Marry masih menatap Nigel dengan mulut sedikit terbuka, sementara reaksi wajahnya menampilkan kesan tidak percaya.
Ya Tuhan. Apa ia salah dengar?
Marry yakin jika pendengarannya baik-baik saja. Tapi hal yang baru saja didengarnya bukanlah hal yang bisa ia percayai begitu saja.
Apa Earl Bevelstoke baru saja mengajukan lamaran untuknya?
"Marry?"
"Ya, My Lord?" Marry menjawab dengan pikiran yang masih belum terkumpul sepenuhnya. Isi kepalanya masih sibuk mencerna kejadian aneh yang ia hadapi barusan.
"Apa kau baik-baik saja?" Nigel mengulurkan satu tangan dan mengusap wajah Marry dengan sayang. "Apa aku mengejutkanmu?" Ia bertanya hati-hati dan menatap Marry sambil tersenyum lemah.
"Apakah saya harus memberi jawaban jujur atau pura-pura?"
Nigel terkekeh pelan. "Aku selalu menginginkan kejujuran darimu, Marry."
Marry merasa perkataan Nigel baru saja menghantam tepat di ulu hatinya.
Kejujuran?
"Sebetulnya, yang Anda lakukan tersebut lebih dari mengejutkan, My Lord. Saya tidak menyangka jika Anda akan bercanda mengenai lamaran."
Nigel menatap Marry sambil menaikan sebelah alis. "Apa kau berpikir aku sedang menggodamu?"
Marry mengangguk cepat.
"Astaga, Marry," Nigel terdengar sangar terluka. "Apakah aku tidak memiliki sedikitpun sisi baik dalam pikiranmu?"
"Saya tidak berpikir buruk tentang Anda, My Lord," Marry seolah tidak takut jika Nigel akan menggigitnya saat itu juga. "Saya hanya berpikir karena Anda adalah seorang bangsawan, dan pernah meminta saya untuk menjadi wanita simpanan, rasanya...."
"Cukup Marry," Nigel menyela sesaat sebelum ia mencium Marry dengan pelan dan dalam. Membuat perkataan apapun yang akan Miss Cheaver ucapkan selanjutnya hilang tanpa pernah terucap. Lalu diganti dengan engahan pelan akibat dari ciuman Sang Earl yang tidak terduga. "Aku sungguh-sungguh ingin menikah denganmu."
"My Lord...," Marry merasa dadanya sesak saat melihat tatapan penuh arti dalam sorot mata Nigel. "Saya... saya...." kali ini dirinyalah yang kehilangan kata-kata.
"Apa kau takut aku akan menyakitimu?" Lengan Nigel yang masih berada di pipi Marry menggerakan ibu jarinya. Membuat gerakan pelan, dan mengusap sudut bibir Marry dengan cara—yang mampu—membuat sekujur tubuh Marry meremang.
"Saya merasa kita tidak ditakdirkan untuk bersama," akhirnya Marry berhasil mengutarakan isi hatinya. Ia menatap Nigel dengan pandangan sedih, dan memegangi lengan pria itu serta menurunkannya dari pipi. "Kita memiliki sisi kehidupan yang berbeda, dan Anda terlalu jauh untuk saya jangkau." Marry tersenyum getir sambil meletakan lengan Nigel agar kembali ke sisi tubuh pemiliknya. Sementara ia bergerak menuju jendela saat melanjutkan. "Kita mungkin ditakdirkan untuk bertemu, tapi kita tidak ditakdirkan untuk bersama."
Marry berdiri sambil menatap kosong ke luar jendela, sementara hatinya terasa ditusuk ribuan duri. Dan untuk kesekian kalinya, ia harus kembali menelan pil pahit karena harus merelakan seseorang yang ia sayangi.
"Aku tidak percaya itu," Marry mendengar Nigel bergumam di belakangnya. Disusul dengan langkah kaki Sang Earl yang terdengar lemah. "Lihat aku, Marry," ia merasakan lengan kekar Nigel membalik tubuhnya, memaksa Marry agar menghadap satu-satunya orang yang akhir-akhir menjadi teman dalam tidur malamnya.
Dengan enggan Marry menurut saat jari Sang Earl menyentuh dagu dan membawa wajahnya untuk mendongak. Dan ketika mata mereka bertatapan, rasa sakit itu kembali muncul. Ia tidak boleh egois, ia harus melepaskan Sang Earl. Karena bagaimanapun, pernikahan mereka akan terasa seperti dibangun di atas lahan yang terus menerus diterjang angin topan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dancing With A Stranger (Stranger's Series #4)
Fiction HistoriqueNigel Bevelstoke atau Earl Of Rudland pernah merasakan jatuh cinta, ia hanya pernah jatuh cinta sekali seumur hidupnya. Cinta sepihak pada wanita asing yang ia temui di acara pesta topeng di pedesaan. Sekuat apapun ia berusaha untuk mencari wanita i...