Waktu itu aku sadar kalau ibuku memperhatikan sosok Yogi dari balik jendela kamar, ternyata meski ibuku sibuk komentar mengenai tato yang menempel di bagian tubuh Yogi tapi akhir ceritanya ibu bilang kalau Yogi itu pria yang sopan. Suaranya juga kalem dan lembut, entah apa yang ibu tau soal Yogi kemarin membuatku semakin paham bahwa ibuku memperhatikan gerak-geriknya. Ibuku sudah tau bahwa diriku gay, begitu juga ayahku, tapi terkadang ibu yang sering mengingatkan diriku soal pilihlah lelaki yang tetap bisa menjadi contoh dan pemimpin yang baik bagi keluarga. Bahkan terkadang ibuku masih membahas soal Tama, tentu saja Tama lebih ibuku sukai, sejak kecil memang taunya ibu aku bakalan jadi dengan Tama namun setelah Milea hadir hal itu membuat diriku harus mundur perlahan karena aku tidak mau Milea tau tentang hubungan aku dan Tama.
Pagi harinya aku masih sibuk di kamar, memadukan jas dan juga kemeja yang akan aku kenakan untuk berangkat kerja, masih jam 06.35 dan aku lihat di luar tadi Yogi sudah menunggu. Biarlah, dia duduk di sofa ruang tengah dan ibu juga masih sibuk menyiapkan sarapan di dapur.
"Nak Yogi, sarapan bareng kita aja ya?" aku mendengar suara ibu yang menawarkan sarapan pada Yogi, karena posisi kamarku masih dekat dengan ruang tengah dan dapur, sedangkan ruang ibu dan ayah lebih jauh sedikit ke belakang. Maklum karena rumahku sederhana lebar ke belakang dan nggak ada tangga lantai atas, satu lantai dan menurutku rumahku ini cukup nyaman.
Mataku melirik ke arah Yogi yang tersenyum lepas menatap ibuku, sikapnya juga memang sangat santun didepan ibu. "Jadi merepotkan, aku hanya ingin mengantar Aril bu, maaf." aku juga bisa mendengar suara Yogi dengan jelas.
"Eh eh, sudah tidak apa-apa. Nggak ngerepotin kok, itu si Aril emang agak lama kalau dandan. Ini ibu siapin roti, selai atau kejunya terserah tambah sendiri ya. Udah ayo silahkan makan." ibuku menyiapkan beberapa lapis roti di meja tepat di depan Yogi, ada selai, keju, dan beberapa toping lainnya juga.
Aku keluar dari kamarku sambil masih merapikan dasi, "Apa sih bu, aku nggak dandan." timpalku pada ibu. Sambil mendekati Yogi aku mulai duduk di sebelah pria itu.
"Tuh Ril, siapin dong rotinya buat Nak Yogi." kata beliau lagi dan kembali berjalan menuju dapur.
"Ayah sudah berangkat bu?"
"Sudah dari abis subuh, katanya ada hal mendesak."
Kemudian aku mengambil pisau roti dan memegang selembar roti di tangan satunya, "Kamu belum sarapan kan? Pagi-pagi banget kamu kesini, pasti belum sarapan." kataku dan mulai mengoleskan selai blueberry ke alas rotinya. Yogi hanya diam dan senyuman masih tergores di bibirnya sambil menatapku.
Wajah pria itu mendekati wajahku, "Aku sudah minum kopi tadi sebelum kesini, udah ngerokok juga." Yogi malah jawab begitu, duh kebiasaan Yogi kayak bapak-bapak deh. Minum kopi sama ngerokok pagi-pagi, nggak sehat banget.
"Ya kan belum sarapan, nih makan." kemudian aku melapisi lagi dengan selembar roti lainnya kemudian memberikan roti lapis blueberry itu pada Yogi. "Lain kali tuh kalau pagi mau kemana-mana harus sarapan dulu, biar ada isinya perut kamu." lanjutku lagi dan kembali berdiri.
Yogi mulai menggigit roti lapis itu, "Kayaknya kalau sarapan yang buatin kamu sih aku bakalan makan deh tiap hari." dia mulai mengunyahnya.
"Yeuuuu~ emamg dikira aku istri kamu apa? Ngaco deh." aku mulai berjalan menuju kamar namun mataku melirik ke arah ibu yang memanggil diriku pelan untuk mendekat, lambaian kelima jari ibu menarikku untuk mendekat.
Ketika aku mendekati ibu malah langsung menarikku agak jauh sedikit, sampai cukup jauh dari posisi ruang tengah tadi. "Ril...." ibuku mulai dengan menyebut namaku.
"Kenapa bu?" tanyaku heran karena suara ibu kayak bisik-bisik gitu.
"Itu Nak Yogi bakal nganterin kamu tiap hari?" pertanyaan pertama ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEGAJUL - Boyxboy
Short StoryDia seorang fotografer yang pertamakali membuat diriku nyaman...