Chapter 6

767 194 31
                                    

Benda berwarna perak berkilauan tampaknya menjadi sesuatu yang menarik untuk dijadikan bahan pembahasan pagi ini, Mahiro sudah berasumsi yang tidak-tidak sejak pertama kali Yuki muncul dengan wajah sumringah di kampus. "Seriusan, gue jadi kepo sama muka calon lo Ki."

"Ganteng orangnya, lebih ganteng dari lo."

"Halah empret!"

"Eh jangan salah, calonnya emang ganteng kok. Gue sudah ngelihat langsung semalam." Persis sedetik berlalu, semua mata cowok-cowok di ruangan itu menatap penuh selidik ke arah Nisa. Yuki yang berada di dekatnya hanya bisa melipat tangan bosan sembari menunggu suara-suara berisik mereka. "Apa? Ngapain pada ngelihatin gue?"

"Jangan halu! Ngapain juga elo ngikut-ngikut acara tunangan Yuki?"

"Dih, dibilangin nggak percaya."

"Setahu gue, yang ngikut acara begituan tuh cuma para orangtua dan orang terdekat. Lah elu siapa?"

Tidak ada yang bisa mengalahi kesewotan Mahiro, Narda dan Hunus bahkan sejak tadi hanya diam mendengarkan sembari mabar dengan teman-teman yang lain. Enak juga memanfaatkan ketidak hadiran Mr. Andrew hari ini, tidak sedikit mahasiswa maupun mahasiswi yang memilih tetap berada di dalam ruang kelas. Selagi Mahiro dalam mode nyolot, Yuki melirik Nisa yang sebentar lagi akan membalasnya dengan ucapan tidak kalah tajam. Dasarnya cowok berkepribadian cewek, semakin ke sini Yuki dan yang lain jadi terbiasa menghadapi sikap Mahiro yang luar biasa menyebalkan. Kalau kata cewek-cewek, untung ganteng.

"Terserah deh, gue bodo amat."

"Mana sih Ki? Gue mau lihat cincin lo."

"Buat apa?"

"Ya pengen lihat aja." Model orang seperti Mahiro begini yang sering menghidupkan suasana. "Siapa tahu ketularan."

"Anjirrr, si Mahiro ngebet."

"Lo masih punya hutang laporan praktikum tuh Hir." Tambah dua lagi cowok-cowok bermulut cewek. Hunus dan Narda memang fokus bermain games, tapi pendengaran mereka tidak luput dari pembahasan yang tengah dibicarakan Yuki, Nisa juga Mahiro. "Sok-sokan pengen ketularan."

"Bacot! Diam deh, gak usah ngikut-ngikut." Sayang sekali, tidak ada yang satu kubu dengan Mahiro.

Yuki hanya bisa meringis geli melihat interaksi teman-temannya, namun hal itu tidak berlangsung lama lantaran ponselnya bergetar di dalam genggaman tangan. Ini buruk, rasa-rasanya Yuki mendadak doki-doki ketika melihat nama si penelepon. Mamas ganteng Ravi Miraldi tahu-tahu menghubunginya entah dengan maksud apa, yang jelas Yuki sudah bertekad tidak akan langsung menekan tombol hijau begitu saja. Hitung-hitung jual mahal sedikit dong supaya tidak dikira cewek gampangan.

"Siapa Ki?"

"Angkat gih telepon dari Mas calon." Sial!

Seenaknya Nisa mengintip layar ponsel Yuki. "Apa sih?"

"Angkat Ki, angkat."

Semua berantusias sekali, jadilah Yuki akhirnya memberanikan diri menerima telepon Ravi. "Halo."

"Halo Yuki."

"Iya, halo Mas."

"Manggilnya Mas, wadaw." Mulutnya.

Yuki buru-buru memberikan pelototan tajam pada Narda dan yang lain agar diam. "Mas Ravi kenapa nelpon?"

"Nggak kenapa-napa, cuma mau tanya kabar kamu saja."

Gila tidak sih? Kan semalam baru saja bertemu. Yuki mengeryitkan dahi heran mendengar ucapan Ravi. "Kabar aku baik."

"Bagus deh." Seumur-umur, baru kali ini Yuki menghadapi cowok dengan sikap unik seperti Ravi. "Terus sekarang kamu lagi ngapain?"

Become OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang