💚14

17.1K 1.7K 97
                                    

Sudah hampir seminggu, dan Jisa masih tinggal di rumah Jeno. Sudah seminggu juga Jisa tidak sekolah, dengan alasan kalau Jisa akan pindah. Kecuali Jeno, Jeno tetap sekolah, walaupun selalu ditanya bagaimana dengan Jisa oleh Hyunjin, Jeno tak menjawab.

Di pagi minggu ini, Jisa berjalan sendirian di taman, perutnya juga sudah membucit. Jadi ia ingin berjalan santai disekitar rumah Jeno sekedar olahraga sedikit.

Para pembantu di rumah Jeno sudah tau kalau Jisa akan menikah nanti, dan mereka tidak mempermasalahkan itu. Tentu juga, mereka tidak menggosip yang tidak - tidak.

Jeno keluar sambil membawa jaket, untuk menghampiri Jisa.

"Sa!"

Jisa menoleh, melihat Jeno yang terlihat akan marah.

"pake jaket! Kamu ga liat cuacanya mendung kaya gini, dingin. Jangan aneh - aneh."

Celotehan Jeno membuat Jisa tersenyum lebar. Walaupun Jeno terlihat marah, tapi ia mengomel sambil memakaikan Jisa jaket.

"malah senyum - senyum, aku marah Jisa."

Jisa menggeleng. "engga marah namanya, khawatir."

Jeno membuang nafas. Ia mencubit kedua pipi Jisa yang sudah terlihat lebih tembam dari biasanya.

"udah ya jalan - jalannya, sekarang sarapan dulu. Bayinya lapar." Jeno kemudian menggenggam tangan Jisa, dan mengajaknya kedalam rumah.

Berjalan berdampingan sambil bercanda, dan tertawa. Mama Jisa dan Papa Jisa yang melihat itu merasa iba.

Iya, kedua orang tua Jisa ke rumah Jeno. Setelah seminggu mereka baru menjemput Jisa.

"Jisa.."

Merasa terpanggil, Jisa menghentikan langkahnya. Ia menoleh kebelakang dan melihat kedua orangtuanya.

"..Mama" Jisa tersenyum namun matanya juga berkaca kaca. Jeno yang melihat itu melepas genggaman tangannya, lalu membiarkan Jisa menghampiri kedua orangtuanya.

Jisa sedikit berlari, sambil menangis.

"jangan lari perut kamu, bahaya" kata Mamanya menyusul Jisa dan kini mereka berpelukan. Jisa menangis.

"Jisa pikir.. Mama ga akan cari Jisa."

Mamanya menggeleng. "engga, maafin Mama."

Jeno tersenyum simpul melihat itu. Pandangannya, tak sengaja bertemu dengan kedua mata Papa Jisa, dan membuat Jeno langsung membungkuk sekedar menyapa. Ia masih ingat bagaimana Papa Jisa menampar dirinya.

.

Mereka semua berkumpul di ruang tamu. Jisa yang duduk ditengah tengah orang tuanya, dan Jeno pun sama. Kecuali Doyoung yang duduk disofa tunggal, sendiri.

"saya memang sudah memutuskan kalau Jisa sama Jeno harus menikah, mereka ga mungkin ngelahirin anak tanpa status pernikahan." ucapan mama Jeno membuat mama Jisa menoleh.

"ya ga semudah itu, kamu pikir nikah itu gampang? Kami tidak ada biaya."

Jisa memegang tangan ibunya agar tidak tersulut emosi.

"saya mengerti bagaimana keadaan kalian. Saya juga tidak memaksa."

Papa Jeno yang tadi diam, kini ikut angkat bicara. "pernikahannya ga usah mewah - mewah. Hanya kita yang hadir, ga perlu disebar luaskan."

"gaperlu disebarluaskan. Tapi semua pasti akan tahu kalau mereka menikah karena Jisa yang hamil." ucap papa Jisa.

Jeno menatap Jisa yang menunduk sambil memegang tangan ibunya.

Doyoung memijat pelipisnya,  "saya pikir, mereka nikah untuk anaknya, jadi kalian hanya perlu jalanin ini semua. Kalaupun waktu bisa diputar, yakin semua ini ga akan terjadi?" pertanyaan Doyoung membuat kedua para orang tua itu diam.

"kita diskusi buat jalan keluar kan? Bukannya berdebat tapi ujung ujungnya cuma mentahan."

Doyoung berdiri, dan membungkuk pamit. "saya permisi."

Jisa membuang nafasnya. Ia merasa pusing jika mendengar keributan kecil seperti ini.

"jadi gimana?" tanya Jeno sendiri, membuat Jisa mendongak menatap dirinya.

Jeno menatap kedua orang tua Jisa bergantian. Ia lalu berdiri dan bertimpuh membuat Jisa terkejut.

"tolong, percayakan sama Jeno, Jeno akan jagain Jisa."

Papa Jisa mengusap wajahnya kasar. Sesungguhnya, papa Jisa hanya takut anak perempuannya kenapa - napa saat melahirkan nanti. Apalagi hanya menikah, dan itu artinya anak perempuan satu satunya itu sudah tidak tinggal dengan mereka berdua lagi.

"saya serahkan di kamu." ucapan papa Jisa yang pelan itu membuat Jeno menatap dengan pupil yang sedikit membesar.

"maksud papa?"

Papanya menatap Jisa. "papa gamungkin biarin kamu lahirin anak ini tanpa papanya"



































✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖

✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dara ketemu Jeno gengs

[1]MISTAKE; happier | Lee Jeno✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang