Mantan memang syaiton.
"Calonmu masih lama kan? Mending pulang bareng aku saja, ku antar."
Gimana sih seharusnya Yuki bersikap? Mas mantan bertingkah luar biasa menyebalkan dengan terus-terusan mengatakan berbagai hal selagi Yuki menunggu kedatangan Ravi di depan kafe. Yang lain sudah terlebih dahulu pulang, kalau begini ceritanya Yuki menyesal minta ditinggalkan Narda. Sial sekali, mendung sudah berkumpul di atas langit, hal itu bisa dilihat dari hilangnya bulan dan bintang. Yuki akhirnya menghela napas, menggosok bahunya sendiri sembari memandang Stefan. Si cowok yang dulu pernah berkali-kali menciumnya tepat di bibir. Aduh, pikiran Yuki jadi ke mana-mana jika sudah melihat ke bibir seksinya.
"Masalahnya Mas Ravi sudah bilang on the way, nggak enak kalau nanti dia nyariin."
Alis Stefan terangkat sebelah. "Ravi?"
"Nama calon suamiku." Ini sengaja.
Yuki seringkali ingin tahu bagaimana reaksi Stefan, tapi raut mukanya selalu biasa saja. Mas mantan seolah menyuarakan, selama janur kuning belum melengkung maka tidak ada yang bisa menghentikannya mendekati Yuki. Pikirnya, siapa tahu Yuki berubah pikiran dan masih punya perasaan untuknya. Yuki semakin dibuat was-was saat Stefan meraih tangannya, lalu menggenggamnya.
"Kamu masih ingat nggak pernah bolos les bareng aku?" Ah, itu sudah lama sekali.
Jadi ceritanya, mereka seperti bernostalgia.
Yuki terkekeh sesaat. "Iya, aku ingat. Terus habis itu, Mamaku ngomel-ngomel karena aku pulangnya terlalu malam."
Saat itu mereka masih sangat muda, putih abu-abu penuh warna. Stefan tersenyum tipis merasakan genggaman tangannya yang mulai mengendur. Secara tidak langsung, Yuki telah menunjukkan penolakannya. Kini, tidak hanya mendung pekat yang memenuhi langit. Tapi juga petir dan guntur mulai bersahutan, Yuki tidak tahu berapa lagi Ravi akan tiba. Karena sujujurnya berhadapan dengan Stefan seperti ini kadang membuat perasaannya tercubit. Bohong jika Mas mantan lenyap sepenuhnya dari ingatan, Yuki masih memilikinya meskipun hanya secuil. Tetapi, melihat masa depan yang dipersiapkan orangtuanya melalui Ravi, Yuki tidak mungkin hanya mementingkan ego.
"Gunturnya keras banget, nggak lama lagi hujan nih." Lagi-lagi Stefan melakukan.
Yuki baru akan membalas ucapan Stefan, namun kedatangan Ravi dengan mobil toyotanya sembari membunyikan klakson langsung membuat Yuki teralih. Sekaligus menjadi tamparan bagi Stefan, dia diam-diam mengamati wajah Ravi yang terlihat temaram hanya diterangi lampu mobil.
"Sudah dijemput tuh."
"Iya." Tidak enak rasanya kalau langsung pergi, maka Yuki menyempatkan diri untuk berbalik pada Stefan. "Makasih ya sudah ditemanin? Kamu habis ini langsung pulang saja, kalau nanti kena hujan bisa sakit."
Eh, Yuki masih perhatiin Mas mantan dong.
Stefan mengangguk cepat, lalu melihat Ravi yang muncul dari dalam mobil. "Maaf nih, kamu pasti sudah nunggu lama ya?"
Kalau bohong dosa. "Hehe, lumayan Mas."
Pandangan Ravi kemudian bergulir pada Stefan, pun Stefan sendiri tampak datar balas menatap Ravi. "Temannya Yuki?"
Bukan, mantanku Mas.
Yuki tergelitik sesaat membayangkan dirinya menjawab pertanyaan Ravi dengan apa yang terlintas di kepalanya. Akhirnya Yuki hanya bisa tersenyum, sedangkan Stefan langsung menjabat tangan Ravi. "Lebih dari teman."
Anjirrr lebih dari teman. Mampus tidak tuh jawaban Mas mantan? Kalau dilogika ada benarnya juga sih. Lantas Yuki buru-buru mengajak Ravi pergi sebelum Stefan mengatakan segala hal tentang hubungan mereka dulu. Biar Yuki sendiri yang akan memberi tahu Ravi, nanti ada saatnya.
"Pulang dulu ya Stef? Kamu juga, langsung pulang." Sikap Yuki setengah-setengah nih.
Kalau lupain masa lalu, move on.
Kalau balik ke masa lalu, blo on.
***
Benar apa kata Stefan. Begitu mereka pergi dari kafe, hujan langsung turun mengguyur seisi kota. Ravi bahkan terpaksa harus menunggu di rumah Yuki karena orangtua calonnya itu tidak mengizinkannya untuk pergi. Hujan yang lebat juga guntur dan petir akan sangat berbahaya jika dalam keadaan berkendara, mau Ravi menaiki mobil pun mereka tetap tidak mengizinkannya pulang. Jadi, hingga pukul setengah sepuluh malam ia terus bercakap-cakap dengan Yuki dan Ibunya. Ravi tidak bertemu Ayah Yuki yang kebetulan hari itu sedang dinas keluar kota.
"Untung kalian sudah sampai rumah, nggak kebayang khawatirnya Mama kalau kalian masih ada di luar dengan cuaca kayak gini."
Manggilnya Mama Rav, begitu. Sudah tidak Tante lagi semenjak pertunangan mereka.
"Tadi Yuki kan keluarnya sama temannya." Betul, dijemput Narda. "Ravi sendiri yang mau ngejemput Yuki, atau Yuki yang minta?"
Enak saja, Yuki bukan cewek seperti itu dong.
"Tadi kebetulan aku ngehubungi Yuki, terus dia bilang lagi keluar. Ya sudah deh aku jemput."
Pasti sekarang Ibunya sedang berbunga-bunga, itu karena calon menantunya idaman banget. Ravi ganteng, cool abis, anggota kepolisian pula. Untuk Ibu-ibu sepertinya, menantu seperti Ravi ini seperti sebuah aset yang patut diunggulkan. Realistis saja, ia ingin hidup putri semata wayangnya terjamin. Mulai dari latar belakang Ravi, pekerjaan, dan juga status cowok itu yang merupakan anak bungsu. Ibu Ravi sendiri sering menceritakan apa pun tentang anaknya itu yang dari kecil sangat penurut.
"Duh, perhatian sekali menantu Mama ini."
Terosss. Puji terosss sampai Ravi terbang.
Yuki menghela napas malas. "Ma, katanya tadi mau bikinin Mas Ravi teh hangat."
Hmm. "Aduh, Mama sampai lupa."
Keasyikan menikmati wajah mulus Ravi sih, lupa segalanya. Yuki kembali menghela napas untuk yang kesekian kali melihat Ibunya beranjak menuju dapur, sementara itu Ravi sibuk memperhatikannya.
Dodol si Yuki!
"Cowok tadi, itu temanmu?"
Mantan Mas, mantan terindah.
Mau berbohong pun, Ravi tidak mungkin percaya. Apalagi Stefan tadi mengatakan kalimat penuh tanda tanya, sengaja mencari gara-gara. Yuki bahkan hampir ingin menjitaknya di depan Ravi langsung.
"Mmh, tadi..."
"Tadi?" Yuki bicaranya tidak jelas deh, Ravi rasanya akan mati penasaran.
"Sebenarnya tadi itu, dia..." Muter terus, tidak ada ujungnya. "Dia Stefan."
Stefan siapa pula? Ravi mana tahu.
"Stefan itu siapa?"
Sudah terlanjur basah, sekalian saja nyebur. "Stefan itu mantan pacarku Mas."
Yuki siap-siap mendengar reaksi Ravi, mungkin saja cowok itu akan sangat sensitif setelahnya. Sudah mau dikawin kok masih ketemuan sama mantan? Bukan sepenuhnya salah Yuki juga sih, kan tadi Stefan sendiri yang tiba-tiba muncul di hadapannya.
"Dia seumuran sama kamu?" Loh?
Seriusan, Yuki langsung melongo. "K-kita teman sekolah sewaktu SMA."
Ravi please, sekali-kali Yuki pengen dong dimarahi. Tampang dengan tutur kata sama sekali tidak sinkron, adanya cowok itu selalu mengatakan sesuatu dengan lembut. Kasihan, Yuki tidak tahu bagaimana tabiat asli Ravi jika sudah ngebacot dengan Yosio.
"Mas Ravi marah kalau aku ketemu dia?"
Deg-degan hati Yuki.
"Nggak apa-apa sih ketemuan sama mantan, berarti kalian masih punya hubungan baik. Tapi kalau ketemuannya dengan tujuan melebihi konteks pertemanan, lebih baik kamu menjauh saja." Pembawaan dan cara tegas Ravi bersikap, Yuki selalu menyukai. "Kamu kan sudah pakai cincin tunangan kita, itu tandanya kamu terikat denganku."
Uuhh, Yuki malu.
To be continue...
Ravi makin terang-terangan dong. 😂
01 Februari 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Become One
RomanceRavi Miraldi punya tampang ganteng, manly abis, tapi kurang beruntung dalam urusan percintaan. Selama dua puluh delapan tahun hidupnya, menjomblo sudah seperti sebuah kutukan, kakak perempuannya bahkan terang-terangan mengatainya perjaka lapuk. Lant...