat aku lelah tolong ikhlasan aku pergi, ya." Anna menciba menahan air matanya namun tumpah jua.
"Mulai hari ini, aku ga mau ada air mata kesedihan dari kedua mata ini." Rayyan mengusap lembut air mata yang keluar dari kedua mata Anna.
"Big boss selalu membuat dokcan bahagia." Anna meneluk suaminya erat. Melepaskan rasa sesak yang beberapa hari ini di rasakanya.
***
Pagi ini Nadine tersenyum melihat putra manisnya mengomel. Bicaranya misuh karena kesal. Nadine perhatikan, putranya itu berjalan ke arah halaman dengan menenteng si blacky.
"Kenapa, dik?" Tanya Athalla yang sedang melihat pekerja yang memang sudah berkerja tiga puluh menit yang lalu.
"Ngidam, masa gue harus pake si blacky terus. Rese." Athalla hanya diam sembari menahan tawa. Bisa di bayangkan si kakak manisnya memakai si blacky sepanjang hari.
"Panas, berat, pengap.." dumel Rayyan namun gerakan tangannya memakaikan helm hitamnya itu.
"Lakuin aja selagi bisa, ibu hamil ya memang gitu." Rayyan dan Athalla menengok ke arah pintu. Di sana Nadine tengah berjalan ke arah mereka dengan membawa nampan berisi air putih dan cemilan sehat. Yaitu buah-buahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
REAL LOVE ✓(End)
Teen Fiction-lanjutan World Light- Di saat kebahagiaan di rasakan dua orang yang terikat oleh syariatNya. Maka di situ pula kan di uji olehNya berbagai permasalahan. Di saat itulah kita bisa tahu jika kita saling mencintai sesungguhnya atau mencintai semu. Cove...