Pukul 4 pagi, alarm pada ponselnya berbunyi. Sebelumnya Jeno memang menyetel alarm agar ia bisa bangun, seperti sekarang.
Jeno mematikan alarm nya, ia mengucek matanya dan beralih untuk melihat Jisa yang tidur dengan mulut sedikit terbuka.
Sebelum benar - benar membuat dirinya bangkit, Jeno merapihkan anak rambut yang menutupi wajah Jisa. Tapi Jisa malah merasa terusik. Pun terbangun dan sudah melihat Jeno dihadapannya.
"..jam berapa?" tanya Jisa.
"masih jam 4, aku harus balik. Kamu tidur aja lagi." Jeno sudah duduk dan mengelus kepala Jisa, namun Jisa seperti enggan untuk menyuruh Jeno pulang, ia malah mengubah posisinya menjadikan pangkuan Jeno sebagai bantal dan memeluk pinggang Jeno.
"Sa, nanti aku jemput lagi, aku bangunin. Kamu tidur lagi, ya?"
Jisa mengangguk dan kembali pada posisi semula. Jeno mengecup pipi Jisa dan langsung berdiri. "aku pulang."
--
"kemana aja lo semalem?"
Tanya Doyoung pada adiknya yang baru sampai dengan wajah bantalnya itu. Doyoung terlihat tengah bersiap siap untuk pergi mendaki.
"mama sama papa nanyain gue?"
"ya iyalah menurut lo aja. Udah gue mau berangkat. Oh iya, mama sama papa keluar kota, sekitar 5 hari, kemarin udah berangkat, makanya nanyain lo."
Jeno hanya mengangguk dan melangkahkan kakinya untuk menginjak anak tangga.
"bentar, lo tidur dimana semalem?"
"rumah Jisa."
Dahi Doyoung berkerut. "h-hah? Ngawur lo. Ngapain tid—"
"orang tuanya minta gue nginap, Jisa juga lagi gaenak badan." jawab Jeno secepat mungkin sebelum kakaknya tidak mengatakan hal yang, mungkin menyinggungnya.
"serius? Ga tidur satu ranjang kan lo sama Jisa?"
Jeno terdengar menghela nafas, "kira kira?"
"satu ranjang."
"ya itu lo tau." Jeno segera kembali berjalan, dan masuk kedalam kamar tanpa memperdulikan kakaknya yang cengo mendengar jawaban darinya itu.
"sianjir gue aja belum tidur bareng cewek udah diduluin" gumam Doyoung dan segera berangkat.
Sudah pukul 6 kurang 15 menit, Jeno sudah rapi, dan sekarang ia menyiapkan makanan untuk Jisa. Hm, tentunya ia tinggal menghangatkan makanan yang sudah dimasak Ibunya lebih dulu.
Memasukkan bekal kedalam tas, ia segera bergegas pergi setelah mengunci pintu dan kali ini Jeno mengendarai motor besarnya yang berwarna hitam.
10 menit sampai di rumah Jisa. Ia sudah disambut oleh kedua orang tua Jisa, seperti biasanya.
"loh, kamu kapan pulangnya?" tanya Ibu Jisa yang tengah menyiapkan sarapan.
"tadi subuh tante, aku langsung pulang."
"kalian kapan pindah ke kamar tidur?" Jeno mengerjapkan matanya berkali kali mendengar pertanyaan dari Ayah Jisa.
"waktu om sama tante masuk kedalam kamar, Jisa keliatan ga nyaman, jadi kita– pindah ke kamar Jisa."
Ayah Jisa hanya mengangguk mendengar itu, seperti tidak ada masalah apapun.
"oh iya, Jisa belum bangun apa gimana, tante?"
Ibu Jisa tersenyum, "belum. Lagian sekolah jam 7 kan? Jadi tante kasi dia waktu sebentar lagi"
"aku, boleh bangunin dia?"
"boleh dong, kenapa pake ijin segala? Kamu udah setahun sama dia kenapa masih kaku begini?"
Mendengar itu Jeno hanya tersenyum. Bukan kaku, ia hanya merasa malu atau takut saat nanti ia akan mengungkapkan sesuatu 'itu'.
Jeno langsung saja membuka pintu kamar Jisa dan kembali menutupnya saat ia sudah masuk.
"Sa, bangun, hei."
"Sa..."
Jisa melenguh dan meregangkan tubuhnya. Ia membuka mata dan diam sejenak untuk mengumpulkan nyawanya kembali.
"mandi gih, aku udah bawa bekal buat kamu."
"bekal?" tanya Jisa masi dengan suara paraunya. Mengangguk, kemudian Jeno salah fokus pada perut Jisa yang terlihat buncit sewajarnya.
Jeno menyentuh perut Jisa dan sedikit mengelusnya. "perut kamu udah buncit aja."
Jisa hanya mengerucutkan bibirnya, lalu menarik tangan Jeno dan menggenggamnya. Jisa lalu duduk dan menatap Jeno, tangannya yang bebas merapihkan rambut Jeno.
"setiap hari aja tidur disini, gabisa?"
Jeno terkekeh mendengar pertanyaan Jisa. "gabisa lah sayang, mereka malah curiga nanti."
"kapan kamu mau bilang kalau aku hamil, Jen?"
--
Nakal ni om om main hamilin anak orang aja ya hm pukul nih pukul!
KAMU SEDANG MEMBACA
[1]MISTAKE; happier | Lee Jeno✔️
Fanfic[17+] Masalah ini muncul karena kesalahannya sendiri. mungkin saja, Jeno bisa menyelesaikan nya. Terinspirasi dari film 'Jenny & Juno'