Chapter 13

718 175 50
                                    

Sejak selasa pagi, undangan pernikahan Ravi dan Yuki telah disebar ke teman-teman serta kerabat mereka. Jadi, benaran nikah? Itu salah satu pertanyaan yang banyak keluar dari mulut teman-teman kampus Yuki. Namanya juga bunga kampus, berita apa pun mengenai kehidupannya pasti menjadi bahan pembicaraan. Maklum Anak Teknik rata-arat cowok, potek hati mereka mengetahui salah satu primadona fakultas akan menikah. Yuki sampai bosan terus ditanya, tidak mau berubah pikiran atau apa? Kan masih muda tuh, masih banyak waktu untuk bisa bersenang-senang.

"Nih."

Yuki duduk di mejanya, sedang membaca buku. Tapi Hunus tiba-tiba muncul dan menyerahkan kertas undangan padanya. "Kok lo balikin ke gue Hun?"

"Si Stefan nggak mau nerima undangan lo kalau bukan elo sendiri yang ngasih."

Bisa banget mencari alasan, Yuki sampai mendengus jengah. "Stefan bilang gitu?"

"Ya."

Jodoh itu seperti pabrik tempe, tidak ada yang tahu. Seharusnya Stefan bisa mengerti dan tidak bersikap kekanakan seperti ini. Berkali-kali Yuki sudah terang-terangan menolak, tapi dia masih tidak gentar dan terus membuat mereka berdua berada di lingkup dekat. Mas mantan kadang juga bikin hati Yuki deg-degan, maka dari itu lebih baik Yuki mencari aman. Ini dia mau menikah loh, mau jadi bini orang, bini Pak Polisi Ravi Miraldi. Duh Stefan, tidak tahu diri banget.

"Dia di mana?"

"Siapa?" Hunus bertanya sambil mengunyah permen karet di mulutnya.

"Ya Stefanlah."

Yuki serius nih menanyakan? "Nggak tahu, orang gue nggak ketemu dia sama sekali."

"Lah terus elo bisa bilang Stefan nggak mau nerima undangan kalau bukan gue sendiri yang ngasih itu gimana ceritanya?"

"Ya gue kasih tahu di pesan Ki, eh dianya malah bilang gitu." Masuk di akal. "Lo kasih ke dia langsung saja kenapa sih? Ribet amat."

Begini ini, memang sering sekali loading.

Yuki mendengus sambil mengeluarkan ponsel di dalam tas, ia mengetik sesuatu di sana cukup lama kemudian kembali berbalik pada Hunus. "Lo lihat Mahiro nggak?"

"Di depan sono jauh, lagi ngobrol sama Anak Mesin." Kebiasaan. "Mau apa memangnya?"

Tidak akan ada habisnya jika mengobrol dengan Hunus. Yuki tersenyum singkat sesaat tanpa berniat membalas, setelah itu berlalu pergi meninggalkan kelas. Nasib begini banget, kebetulan hanya dapat kelas dengan Hunus. Narda dan yang lain mungkin sedang bersantai sekarang. Omong-omong Mahiro ke mana pula? Yuki sudah berusaha menghubuginya tapi tidak juga diangkat.

"Mahiro!"

Tuh, ketemu.

Yuki melihat cowok yang meneriaki nama Mahiro melangkah menuju sekumpulan cowok yang asyik nongkrong di dekat tangga. Jika Yuki ke sana, malu dong. Dia cewek sendiri. Satu-satunya cara adalah dengan menghubungi Mahiro, tapi sepertinya ponsel cowok itu dalam mode silent. Untungnya, kekhawatiran Yuki usai begitu beberapa cowok menyadari kehadirannya. Mereka lantas langsung memberitahu Mahiro, dan dia langsung beranjak mendekati Yuki.

"Ada apa?"

"Lo nggak ngapa-ngapain?"

"Nggak sih."

"Ojek dong, antarin gue ke Stefan." Jahat.

"Ngapain ketemu Stefan? Mau balikan lo?"

Ampun deh! "Ini nih, ngantar undangan."

Mahiro langsung heran. "Lo bisa nitip gue atau Hunus, kenapa harus repot-repot ngantar?"

"Masalahnya itu."

Become OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang