RL 7

1.2K 181 25
                                    

Hidup Rayyan kini berubah. Anna mengubahnya menjadi lebih berwarna. Aktifitas Rayyan kini bertambah selain bolak balik ke bengkel, kini dirinya menjadi OJOL bagi sang istri. Bagaimana pun, istrinya adalah dokter. Pekerjaan yang mulia bagi di matanya.

Setelah menikah, Anna pun merasa berbeda. Terlebih tidak tinggal dengan orangtuanya. Melainkan ikut sang suami. Setiap hari pasti saja ada keributan di antara keduanya. Rayyan dan Anna tak pernah akur sejak dulu, namun di saat tertentu keduanya bisa akur. Hanya di waktu-waktu tertentu.

"Pulang jam berapa?" Tanya Rayyan saat dirinya menghentikan si tomo di parkiran rumah sakit.

"Ehm.." Anna yang kini melihat jam tangan di lrngan kanannya. Berfikir sejenak.

"Sore. Tapi ga tahu juga sih."

"Yaelah, masa ga tahu. Situ kan yang kerja. Gimana sih?" Anna mengeplak si white yang di pakai suaminya.

"Ya ga tahu. Rumah sakit kan biasanya situasinya suka mendadak. Ga sesuai harapan. Gimana sih!" Rayyan mendecih di balik si white.

"Yaudah. Kalau udah mau pulang ntar telepon aja." Rayyan membuka helm full facenya. Dia letakkan di kaca spion kanan. Sejenak menelisik wajah manisnya yang semakin manis saja setiap hari.

"Mo ngapain?" Tanya Anna. Suaminya itu aneh, tidak bisa di tebak. Lihat saja, sekarang Rayyan sedang mengusak-ngusak rambutnya menjadi berantakan.

"Masih jam delapan. Ngopi bentar di kantin. Lagian kangen juga sama emak." Anna menatap tajam suaminya.

"Emak siapa?" Rayyan tak menjawab. Dia menilih turun dari si tomo melenggang meninggalkan sang istri yang kesal di belakangnya.

"Ihhh nyebelin." Anna berlari ke arah suaminya. Mencubit pinggang Rayyan sampai si empunya meringis kesakitan.

"Kebiasaan deh." Rayyan meminting leher Anna yang lebih pendek darinya.

"Big boss juga." Namun keduannya tetap berjalan beriringan. Rayyan yang masih merangkul pundak istrinya tanpa canggung. Dia menikmati moment ini.

***

Tes..

Rayyan menghela nafas panjang. Setelah sampai di bengkel, hidung mancungnya kembali mimisan. Tak ingin membuat khawatir seluruh karyawannya, kini dia sendirian di kamar mandinyang ada di ruangannya. Kepalanya menjadi pusing. Semua yang di lihatnya berputar. Dengan sekuat tenaga dirinya berusaha untuk tetap sadar namun apa daya. Semuanya menggelap di sertai tubuhnya yang tumbang.

***

Nadine tersenyum melihat Athar tengah menggoda istrinya. Dia tak mengira jika dirinya akan menjadi ibu bagi menantu-menantunya. Apalagi baru saja Athar dan Zia memberitahu jika Zia sudah terlambat baru dua hari. Bagi Nadine itu biasa saja karena baru dua hari bukan ukuran untuk mengetahui hamil atau tidaknya.

"Ya allah, mah" Athalla yang baruboulang ketja dengan sigap memegangi tubuh Nadine yang akan terjatuh.

"Hati-hati." Nadine tersenyum.

"Ga apa-apa. Mama cuma kesandung karpet." Athalla masih memegangi lengan Mamanya.

"Kesandung sih, tapi bahaya juga ma." Athar dan Zia pun ikut bergabung. Menatap khawatir sang mama yang masih di gandeng Athalla.

"Mama ga apa-apa?" Tanya Athar. Nadine tersenyum.

"Udah, Mama ga apa-apa."

"Zia buatkan minum ya." Tanpa menunggu jawaban Zia langsung menuju dapur.

Ruang keluarga ini menjadi favorit bagi Nadine. Bagaimana pun ruangan ini penuh kenangan. Kenangan masa-masa indahnya bersama keluarga.

"Udah sore, Papa sama Adik belum pulang?" Tanya Mama.

REAL LOVE ✓(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang