RL 11

1.4K 158 45
                                    

Athar yang kali ini menjaga adiknya. Kemarin dia absen karena istrinya dalam masa proses ngidam dan meminta yang macam-macam. Dia duduk di samping adiknya. Membaca ayat suci yang biasa di lafalkannya saat-saat seperti ini.

"Bang," Athar langsung menghentikan bacaannya saat suara adiknya terdengar lirih.

"Assalamualaikum, jagoan." Rayyan terkekeh mendengar sapaan dari abangnya.

"Waalaikumsalam."

"Masih sakit?" Tanya Athar.

"Ga, pengen pipis." Athar sudah siap dengan alat pipis untuk pasien yang di sediakan oleh rumah sakit.

"Ga mau. Pengen di toilet." Athar menghela nafas. Sedikit demi sedikit dia membantu adiknya bangun. Merangkulnya dengan hangat dan pelan-pelan.

Rayyan tersenyum melihat wajah abangnya yang kini nampak lebih berisi. Lihat saja pipinya sudah mengalahkan bapau buatan mbak Tami.

Rayyan mengernyit kala kedua pahanya terasa ngilu. Kaki palsunya memang sangat membantu di kala seperti ini. Rasa pening sedikit terasa. Bahkan kedua matanya terasa memburam sesaat.

Tanpa ke susahan, Athar sudah di dalam toilet. Dia ingin membantu adiknya namun di tolak secara halus.

"Malu, abang tunggu di luar aja." Sedikit khawatir, namun Athar menurut saja permintaan adiknya.

***

Rayyan hanya diam sembari menunduk. Seperti bocah yang sedang di marahi ibunya. Namun bukan mama tang marahinya, melainkan Anna. Dia kesal, baru tiga jam sadar, suaminya ini sudah minta yang aneh-aneh.

"Dokcan, besok minggukan. Boleh ya, hitung-hitung kita liburan." Anna yang masih berdiri menatap tajam suaminya.

"Ga. Kamu ga boleh keluar dari rumah sakit. Berani kabur, aku juga bisa pulang ke rumah papa." Ancam Anna.

"Yahh, jangan dong."

"Kamu tuh ngerti dong, aku khawatir, mama juga semuanya khawatirin kamu. Kondisi kamu tuh ga baik. Bisa-bisa.."

"Ga usah di jelasin kali. Yaudah, aku akan batalin ke puncaknya. Tapi kita harus ikut SUNMORI ya." Rayyan menaik-turunkan kedua alisnya yang tebal.

"Sama aja. Pokonya ga ada SUNMORI atau yang lainnya. Kamu harus tetap di kamar ini. Kalau bisa besok bedah. Ini." Anna menyerahkan map coklat berisi logo rumah sakit ini. Rumah sakit milik papa mertuanya.

"Hasil pemeriksaan lagi? Hahh, pasti gede banget nih tandanya."

Rayyan melihat hasil pemeriksaan dirinya. Di sana terlihat jelas bagian otaknya yang sakit. Beberapa lembar hasil rontgen kepalanya. Lembar demi lembar di perhatikannya. Gerakan Rayyan terhenti, sedikit menajamkan penglihatannya karena kedua panca indra penglihatnyaa memburam.

"Ini.."

"Kenapa?" Anna bertanya.

"Mata aku ga salah kan? I...ni..." Rayyan menatap wajah isterinya tercinta.

"Se..rius?" Rayyan menunjukkan wajah tak percayanya. Anna menanggukan kepalanya dengan wajah sumringah.

"Ini.." Rayyan menatap kembali lembaran itu. Bukan, itu hasil USG Anna. Meskipun terbilang belum terlihat namun di lembaran itu di sertakan tespack dan tulisan 'You will be father'.

"Alhamdulillah...ini bukan prank kan?" Masih tak percaya.

"Ga mungkin aku bercanda. Di sini, ada calon buah hati kita" Anna mengusap-usap perutnya sendiri dengan telapak tangan Rayyan yang masih bergetar.

"Ah..allahu akbar, allahu akbar.." Rayyan bertakbir sembari memeluk tubuh mungil istrinya tercinta. Di ciumi wajah Anna dan mengecup perut Anna.

"Haiii, assalamualaikum adik junior. Sehat-sehat ya." Rayyan tak kuasa menahan tangis. Dia menangis terisak di pelukkan sang istri.

REAL LOVE ✓(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang