💚02

30K 2.6K 131
                                    

"Sa, tunggu sebentar lagi. Aku bakal tanggung jawab buat kamu."

Jisa menatap wajah Jeno yang berbaring dan menjadikan pahanya sebagai bantal. Mereka berada di rooftop, tepatnya didalam gudang yang tidak pernah digunakan lagi.

Tangan Jisa mengelus kepala Jeno dengan lembut. "aku takut banget sebenarnya. Apa yang bakal mama aku lakuin kalo aku tau—"

"Sa."

Jeno langsung mengubah posisinya menjadi duduk dan menatap Jisa dengan intens, "jangan bilang kaya gitu lagi. Biar aku yang urus semuanya, kamu cukup tunggu aku dan kita bakal nikah nanti." kalimatnya belum selesai ia ucapkan.

"aku tau kita masih belum cukup umur untuk nikah, apalagi mengurus anak. Tapi aku mau bertanggung jawab atas apa yang aku lakuin ke kamu. Harusnya aku ga bawa kamu kesana, pasti ini ga akan terjadi." Jeno menunduk, itu membuat Jisa menatap Jeno dengan tatapan sendunya.

Tangan Jisa bergerak untuk mencangkup kedua pipi Jeno. "semuanya udah terlanjur, gaada yang perlu kamu sesalin lagi. Bukan cuma kamu yang salah disini Jen, aku juga salah. Harusnya aku juga berusaha buat kamu berhenti, tapi aku malah diem doang."

Jeno menarik tubuh kecil Jisa dan ia memeluk pinggang kekasihnya. Menaruh wajahnya di ceruk leher Jisa, Jeno semakin erat memeluk tubuh itu. "maafin aku. Maafin aku."

"ck, berhenti nyalahin diri sendiri aku gasuka. Kamu berani bertanggung jawab aja aku udah seneng banget."

Jisa menepuk - nepuk pelan bahu Jeno. Ia tahu bahwa Jeno pasti merasakan beban atas apa yang ia perbuat pada dirinya. Karena dirinya pun merasakan hal yang sama.

Tapi ia merasa bersyukur Jeno mau bertanggung jawab dan tidak lari seperti kebanyakan laki laki yang hanya mementingkan dirinya sendiri, dan merugikan perempuan yang ia tiduri.

"Jeno."

Jeno melonggarkan pelukannya dan menatap Jisa. "hm?" Dia sedikit ragu untuk mengatakan ini. "aku– boleh... Uhm"

"apa? Mau minta sesuatu? Bilang aja nanti aku beliin."

"b-bukan sesuatu yang bisa dibeli, bukan."

Jeno menyingkirkan anak rambut yang menghalangi mata Jisa. "terus apa,hm?"

".....cium"

"hm? Apa?" Jeno mendekatkan telinganya pada bibir tipis Jisa. Jisa yang merasakan detak jantungnya tidak karuan, ia sedikit menjaga jarak tubuhnya.

"ng-ngga deh, ga jadi."

Jeno terkekeh melihat Jisa yang terlihat gugup. "kamu pengin?"

"eh? P-pengin apa?"

Jeno menarik tubuh Jisa untuk kembali mendekat. Tangan kekarnya menyentuh leher dan mencium bibir bawah Jisa dengan lembut.

Kedua tangan Jisa hanya bisa mengepal. Ciuman yang Jeno berikan penuh dengan kasih sayang. Tidak peduli dimana ia melakukan ini.

Tangan Jisa beralih untuk melingkar di leher Jeno.

"segini udah cukup." kata Jeno membuat Jisa sedikit kecewa.

"hm, y-ya."

Jeno menekan kedua pipi Jisa, "nanti aku kelepasan lagi gimana?"

Mendengar itu, Jisa langsung memukul dada bidang Jeno. Sedangkan Jeno hanya terkekeh dan menekan nekan pipi Jisa dengan gemas. "bercanda kok."

"istirahat nanti harus makan, lihat badan kamu kurus kaya gini. Jangan siksa diri kamu, kamu ga sendirian, ada anak kita di dalam sini, paham?"

Jeno mengelus perut rata Jisa. Ya tentu itu membuat Jisa sedikit merasakan kegelian. "i-iya tau."

Jeno kembali mencium bibir Jisa, kali ini sedikit lebih intens.

"kalau nanti malam mau sesuatu, kamu tinggal telepon aku." Jisa mengangguk mendengar kalimat yang keluar dari bibir Jeno.

Entah nanti apa yang terjadi, Jeno akan berusaha melewati semuanya. Lagipula ini, ulahnya sendiri. Ah tidak, Jisa pun sama. Ia juga harus bisa melewati semuanya.















--

Lee Jeno like a daddy, but ga rela manggil dia daddy karena ganyangka aja udah sedewasa ini:')

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lee Jeno like a daddy, but ga rela manggil dia daddy karena ganyangka aja udah sedewasa ini:')

Dulu aja masi cilik,heran.

[1]MISTAKE; happier | Lee Jeno✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang