Tidak ada peluang menoleh ke belakang, entah itu untuk mengenang masa lalu atau mengingat wajah ganteng mantan. Seharusnya memang begitu, tapi Yuki seperti telah terpedaya hasutan Stefan. Buktinya meski Mahiro beberapa hari lalu sudah mengingatkan untuk menjaga jarak, ia masih tetap mau menemui Stefan. Selesai kuliah hari ini, Yuki mengiyakan ajakan bertemu cowok itu. Untungnya Nisa mau menemani, jadi tidak ada alasan melakukan hal buruk. Yuki baru turun dari motor sembari melepas helm, lalu memberikan benda itu ke Nisa.
"Lo yakin nih mau ketemu mantan lo?"
Di hati kecil Yuki, ada sedikit perasaan berat tetapi ia juga tidak ingin membuat Stefan kecewa. Kasihan, kan sebentar lagi doi mau ditinggal nikah. "Iya Nis."
Nisa mengangguk mengiyakan, ia segera turun dari motor dan melangkah mengikuti Yuki yang masuk ke dalam kafe. Dari jarak mereka berada, ada Mas mantan yang sudah standby di meja paling pojok. Doi bahkan sudah memesan minuman dan beberapa camilan. Ketika Yuki semakin mengikis jarak, mata Stefan langsung terarah padanya. Dia melambaikan satu tangan, dan tidak luput dengan menunjukkan senyum manisnya. Tidak tahu apa, Nisa jadi ketar-ketir di belakang Yuki. Stefan ini bule banget, mata abunya pun menawan. Tapi sayang, Nisa sudah ada doi. Jadi icip-icip dikit lihatin muka gantengnya bukan masalah besarlah.
"Sudah selesai kelasnya?"
"Sudah." Mungkin status mantan bukan menjadi halangan serius. "Eh, kenalin Stef. Ini temanku, Nisa."
Stefan sudah pernah melihat Nisa tempo hari. "Teman satu jurusan?"
"Yaps." Betul sekali.
Cowok itu kian tersenyum lebar sembari mempersilahkan agar keduanya segera duduk. Harap-harap cemas, Nisa melihat ekspresi Yuki yang terlihat santai meski sejak tadi terus diperhatikan Stefan. Dia jadi serba salah, salah waktu dan salah tempat. Menjadi obat nyamuk begini, menyesalnya belakangan. Mana sempat, keburu telat.
"Aku sudah terima undangan pernikahan kamu dari Mahiro." Bisaan banget.
Yuki tersipu malu sesaat. "Kamu nanti bisa datangkan?"
Sebenarnya bukan hanya Yuki saja yang gugup menunggu jawaban Stefan, melainkan Nisa sekaligus. Salah tidak sih? Cowok itu masih tetap menunjukkan senyum, tapi tangannya mulai ke mana-mana. Waduh mampusss calon istri orang itu. Nisa tanpa sadar sedikit mendorong kaki Yuki di bawah meja, memberinya isyarat untuk menolak genggaman tangan Mas mantan.
"Kalau kamu yang minta, aku pasti datang."
Banyak amat modusnya coyy!
Yuki yang paham situasi segera memberi penolakan halus. Ia melepas tangan Stefan pelan-pelan, dengan diiringi sedikit senyum.
"Nisa." Loh? Loh? Kenapa Stefan tiba-tiba menyebut nama Nisa? Yuki langsung heran. "Nggak lagi buru-buru mau ke mana gitu?"
"Maksudnya?" Tuh kan.
"Yuki biar gue antar pulang."
Nah, kalau tutup botol dikasih nyawa ya begini jadinya. Yokk, kita gelud saja?!
Nisa keki, sedang Yuki hanya bisa memijat dahi. Mustahil dia pergi dari sini, lah janjiannya kan memang untuk menemani. Tidak ada akhlak nih Stefan. Begini, konsep mantan sebenarnya simpel. Tidak ada yang benar-benar siap dalam urusan kembali. Dia mungkin pulang, tapi tidak bisa benar-benar menetap. Seperti kata-kata manis yang sering dia ucapkan kala itu, janji-janjinya. Hilih!
"Bisa nggak Nis?"
"Nggak usah Stef." Langkah bagus. "Habis ini aku masih ada perlu sama Nisa soalnya."
Mendadak raut Stefan berubah muram, dia manusiawi. Cowok itu kemudian tersenyum tipis, tapi matanya tidak berhenti menatap Yuki. "Oke. Tapi sebelum kamu pulang, aku mau kita bicara berdua."
KAMU SEDANG MEMBACA
Become One
RomanceRavi Miraldi punya tampang ganteng, manly abis, tapi kurang beruntung dalam urusan percintaan. Selama dua puluh delapan tahun hidupnya, menjomblo sudah seperti sebuah kutukan, kakak perempuannya bahkan terang-terangan mengatainya perjaka lapuk. Lant...