Sepuluh

9.5K 545 56
                                    

Sore hari aku dan Yogi diperjalanan menuju Hotel The Trans Luxury Bandung, melupakan kejadian yang sedikit membuatku kesal saat berada di pesta pernikahan sebelumnya. Di mobil juga aku hanya diam saja, Yogi sibuk dengan stir kemudi dan aku hanya fokus bersandar di kursi sebelahnya dengan tatapan kosong ke depan. Secercah harapan kalau ketika mataku terpejam maka aku langsun ada di rumahku, tapi nyatanya jika menuju Jakarta sekarang pasti tidak akan mungkin. Yogi bilang padaku kalau dia mau ke suatu tempat sebelum menuju hotel ternyata, "Kita mau kemana sih?" suaraku lirih, sebenarnya aku kalau bisa mau menolak untuk diajak pergi lagi, tapi semua yang aku terima saat ini adalah dari Yogi, jadi aku hanya tidak enak jika tidak ikutin apa kemauan dia saat ini.

Dengan menghela nafas juga, Yogi mengelus bibirku dengan ibu jarinya, daguku ia cubit sekilas. "Kamu capek ya? Yaudah kita balik ke hotel aja, nggak jadi jalan-jalan deh." jawab pria itu, bersyukur banget kayaknya aku bisa kenal dengan cowok seperti Yogi. Dia mengerti banget apa yang aku mau. Meski terkadang nyebelin tapi dia baik banget kok.

Terkadang aku juga mikir, betapa lebih capeknya Yogi sebenarnya. Dia yang ngeluarin uang, dia juga yang kesana-kemari nyetir mobil, dia juga yang malah paling sabar ketimbang aku. Ya terkadang dia marah demi kebaikan aku, tapi aku rasa dia pria yang luar biasa dalam segi fisik, mental, dan otak. Dia juga pintar, terpandang, disegani, dan pokoknya semuanya deh. Aku sampai berpikir sebenarnya Yogi tuh rugi dekat dengan pria biasa saja seperti aku, dan lagi aku juga sedikit keras kepala.

"Tapi kalau kamu mau jalan-jalan nggak apa-apa, kamu bilang mau liburan sekalian kan di sini." dengan segenap rasa lelah yang ada, aku berusaha membuat Yogi kekeuh dengan pendiriannya untuk jalan-jalan sejenak.

Yogi tidak menjawab, dia sibuk menyetir.

"Yogi..." aku memanggilnya lagi, abisnya malah diem aja. Aku bicara sama dia padahal.

Pandangan dia masih lurus ke depan, tangannya masih sibuk dengan gigi dan stir mobil. "Iya, kenapa Sayang?" ujarnya santai.

"Yee~ malah diem, kamu mah…" ambek diriku ini membuat tangan kirinya langsung menggenggam tangan kananku.

Yogi mencium punggung tanganku itu, "Ya 'kan kamu capek. Nanti kalau aku paksain jalan-jalan malah kamu nggak nyaman, Sayang." sejak kapan dia jadi sesering itu manggil aku 'Sayang', jadi aneh ya, karena baru kali ini dia begitu. Biasanya manggil nama aja.

"Kamu nggak capek emang?" tanyaku lagi.

"Selama ada kamu yang nemenin aku, lelahnya aku malah jadi kekuatan dan semangat baru."

"Ck, jangan gombal ih." aku menepuk pundak Yogi dan terkekeh. "Serius ih, jangan gitu. Kamu capek kan?" tanyaku lagi sambil tersenyum lebar, suasana sedikit mencair kali ini.

"Nggak. Kan aku udah jawab tadi, Sayang." tuh kan, dia manggil 'Sayang' lagi lho, kayaknya Yogi baru dapat cahaya ilahi dari teman-temannya tadi di pesta deh. Dia jadi sedikit lebih romantis gitu, meski cuman manggil aku Sayang tapi itu cukup, nggak lebay dan nggak kekanakan. Aku suka.

"Nanti malam, kita tidur seranjang aja ya? Nggak apa-apa kok." tiba-tiba entah kenapa, bibir ini mengatakan hal yang demikian.

"Hah?" Yogi langsung menengok ke arahku, "Nggak salah denger kan aku? Coba ulang lagi." dia kelihatan seneng banget tuh, liat aja wajahnya semakin sumringah.

"Hih, males ah diulang lagi. Malu tau." kataku merajuk.

"Benda ajaibku kepake nggak ya?" tiba-tiba ucapan itu membuatku langsung memukul tubuh Yogi.

"Yogi!" aku berteriak padanya, "Awas aja macem-macem, kita cuman tidur doang kok. Nggak yang lain." ya ampun, kok jadi teringat benda ajaib, alias kondom, yang dibawa Yogi di tas-nya ya. Aduh gawat.

BEGAJUL - BoyxboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang