Jeno selesai membersihkan diri, ia keluar dari kamar mandi dengan rambutnya yang sedikit basah. Langkah Jeno terhenti karena melihat Jisa yang menatap kosong ponselnya. "Sa, kenapa?"
Perlahan, Jisa mendongak pada Jeno. "Siyeon."
Gumaman kecil dari bibir tipis Jisa membuat Jeno langsung merampas hpnya dari tangan Jisa. Tidak kasar, tapi tetap membuat Jisa sedikit terkejut.
Jeno membaca pesan dari Siyeon.
'jen, lo galupa sama ulang tahun gue kan? Lo udah janji mau ngajak gue pergi. Awas ya lo lupa heheh'
Jeno mematikan ponselnya dan melemparnya kedalam tas.
"kamu salah paham."
Mendekati Jisa, dan mengangkat tubuh kecil Jisa keatas pangkuannya. "aku selalu lupa mau bilang ini sama kamu."
"aku ga curiga Jen, cuma kaget aja." kata Jisa kemudian menunduk. "lagian aku percaya sama kamu, kamu ga mungkin ninggalin aku."
Jisa tersenyum menatap Jeno yang terlihat khawatir kalau saja Jisa memikirkan yang tidak tidak.
"serius?"
"iya, lagian ngapain aku marah." kata Jisa yang diselingi dengan tawanya.
"berhak lah, kamu kan calon istri aku, Jisa" Jeno terlihat serius. "jangan dipendam kaya gini aku gasuka. Kamu kalau mau marah, marah aja. Gausah kamu sembunyiin, aku gamau disini aku kaya gatau apa apa masalah kamu."
Mata Jisa sedikit berair mendengar penjelasan Jeno.
Jeno berdeham, "aku belum tanya ini, kamu dari kapan telat datang bulan?"
Jisa menatap Jeno takut, "..dua minggu lebih, setelah kita.." menggantungkan kalimatnya, karena Jeno pasti mengerti apa kalimat selanjutnya yang keluar.
Jeno terdengar menghela nafas. Ia menyenderkan dirinya pada sofa. Jisa yang duduk dipangkuan Jeno hanya bisa menunduk. Jeno pasti banyak pikiran.
Tangan Jisa hanya memainkan ujung tshirt yang Jeno kenakan.
Mereka bahkan masih sangat muda untuk disebut sebagai orang tua. Iya, ini yang Jeno pikirkan. Tapi ia harus tetap pada pendiriannya. Bertanggung jawab, apapun resikonya nanti.
"Jeno."
Jeno membuka matanya yang tadi terpejam dan menatap Jisa. "apa?"
"maaf."
"ngapain minta maaf? ga ada yang salah disini. Udah jangan dipikirin." Jeno kembali duduk dengan tegak.
"kamu belum makan kan? Ayo makan dulu, aku juga bawa buah buahan." Jeno ingin memindahkan Jisa, tapi Jisa malah menahan tubuhnya.
"aku galapar."
"kamu galapar, tapi bayinya lapar."
"ih engga serius Jen, aku ga nafsu makan dari tadi. Bawaan nya pengin mual tiap makanan yang masuk kedalam perut aku."
Jeno menatap Jisa dengan alis yang menyatu. "ga ada alasan, kamu harus makan."
"Jeno~" Jisa mulai merengek. Ia malah memeluk tubuh kekar Jeno. Menyenderkan kepalanya pada dada Jeno dan memejamkan mata. Jisa tidak peduli jika Jeno akan marah padanya.
"aku kangen banget. Jangan marah dong.."
Jeno kembali menyenderkan punggungnya. "bener kamu ga laper?"
Yang Jeno rasakan hanya kepala Jisa yang mengangguk. "kalau tengah malam lapar kamu telepon aku."
"iya."
Mungkin sekitar 20 menit posisi mereka seperti ini, yang hampir membuat Jeno ketiduran. Ia tersadar dan mengubah posisinya perlahan karena Jisa yang sudah tertidur.
Entah kenapa Jisa belakangan ini memang cepat merasakan kantuk.
Jeno merebahkan tubuh Jisa dan membuat lengannya sebagai bantal untuk kekasihnya itu.
Posisinya sekarang adalah mereka berdua yang merebahkan diri di sofa, walaupun itu membuat kaki Jeno melewati batas sofa, tapi tidak dengan Jisa.
Jeno berada dibelakang tubuh Jisa yang tentu tertidur dengan posisi membelakangi dirinya.
Ia melihat jam dinding. Pukul 8.45. Ini masih sangat awal untuk tidur, tapi ia sudah merasakan kantuk. Mungkin lelah karena tadi bermain basket bersama teman temannya.
Dan, mereka pun tertidur dengan satu tangan Jeno yang bebas memeluk pinggang Jisa.
--
Selalu bucin kemana mana. Heran.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1]MISTAKE; happier | Lee Jeno✔️
Fiksi Penggemar[17+] Masalah ini muncul karena kesalahannya sendiri. mungkin saja, Jeno bisa menyelesaikan nya. Terinspirasi dari film 'Jenny & Juno'