"Sialan!" Nigel melempar vas bunga di ruang kerjanya. Benda tersebut baru diganti tadi pagi oleh kepala pelayan, dan sudah dapat dipastikan jika esok Gregori—pelayan pribadinya—harus menemukan vas baru yang sesuai untuk ruangan tersebut.
"Pergilah," Nigel menyuruh detektif yang disewanya untuk keluar. "Aku rasa ini yang terakhir, kau tidak perlu mencarinya lagi." Ia mengambil sesuatu dari dalam laci dan menyerahkannya pada orang tersebut.
"Apa Anda yakin, My Lord?" Detektif tersebut masih terlihat ragu.
"Ya, aku yakin." Nigel berkata sambil terus mengulurkan bungkusan berisi upah si detektif. "Ambilah. Sudah tiga tahun kita mencarinya, tapi hasilnya selalu sama," ia menghela napas kecewa.
"Maafkan saya, My Lord. Itu semua karena saya yang kurang cakap."
"Tidak. Tidak," Nigel mengibaskan tangan dan menyerahkan amplop tersebut ke tangan si detektif langsung. Ia tahu jika laki-laki itu pasti tidak enak hati karena terus menerima upah darinya, sementara dirinya tidak berhasil menemukan objek yang mereka cari. "Terimalah, kau berhak mendapatkan bayaranmu. Aku yakin wanita itu memang sejak awal tidak pernah ingin ditemukan."
"Mungkinkah kita harus mencarinya ke luar negri?"
Untuk sesaat Nigel tergoda atas gagasan tersebut. Tapi akhirnya ia menyerah, jika memang wanita itu benar-benat ada. Seharusnya ia bisa menemukannya hanya dalam waktu seminggu sejak perpisahan mereka di pesta dansa. Tapi setelah tiga tahun ia terus mencari, bahkan dirinya menyewa detektif swasta paling andal untuk melakukan pelacakan. Tapi wanita itu seolah menghilang dan tidak terlihat. Seolah malam itu dirinya hanya berdansa dengan sosok asing yang tidak pernah ada di dunia.
"Kau bisa kembali bekerja bersama rekan-rekanmu. Aku sudah menyerah," Nigel mengumumkan keputusannya.
"Apa Anda yakin, My Lord?" Detektif tersebut menatap Nigel dengan khawatir bercampur kasihan. Sang Earl sudah berjuang selama tiga tahun terakhir, tapi memang wanita yang mereka cari seolah tidak pernah ada di dunia ini.
"Ya, Mr. Ross," Nigel menjawab mantap. "Terima kasih banyak atas semua bantuanmu selama ini."
"Baiklah, My Lord. Jika Anda membutuhkan bantuan atau sesuatu, Anda bisa mengabariku kapan saja."
"Terima kasih."
Lalu mereka berjabat tangan sebagai tanda berakhirnya kerja sama diantara mereka.
Setelah melihat sosok Mr. Ross meninggalkan ruang kerjanya, Nigel kembali menghempaskan tubuh di sofa kulit warna coklat kesayangannya. Sementara tangannya sudah menuang brendi dan mengisi gelasnya hingga penuh, ia duduk sendirian di sana. Merenung sambil menikmati cairan panas mengaliri tenggorokannya.
Sementara pikirannya terus melayang dan membayangkan sosok mungil yang sudah berhasil mencuri hatinya. Setiap kali dirinya memejamkan mata, senyum cantik dengan bibir merekah menggoda selalu memenuhi isi kepalanya. Membuat Nigel merasa sakit dan menggila selama tiga tahun terakhir. Tapi kini ia harus kembali pada kenyataan, wanita itu sepertinya tidak akan pernah ia temukan. Dan ia harus mengakhiri cinta pertamanya yang menyakitkan serta bertepuk sebelah tangan.
"Jika kita bertemu lagi," Nigel meneguk brendi sebanyak yang dapat ia lakukan, hingga membuatnya nyaris tersedak. "Aku bersumpah akan membencimu seumur hidupku!" Dan malam itu dihabiskan Nigel dengan menangisi cinta pertama—yang tidak pernah terwujud—untuk yang terakhir kalinya.
🦋🦋🦋
Tiga bulan kemudian....
"My Lord," Gregori datang menghadap sambil menyerahkan surat yang dicap dengan logo milik Countess Of Rudland. "Saya diberitahu jika ini mendesak." Kabarnya.
"Terima kasih, Gregori." Nigel merusak segel dan membuka isi surat tersebut. Ia tersenyum kecut saat membaca pesan dari wanita yang sudah melahirkannya tersebut.
Ibunya begitu kalut mengenai Amelia—adiknya—yang belum juga mendapatkan suami, padahal adiknya itu sudah berada pada tahun ketiga di pasar jodoh. Jika sampai tahun depan adiknya itu belum juga mendapatkan suami untuk dipamerkan, kemungkinan besar Ibu mereka bisa semakin gencar untuk membawa para bujangan ke depan rumah mereka. Pesta dansa akan segera dimulai dalam waktu kurang dari empat minggu lagi, sementara Ibunya tidak dapat menolak untuk menjadi pendamping para Bibi yang ingin bepergian ke daratan Eropa. Jika hal tersebut tidak dapat dihindari, maka Nigel harus kembali harus menjadi pendamping Amelia.
"Gregori?" Nigel memanggil pelayan pribadinya.
"Ya, My Lord?" Gregori langsung muncul dari balik pintu dengan sigap.
"Tolong kirimkan surat beserta kereta kuda, dan seorang kusir serta dua orang pelayan kepada Lady Commonweal. Katakan padanya jika kehadirannya sangat dinantikan di Bevelstoke House."
"Baik, My Lord. Saya akan menyiapkan kereta dan kebutuhan lain yang diperlukan."
"Terima kasih, Gregori. Kau bisa kembali ke sini setelah aku selesai menulis suratnya."
"Baik, My Lord." George pamit undur diri, sementara Nigel menulis surat untuk Bibi Grace atau Lady Commonweal agar segera datang ke London, Nigel memberi sang Barones tugas untuk menjadi pendamping pengganti bagi Amelia saat dirinya mengurus masalah di pedesaan, dan selama Ibu mereka bepergian ke daratan Eropa.
🦋🦋🦋
Beberapa hari setelah surat mengenai pemanggilan dirinya ke Bevelstoke diterima. Nigel sampai di London dan pergi ke rumah bujangan yang sejak tiga tahun terakhir disewa olehnya. Ia meminta Gorge mengirimkan surat untuk Miss Cheaver secara diam-diam. Meminta wanita itu untuk datang menemuinya tanpa ketahuan oleh adik ataupun Bibinya.
Satu jam kemudian pelayan pribadi Amelia sudah diumumkan datang oleh Gregori, dan Nigel sudah meminta Kepala pelayan di rumah bujangannya tersebut untuk mengantar Miss Cheaver ke perpustakaan.
"Haruskah saya mengantarkan teh ke perpustakaan, My Lord?" Tanya Gregori.
"Boleh," Nigel menjawab sambil tersenyum. "Dan pastikan kau mengantarkan biskuit juga."
"Baik, My Lord." Jawab Gregori sebelum pamit undur diri.
Sepuluh menit kemudian saat Nigel sampai di perpustakaan. Sudah banyak biskuit yang dihidangkan bersama teh Inggris yang dihiasi kelopak bunga krisan. Sementara pelayan pribadi adiknya itu sedang menyantap biskuit apel dengan sangat tenang.
"My Lord." Miss Cheaver langsung bangkit saat melihat kedatangan dirinya. Diam-diam Nigel melihat wanita itu mengelap sisa remahan biskuit ke sarung tangan lusuh yang digenggamnya. Hal tersebut terlihat menggemaskan baginya.
"Tidak apa-apa, Miss Cheaver." Nigel menyapa dengan ramah. "Silahkan lanjutkan-kegiatan-apapun-yang sedang Kau lakukan."
"Terima kasih. Tapi saya sudah merasa kenyang, My Lord," rona merah merambati wajah Miss Cheaver. Membuat Nigel terbatuk sambil memalingkan wajah.
Sialan.
Setiap kali mereka berjumpa, wanita itu masih memberi efek yang sama pada dirinya. Dan hal tersebut membuat Sang Earl kembali teringat pada saat pertama kali mereka diperkenalkan. Ia sebagai Earl Of Rudland atau Nigel Bevelstoke, dan Miss Marry Cheaver sebagai pelayan pribadi Lady Amelia Bevelstoke —Adiknya.
🌺🌺🌺
Hallo selamat pagi! Semoga masih pada kuat ya puasanya (buat yang menjalankan). Yuk buat nemenin teman-teman semua di pagi hari ini, Earl Rudland Atau babang Nigel Bevelstokre datang lagi besama Miss Marry Cheaver. Semoga suka, dan jangan lupa vote sama komennya juga ya. Supaya next bab nya bisa segera rampung diketik. Dan buat yang belum follow akun aku, silahkan klik follow supaya dapat notif langsung saat aku update cerita ini atau update cerita baru. Jangan lupa masukin ceritanya ke reading list juga ya 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Dancing With A Stranger (Stranger's Series #4)
Ficción históricaNigel Bevelstoke atau Earl Of Rudland pernah merasakan jatuh cinta, ia hanya pernah jatuh cinta sekali seumur hidupnya. Cinta sepihak pada wanita asing yang ia temui di acara pesta topeng di pedesaan. Sekuat apapun ia berusaha untuk mencari wanita i...