Mengharapkan sesuatu yang tidak pasti akan memunculkan luka pada hati, jika hati tidak kuat kita akan merasakan sakit.
•••Titania melangkah di koridor sekolahnya dengan senyum manis, kedua tangannya memegang tali tasnya dengan erat. Melangkah menuju parkiran kendaraan motor yang berada di sekolahnya.
Ia melangkah menuju tempat duduk yang berada di parkiran, tempat duduk yang berada di bawah pohon rindang. Memainkan ponselnya untuk menghilangkan bosan selama menunggu Rigel.
Titania menghela napas, mematikan ponselnya saat dirinya tidak ada minat untuk memainkannya. Ia mengeluarkan buku kecil yang menjadi tempat curahan hatinya. Menulis kata demi kata di sana.
Jakarta, 29 Mei 2019
Titania Agatha GemmaAku memiliki rasa takut
Ketakutan itu memiliki beberapa level
Dan aku sedang mempertanyakan ketakutan terbesarku
Rasa takut untuk mengetahui
Jika hanya aku yang berjuangTitania menutup buku tersebut, menatap parkiran yang nampak ramai karena banyak siswa siswi yang akan beranjak pulang. Sesekali Titania tersenyum manis saat orang-orang menyapanya. Mulutnya bersenandung kecil untuk menghilangkan rasa bosan.
"Sorry, lama."
Titania menatap Rigel yang baru saja datang, tersenyum manis pada pemuda tersebut. Rigel tersenyum tipis, merasa tidak enak karena membuat Titania menunggu.
"Tadi ngobrol sebentar sama Orion."
Titania menganggukan kepalanya, ia tersenyum manis pada Rigel, "gakpapa kok."
"Sekarang?"
"Iya, sekarang aja. Biar gak kelamaan." Titania tetap memasang senyum manisnya pada Rigel.
Rigel mengangguk, melangkah menuju motornya yang berada di ujung. Titania hanya menatap Rigel dengan tatapan yang sulit diartikan, menghembuskan napasnya pelan lalu melangkah mendekat pada Rigel.
"Gue gak bawa helm dua."
Titania menggeleng, "gakpapa."
Rigel tersenyum, mengisyaratkan agar Titania segera naik ke atas motor. Karena motor Rigel yang dibilang tinggi, Titania memegang bahu Rigel untuk berpegangan. Menyelipkan rambut sebahunya pada belakang telinga. Menaruh tas berwarna krem di tengah untuk berjaga-jaga.
"Siap?"
Titania mengangguk seraya tersenyum tipis, "siap."
Rigel melajukan motornya meninggalkan sekolah menuju tempat tujuan, tidak ada percakapan di antara mereka berdua. Baik Titania dan Rigel sibuk pada pikirannya masing-masing.
•••
Hawa dingin dari pendingin ruangan menusuk kulitnya ketika ia memasuki ruang rawat, matanya menatap tubuh sahabatnya dengan sendu. Kakinya ia ajak melangkah mendekat ke arah brankar. Menatap wajah yang terlihat tenang dengan mata terpejam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Cinta, Waktu, dan Takdir
Teen Fiction[COMPLETED] Bisakah ia menentukan cintanya sendiri? Mengharapkan sang kekasih kembali dan hidup bahagia bersama. Memulai awal kisah yang bahagia bersama perempuan yang ia cintai. Kisah cintanya tidak semudah yang. dipikirkan, ini lebih rumit dari ma...