"Aku tidak tahu jika dilema akan sangat memusingkan," Marry melihat Lady Amelia yang baru bangun tidur sudah menggerutu.
"My Lady," Marry memanggil majikannya itu dengan suara pelan dan berharap tidak membuat Lady Amelia terkejut. Tapi ternyata usahanya sia-sia, karena ia tetap melihat Sang Lady sedikit terperanjat.
"Astaga, sejak kapan kau ada di sana, Marry?" Amelia menatap Marry dengan pandangan linglung.
"Saya sudah menunggu Anda bangun sejak satu jam yang lalu," Marry menjawab sambil menahan senyum, ia sengaja menikmati keterkejutan Lady Amelia.
"Hentikan senyuman itu, Marry." Dan Sang Lady cukup pintar karena menyadari sedang digoda oleh pelayan pribadinya.
"Baik, My Lady," jawab Marry sopan, tapi senyuman geli tetap menghiasi bibirnya. Marry tahu jika sang Lady tengah bersusah payah agar tidak mengerang.
Lady Amelia selalu mentolerir semua sikap kurang ajar yang Marry tunjukan. Dan bagaimanapun Lady Amelia pernah mengungkapkan jika dirinya selalu merasa senang setiap kali hanya mereka hanya berduaan saja, karena Marry selalu tetap bersikap menjadi seorang teman saat dibutuhkan, dan juga selalu sigap menjadi pelayan pribadi dan tetap fokus pada semua tugas yang diberikan kepadanya jika di hadapan semua orang. Tapi jauh di dalam itu, mereka berdua sudah menjadi teman dekat sejak lama.
"Apa semua orang sudah bangun?" Tanya Amelia saat ingat dirinya pasti menjadi orang terakhir yang belum sarapan.
"Kakak dan Bibi Anda meminta saya untuk membantu Anda bersiap-siap untuk menyambut tamu yang akan segera tiba." Marry menjelaskan.
"Tamu?" Amelia bertanya dengan kening berkerut.
"Ya, My Lady. Dan jika saya tidak salah dengar, kabarnya tamu pertama akan tiba sekitar pukul dua siang ini atau mungkin lewat sedikit."
"Tapi siapa yang akan bertamu—" perkataan Sang Lady berhenti saat ia mendengar suara kereta kuda di jalan berbatu. Suara tersebut awalnya terdengar samar-samar lalu secara perlahan terdengar semakin jelas dan semakin mendekat. Saat dirinya berusaha mendengarkan dengan saksama, suara dari roda yang beradu dengan jalan berbatu itu bukan halusinasinya semata. Hal tersebut membuat Amelia langsung beranjak dari kasur dan berlari ke balkoni. Ia bahkan tidak mendengar teriakan Marry yang berusaha untuk mencegahnya. Dan sesampainya di luar, Amelia merasa ngeri saat matanya melihat ada kereta kuda mewah yang memiliki ukiran bangsawan Inggris di kejauhan.
Lalu matanya menangkap kereta kuda yang sudah sangat dekat dengan halaman utama Rudland's House, mata Amelia menatap ngeri saat ia melihat simbol rumit serta bendera khas bangsawan Skotlandia menempel pada kereta tersebut. Dan semua simbol dan warna tersebut mengingatkan Amelia pada kilt serta sporan yang pernah dipakai Marcus.
Marry sangat yakin jika Lady Amelia belum menyadari apa yang tengah terjadi, namun semuanya sudah terlambat ketika Marry muncul dan menutupi seluruh tubuh wanita itu dengan selimut. Sementara mereka masih berdiri di sana dengan pikiran kalut. Marry kalut dengan kenyataan bahwa dirinya terlambat menyelamatkan majikannya dari malapetaka. Sementara Lady Amelia—entah apa—yang ada di pikirannya saat ini, karena seseorang di bawah sana yang sudah sejak tadi turun dari kereta, saat ini masih mendongak sambil menyeringai ke arah Amelia dengan tatapan menggoda.
Tamatlah riwayatku.
Marry merasa ngeri karena harus menghadapi Nigel dengan kasus yang bisa menggemparkan seluruh London.
"Bagaimana ini?" Amelia melirik Marry dan bertanya dengan nada khawatir. Ia sangat yakin jika Bibi Grace dan Nigel pasti akan memarahinya.
"Untuk saat ini mari kita masuk ke dalam terlebih dulu," Marry menenangkan dengan nada keIbuan. Ia menjadi lebih rasional jika sedang ketakutan seperti sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dancing With A Stranger (Stranger's Series #4)
Ficción históricaNigel Bevelstoke atau Earl Of Rudland pernah merasakan jatuh cinta, ia hanya pernah jatuh cinta sekali seumur hidupnya. Cinta sepihak pada wanita asing yang ia temui di acara pesta topeng di pedesaan. Sekuat apapun ia berusaha untuk mencari wanita i...