Dimas menghela nafas mengingat percakapannya tadi pagi dengan dokter Wisnu. Kenapa? Sesuatu yang besar seperti ini putranya tak pernah mendiskusikannya. Apa gara-gara sudah menikah lalu bisa seenaknya? Apa di rasa cukup dewasa putranya lupa dengan keberadaannya? Apa putranya itu tak peduli lagi dengannya?.
"Dim, belum tidur?" Nadine memeluk suaminya dari belakang. Menghirup aroma maskulin suaminya yang khas.
"Belum mengantuk, yang. Adik sudah pulang?" Dimas membalikkan badannya menghadap sang istri.
"Ga akan pulang. Tadi Anna telepon katanya mau menginap di tempat biasa adik latihan. Rame-rame ada Ali, Rio, Faiz sama istrinya Rio." Dimas menunjukkan wajah tak sukanya. Dia melepaskan pelukkan Nadine dan mengambil smartphone miliknya.
"Mau apa?" Nadine bisa mengetahui jika Dimas sedang dalam mood tak baik.
"Assalamualaikum. Dik, pulang malam ini juga. Papa mau bicara. Tidak ada tapi-tapian." Dimas mengatur nafasnya. Dia tak suka jika putranya menyembunyikan sesuatu seperti ini.
***
Rayyan menatap kosong smartphone miliknya. Sesuatu yang tak beres pasti terjadi. Papanya tak mungkin bicara seperti itu jika tidak ada yang menyulutnya.
"Kenapa?" Anna mengusap bahu Rayyan.
"Papa nyuruh pulang." Anna memeluk Rayyan. Sungguh dia tak ingin marah-marah lagi seperti tadi pagi.
"Ini sudah malam, big boss. Ga mungkin kamu bawa motor. Kondisi kamu juga kan masih lemes." Rayyan melingkarkan kedua tangannya di tubuh Anna. Memeluknya dan memberikannya pelukkan terhangat.
"Papa kayanya marah deh, nada bicaranya aja udah beda. Aku harus pulang sekarang. Kalau kamu mau nginap di sini ga apa-apa kok. Aman." Anna menggelengkan kepalanya. Dia tak mau di tinggal di sini bersama trio kurcaci dan si bule tinggi. Menakutkan.
"Aku ikut pulang."
Tanpa berpamitan dengan yang lain. Rayyan dan Anna langsung pulang. Udara dingin langsung menusuk kulit. Terlebih kini pukul satu dini hari. Anna mengernyitkan dahinya ketika Rayyan meminggirkan si tomo.
"Kenapa?" Tanpa di jawab Rayyan sudah memberikan hoddienya ke belakang.
"Pakai. Dokcan kan cuma pakai jilbab. Angin malam ga baik."
"Tahu ga baik, kenapa ngasih ke aku. Big boss, cuma pakai kaos doang?"
"Aku tahu kondisi ku lemah sekarang, tapi jangan memandang aku selemah itu. Percaya sama aku." Tanpe perbincangan lagi, Anna langsung memakai hoddie milik suaminya dan kembali memeluk Rayyan dengan erat.
Sampai di rumah Anna turun lebih dulu, menunggu suaminya yang sedang memasukkan si tomo ke dalam garasi. Rayyan melepas helm, di jinjingnya dan tersenyum melihat Anna yang menatapnya khawatir.
"Ihhh, dokcan nakal. Aku bilang, aku ga selemah itu."
"Iya, aku percaya." Anna menyukai moment ini. Dimana tangan Rayyan menggenggamnya dari depan.
Pemandangan pertama saat masuk rumah adalah lampu ruang tamu masih menyala. Dimas dan Nadine duduk di sana dengan wajah yang serius. Bahkan Nadine sudah menunjukkan wajah marahnya.
"Assalamu'alaikum." Rayyan mencium tangan mama dan papanya. Anna pun merasa aura dingin dari kedua mertuanya ini.
"Ann, kamu bisa tinggalkan kami?" Pinta Dimas. Anna tak langsung menuruti perintah papa mertuanya.
"Tidurlah kembali. Jangan menunggu." Anna mengangguk. Kini hanya ketiga orang dengan wajah yang berbeda. Dimaa masih menatapnya tajam, bahkan Nadine sudah berkaca-kaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
REAL LOVE ✓(End)
Teen Fiction-lanjutan World Light- Di saat kebahagiaan di rasakan dua orang yang terikat oleh syariatNya. Maka di situ pula kan di uji olehNya berbagai permasalahan. Di saat itulah kita bisa tahu jika kita saling mencintai sesungguhnya atau mencintai semu. Cove...