Chapter 5

719 198 46
                                    

Banyak yang mengatakan jika dua orang berteman akrab dan sering menghabiskan waktu bersama, wajah satu sama lain akan semakin terlihat mirip. Nisa membenarkan hal itu ketika mempoles wajah ayu Yuki dari jarak beberapa senti, mulai dari garis wajah serta cara tersenyum mereka. Pantas Narda dan Hunus sering mengatakan jika ia dan teman ceweknya satu ini kembar. Bedanya, tubuh Yuki boleh dibilang lebih tinggi dan lebih seksi. Wajar sih, Yuki memang patut segera dinikahkan untuk menghindari hal-hal buruk. Lihat saja cowok-cowok di kampus, matanya banyak yang jelalatan pada Yuki hingga membuat Nisa tidak kuasa membayangkan apa saja yang ada di otak mereka semua.

"Kalau nanti beneran sudah jadi istri, jaga tuh kelakuan." Siapa sih yang seharusnya mendapati kalimat barusan? Yuki merasa ucapan Nisa mengarah pada kepribadian cewek itu sendiri. "Jangan pecicilan."

"Nis, gue nggak pernah ya pecicilan. Adanya juga elo."

Membalikkan fakta, Nisa meringis geli menyadari. "Kapan nih datangnya calon lo?"

"Ini baru jam setengah tujuh Nis, masih kurang setengah jam lagi." Rasa-rasanya sudah tidak sabar melihat rupa dan bentuk calon tunangan Yuki, Nisa sangat menunggu moment itu. "Lagian kenapa sih? Kok jadi elo yang nggak sabar ketemu dia."

"Ya nggak sabarlah, rasa penasaran gue sudah sampai overdosis."

"Lebay deh."

"Bodo', yang penting gue pengen banget ketemu Mas Ravi."

Mas Ravi?

Kenapa pula Nisa jadi ikut-ikutan? Yuki mendadak menatapnya bengis, kemudian memasukkan satu pocky ke dalam mulutnya. "Lo nggak perlu tuh manggil dia Mas."

"Kenapa?" Bodoh sekali.

"Ya karena dia Mas gue."

Acie cemburu.

Nisa terbahak di belakangnya sambil lalu menoyor kepala cewek itu. "Kok noyor gue Nis? Sakit nih."

"Kalau sampai Narda sama Hunus tahu kelakuan lo yang begini, mereka berdua pasti bakalan syukuran tujuh hari tujuh malam nggak berhenti-henti."

"Gitu banget."

"Ya elo juga sih Ki kayak ABG yang lagi pertama kali kasmaran, lebay kuadrat!"

Berbicara mengenai kasmaran, Yuki baru menyadarinya sekarang. Semua masih abu-abu, belum ada getar luar biasa yang sanggup membuat Yuki ingin menatap Ravi Miraldi lebih lama. Lagipula semenjak hubungannya dengan Stefan berakhir, Yuki belum sepenuhnya bisa kembali membuka hati untuk laki-laki lain. Tidak masalah disebut susah move one, Yuki santai saja menanggapi beberapa temannya menanyakan tentang Stefan. Yuki bangga dong memiliki mantan setampan itu, bule pula. Meski pada akhirnya bukan menjadi cinta sejati. Sebenarnya ini rahasia, banyak cowok di kampus yang mengajak berhubungan. Tapi berkali-kali pula Yuki menolak dengan menggunakan tampang ganteng Stefan sebagai alasan.

Kalau kata Hunus, seluas-luasnya alas masih lebih luas alasanmu.

"Nisa, Yuki sudah selesai belum? Keluarga Ravi sudah datang nih."

Cepat sekali.

Yuki melongo tanpa komando ketika pintu kamar dibuka oleh Ibunya, sedangkan Nisa segera meraih lipstick. "Tinggal sebentar lagi Tan, lima menit."

"Cepat ya? Nggak enak juga sama keluarga Ravi kalau kelamaan nunggu."

Aduh, Yuki baru deg-degan sekarang. Dadanya semakin bergemuruh begitu Ibunya kembali menutup pintu. "Tuh cowok nggak sabaran banget sih, padahal juga masih kurang setengah jam lagi."

"Eh, kualat lo kalau ngatain calon suami. Lagian kok lo aneh, dia sama keluarganya begini tuh sudah jadi pertanda kalau mereka memang benar-benar serius."

"Diem deh, perawan ting-ting jangan coba-coba ngenasihati cewek yang mau dipinang."

Demi Tuhan Nisa ingin mengumpat.

***

Sejak semalam, Ravi tidak kunjung bisa merasakan jantungnya berdetak normal. Ini semua salah cewek yang akan segera ia jadikan tunangan beberapa menit lagi, dan akan segera menjadi teman hidupnya nanti.

"Rav, jangan deg-degan. Santai, anggap kamu kayak di pantai." Ibunya ada-ada saja deh.

"Benar tuh Menk kata Ibu, anggap juga calon lo nggak lebih cantik dari gue."

Di mata Ravi, Yuki terlalu HD untuk Rose yang 3gp. "Kalau mikir pakai otak dong Kak, jangan dengkul."

Dapat dipastikan Rose menyimpan kuat-kuat amarahnya selagi Ravi tanpa hati menghujat, Ibu dan Ayah mereka akan mengomel jika sampai di situasi seperti ini kedua kakak adik itu sempat-sempatnya bertengkar. Omong-omong, Ravi jadi ingat ucapan Yosio. Juragan paling senewen sejagat itu mengatakan jika kedewasaan seseorang tidak didapatkan dari menonton film porno, melainkan dari pola pikir orang tersebut. Pantas Rose masih seperti anak kecil, pikiran dia saja masih dipenuhi kebebasan yang luar biasa. Tanpa melihat posisi atau jabatan tinggi yang dipegang dalam pekerjaannya, Rose tetaplah kakak perempuan Ravi yang patut diberikan pencerahan agar segera merubah diri lalu menemukan tambatan hati.

"Rav, lihat. Yuki sudah datang." Ibunya Winia selalu heboh jika menyangkut si calon menantu. "Kamu yang relaks, jangan tegang."

Sejujurnya yang menciptakan ketegangan dari tadi justru karena keberadaan orang-orang di sekitar, terlebih kedua orangtuanya juga orangtua Yuki yang berantusias sekali menjodohkan. Ravi sih kalem, selow saja meskipun Riyuki Sakura malam ini tampil begitu cantik layaknya putri dari negeri dongeng. Padahal ini hanya acara pertunangan sederhana, belum lagi ketika pernikahan mereka nanti. Dasarnya Yuki memang memukau, cewek itu pantas saja menjadi primadona kampus. Beruntunglah Ravi menerima dengan tangan terbuka pilihan Ayah Gandi dan Ibu Winia, pasrah terhadap kehidupan baru bersama makhluk paling berpotensi tidak akan memberi clue ketika dalam mode ngambek.

"Yuki hari ini cantik banget ya Rav?" Lagi, kali ini malah Tante Stella yang bertanya.

Cantilah, cewek. Kalau Lucinta Luna beda urusan lagi. Fokus Rav, fokus!

Belum genap satu bulan saling mengenal, tampaknya segala sesuatunya sungguh sangat terburu-buru. Di belakang Yuki memang sering menggerutu, tapi sebisa mungkin dia berlalu baik di depan Ravi dan keluarganya. Acara dimulai dengan salam pembuka dari MC yang kebetulan merupakan kenalan Remy, makin berdebar pula perasaan dua manusia berbeda gender itu. Yuki canggung, Ravi apa lagi. Di samping itu semua orang begitu gencar menggoda. Tiba di saat paling dinanti, Ibu Winia tiba-tiba berada di sebelah Ravi dan langsung memberikan kotak kecil berisi dua cincin. Harap-harap cemas Ravi menuruti wejangan yang diberikan Yosio, jangan sampai pertunangan ini gagal lantaran kegugupan tidak berguna.

Kalau cium kening boleh, cipok bibirnya ya jangan.

Ravi berkedip beberapa kali untuk kembali fokus menatap Yuki sembari meraih tangan putih cewek itu. "Kamu yakin Ki mau menerima aku?"

Bertanya kok terlambat sekali? Yuki meringis sejenak membalas jawaban Ravi. "Orangtua kita sudah sangat senang kalau kita bersama, aku nggak akan sejahat itu untuk menuruti ego aku sendiri Mas."

Cara bicara mereka yang berbisik-bisik sepertinya membuat semua orang mengeryit heran. "Aduh, jangan grogi gitu dong kalian berdua."

"Kok nggak juga dimasukin Rav? Lama banget." Ini nih, berkali-kali Ravi merutuk.

Fuck!

Seharusnya Rose di rumah saja.
















To be continue...

23 Mei 2019

Become OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang